Mengapa Youtube Hentikan Siaran Live LGBT dan Agama? Aktivis Tuntut Transparansi

Youtube tiba-tiba menghentikan diskusi yang diadakan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) pada Rabu, 24 Juni 2020. Diskusi ini diadakan untuk memperingati Pride Month 2020, dimana setiap bulan Juni Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di seluruh dunia berkumpul dan merayakan kebebasan dari stigma yang selama ini mereka terima. Sejumlah organisasi meminta penjelasan Youtube atas penghentian ini

Tim Konde.co

Diskusi yang menghadirkan pembicara Kyai Imam Nakha’i dari Komisioner Komnas Perempuan, Sofa Lahjuba dari Persatuan Waria Kota Surabaya (Perwakos), Stephen Sulaeman, pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan Dr. Saras Dewi, pengajar filsafat Universitas Indonesia ini membahas tentang meneroka agama yang tidak homophobia

Maulidya dari SEJUK memaparkan bahwa proses webinar ini dijadwalkan dimulai dari pukul 14.00 hingga 16.00 WIB dan ditayangkan langsung di kanal Youtube Kabar SEJUK. Namun, Youtube tiba-tiba menghentikan tayangan pada menit ke 48:19 dengan alasan menerima flagged atau report yang menyatakan tayangan tersebut bertentangan dengan Community Guidelines Youtube.

Maulidya yang menjadi moderator acara diskusi ketika dihubungi Konde.co pada 25 Juni 2020 mengatakan bahwa dalam informasi awal yang disampaikan kepada panitya soal penghentian siaran itu, diskusi tersebut dihentikan siarannya karena dinilai menyalahi Community Guidelines. Tindakan semacam ini umumnya dilakukan karena ada seseorang atau kelompok orang yang memberikan laporan ke youtube tentang konten tersebut yang dinilai tidak sesuai dengan standar Youtube.

“Panitya acara tidak tahu secara persis apa yang menyebabkan konten diskusi dinilai melanggar Community Guidelines Youtube. Sebab, acara yang diselenggarakan SEJUK ini masih dalam koridor kebebasan berekspresi dan kebebasan berpendapat, serta materi yang didiskusikan juga tak ada unsur melanggar hukum sehingga harus dihentikan,” ujar Maulidya

Sebelumnya, dalam diskusi pembicara pertama Sofa Lahjuba bercerita tentang kehidupannya sebagai transpuan. Sebagai transpuan ia diterima sangat baik di lingkungannya, bahkan semasa kecilnya ia pernah hidup di pesantren dan semua orang disana menerimanya dengan baik.

“Waktu kecil saya pernah belajar di pesantren, hanya dari kecil saya memang senang dandan feminin, orangtua saya tidak pernah keras sama saya tidak ada masalah selama ini dengan orangtua saya. Lingkungan yang baik ini membuat saya menjadi kuat dan berbesar hati hingga sekarang,” ujar Sofa Lahjuba

“Waktu saya gede saya juga ajak teman-teman waria untuk ke masjid, yang penting sopan dan tanggapannya oke, malah kita dibilang hebat ya, tetap mau sholat jumat, mereka juga welcome kalau kita ikut sholat malam.”

Setelah itu Dosen UI, Saras Dewi memaparkan bagaimana agama Hindu memandang LGBT. Saras mengatakan bahwa teks agama Hindu bervariasi dalam membahas homoseksual.

“Ada yang mengatakan LGBT merupakan bagian dari keberagaman orientasi seks seperti kamasutra yang sangat progresif, namun ada juga yang menentang,” kata Saras Dewi

Pendeta Stephen Sulaeman menyatakan bahwa selama ini sekolah theologi kristen seperti Sekolah Tinggi Theologi (STT) Jakarta terbuka dengan pemikiran LGBT. STT Jakarta banyak melakukan diskusi untuk membuka pemikiran orang tentang LGBT. Stephen Sulaeman menyatakan bahwa dalam pemahaman Kristen melihat bahwa semua manusia itu berdosa, maka jika semua orang menganggap LGBT adalah pendosa, ini artinya semua orang sama-sama berdosa. Jadi tak ada alasan tak menerima LGBT karena semua manusia sama-sama berdosa

“Semua manusia berdosa, jadi semua seharusnya menerima LGBT, bebas bergaul dan tidak saling melecehkan. Walaupun tantangannya berat untuk sosialisasi ini.”

Kisah Nabi Luth atau Sodom dan Gomora selalu diidentikkan menjadi landasan moral memusuhi keberagaman seksual, padahal beberapa agamawan menilik kritis kitab suci bahwa Tuhan tak melarang keberagaman seksual, melainkan perilaku seksualnya

Kyai Imam Nakha’i melihat bahwa banyak masyarakat yang melihat LGBT sebagai pendosa kelas tinggi padahal ini karena salah mendefinisikan sesuatu yang menjadikan salah sasaran. Jadi akibatnya sering keluar dalil-dalil yang digunakan untuk mendiskriminasi LGBT.

“Bicara kaum Luth itu bukan bicara LGBT, tapi bicara soal perilaku seks yang dalam bahasa Arab disebut Liwat atau melakukan hubungan di anus atau disebut sebagai sodomi, ini bisa dilakukan oleh siapa saja baik heteroseksual maupun homoseksual, namun orang lalu mengidentikkan dengan LGBT.”

Jadi di tengah pendapat yang berbeda tentang LGBT di tengah masyarakat, keempat pembicara sepakat bahwa LGBT mesti dilindungi dan dipenuhi haknya sebagai warga negara. Karena sebagai warga negara, LGBT mempunyai hak sama dengan yang lain seperti diakui sebagai warga, mendapatkan hak politik, hak pendidikan dan kesehatan, dll

Pride Month diadakan untuk merayakan kebebasan dari stigma yang selama ini mereka terima. Secara umum kelompok LGBT selama ini dianggap pendosa, dianggap sebagai kelompok penghancur moral, maka diskusi ini menjadi penting untuk tak menstigmakan LGBT dan menghormati hak kewarganegaraan LGBT

Langkah sepihak Youtube yang tiba-tiba menghentikan proses siaran langsung diskusi ini sangat disesalkan sejumlah organisasi seperti PurpleCode Collective, SAFEnet, LBH Pers, Human Rights Working Group (HRWG), Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK), Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Tindakan penghentian yang dilakukan oleh Youtube ini juga dipandang bertentangan dengan jaminan kebebasan berpendapat dan berekspresi yang dijamin pada pasal 28F ayat 2 dan 3 UUD tahun 1945, pasal 14 ayat 1 dan 2 dan pasal 23 ayat 2 UU nomor 39/1999 tentang HAM, dan traktat internasional yaitu International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) pasal 19 yang diratifikasi melalui UU nomor 12/2005 tentang Hak-hak Sipil dan Politik.

Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Serikat SINDIKASI), salah satu organisasi yang menuntut transparansi Youtube atas perlakuan ini melihat bahwa di masa pandemi ini, saluran daring merupakan satu-satunya cara untuk tetap menggelar diskusi, dan menjadikannya sebagai ruang komunikasi dan penyebaran informasi.

“Atas peristiwa tersebut, kami meminta pihak Youtube memberikan penjelasan apa alasan penghentian siaran langsung di kanal Youtube Kabar Sejuk. Penting bagi Youtube menjelaskan alasan itu untuk memastikan apakah tindakan itu menggunakan pertimbangan yang fair, benar-benar sesuai Community Guidelines Youtube, atau karena ada campur tangan dari pihak lain,” kata Irine Wardhani dari Serikat SINDIKASI yang dihubungi Konde.co pada 25 Juni 2020

Sejumlah organisasi ini juga mendorong Youtube untuk menerapkan dan memelihara prinsip-prinsip demokrasi, termasuk kebebasan berekspresi dan menyampaikan informasi.

Maulidya menyatakan bahwa panitya mengerti Youtube memiliki Community Guidelines yang jadi patokan penilaian, namun hendaknya tidak menghentikan hak setiap orang untuk bereskpresi.

“Kami ingin menegaskan, ketentuan internal seperti itu hendaknya sejalan atau tidak menafikan hak-hak seseorang untuk berekspresi dan menyampaikan informasi karena hak-hak itu dilindungi undang-undang Indonesia. Maka kami mendorong Youtube untuk memberikan ruang lebih luas bagi pembelaan terhadap kelompok minoritas. Sikap itu bisa ditunjukkan dengan memberi ruang yang lebih terbuka kepada aspirasi kelompok minoritas dan juga berani menolak campur tangan pihak luar yang berusaha membungkamnya,” ujar Maulidya

(Foto: Channel Kabar Sejuk/ Youtube)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!