Dipaksa Selalu Siap Siaga, Beban Perempuan Berlipat Ganda



Dalam masyarakat hetero-patriarki, pandemi Covid-19 membuat beban perempuan yang berperan sebagai ibu menjadi berlipat ganda. Seorang ibu tak hanya memikul beban fisik, tapi juga mental karena dipaksa siap sedia, siaga, dan cekatan di ranah domestik.

Meera Malik – www.Konde.co

Sudah lewat tiga bulan sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama pasien positif COVID-19 pada Senin (2/3/2020), dan sudah selama itu pula, imbauan bekerja, belajar dan ibadah dari rumah digaungkan pemerintah dalam menghadapi pandemik COVID-19.

Kebijakan ini lantas berdampak ke segala aktivitas kehidupan masyarakat. Khususnya perempuan yang berperan sebagai ibu.

“Jadi lebih menantang,” jawab Sri Ariani Safitri saat ditanya bagaimana ia mengurus kehidupan rumah tangga selama pandemik COVID-19 pada Konde.co melalui pesan Whatsapp, Senin (23/3/2020).

Ari, sapaan akrabnya, hampir dua tahun belakangan sibuk menjalani peran barunya sebagai seorang ibu. Ia bersama keluarga kecilnya merantau dari Sumatera Utara dan tinggal di Batam sejak 3 tahun lalu. Suaminya bekerja sebagai karyawan di salah satu BUMN, sementara ia bekerja sebagai dosen paruh waktu di sebuah perguruan tinggi dengan mengajar kelas malam. Saat ini, ia dan suaminya masih menjalankan imbauan bekerja dari rumah.

Situasi pandemik Covid-19 membuat kecemasan Ari meningkat. Namun pada saat seperti ini pula, peran Ari di rumah menjadi semakin krusial. Meski ia dan suaminya sama-sama bekerja dan saling berbagi tugas domestik, Ari tetap menganggap bahwa tanggung jawab mengurus rumah tangga lebih condong berada di pundaknya.

“Fase ini yang paling berat menurutku. Jadi ibu baru dan jauh dari keluarga,” ujarnya.

Tantangan yang dihadapi Ari, salah satunya yaitu mengurus manajemen stok bahan makanan dan kualitas makanan di rumah. Ia mesti lebih kreatif dalam menyediakan menu makanan di rumah.

“Jadi memang setiap hari harus masak lauk-pauk sama camilan di rumah, supaya suami dan anak-anak gak perlu jajan keluar. Kalau masak sendiri, aku tahu pasti gimana kualitas dan kebersihan makanannya,” tutur Ari.

Bukan hanya Ari yang mengalami kondisi ini. Bagi Rizkan Jania, warga Duren Sawit, Jakarta Timur, mengatur persediaan makanan dalam rumah tangga selama pandemik jadi tantangan yang luar biasa.

Terlebih, perempuan yang biasa dipanggil Kikan ini sedang hamil anak pertama. Saat saya mewawancarainya, usia kandungan Kikan memasuki minggu ke-36.

Kondisi makin pelik saat suaminya justru dirumahkan selama satu bulan oleh perusahaan tempatnya bekerja selama satu bulan tanpa bayaran gaji. Sementara, gaji tersebut adalah satu-satunya sumber pemenuhan kebutuhan keluarga. Kikan, yang sejak awal sepakat dengan sang suami untuk fokus bekerja sebagai ibu rumah tangga, terpaksa berupaya sehemat-hematnya dalam mengatur pengeluaran kebutuhan rumah tangga mereka.

“Bahkan untuk asupan buah, sayur, dan nutrisi bumil juga jadi pertimbangan penghematan,” tulis Kikan lewat chat Whatsapp pada Konde.co Minggu (22/3/2020).

Begitu juga dengan Cicilia Kusuma Dewi, kerap disapa Lia, warga Gajahmungkur, Semarang. Perempuan yang bekerja sebagai karyawan perbankan ini baru saja melahirkan. Lia mengaku, situasi pandemik ini amat membuatnya tertekan karena selalu khawatir dengan kesehatan diri dan bayinya.

“Ini anak pertama dan juga cucu pertama untuk keluarga suami, rasanya  khawatir terus karena ini wabah kayaknya benar-benar mengerikan, jadi jelas aku menjaga banget sih kesehatanku dan bayiku,” kata Lia pada Konde.co melalui pesan Whatsapp, Senin (23/3/2020).

Saat ini, Lia masih menjalankan hak cuti melahirkan dari kantornya. Namun, sang suami masih bekerja seperti biasa. Perusahaan perbankan tempat suaminya bekerja tidak menerapkan kebijakan bekerja dari rumah. Hal ini tentu saja semakin menambah tingkat kekhawatiran Lia. Ia pun menerapkan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dipatuhi seluruh penghuni rumah saat keluar dan memasuki rumah.

“Semua harus ekstra jaga kebersihan diri. Jika pulang harus cuci tangan dan mandi terlebih dahulu, baru boleh pegang anak. Tidak keluar rumah jika tidak penting sekali. Kalau keluar rumah, hindari kerumunan, pakai masker dan bawa hand sanitizer itu wajib,” ujarnya.

Kebijakan SOP sederhana yang diambil Lia terbentuk karena ia merasa berperan penuh untuk menjaga kesehatan bayinya. Sebagai seorang ibu, ia merasa bertanggung jawab atas kehidupan sang bayi. Beruntung, untuk urusan tugas domestik sehari-hari, Lia mendapat bantuan dari ibu mertuanya.

Dalam masyarakat hetero-patriarki, beban seorang ibu kerap berlipat ganda. Meski berkarir, perempuan tetap bertanggung jawab dalam segala urusan domestik di rumah.  Apalagi pada masa krisis pandemik, seorang ibu tidak saja memikul beban fisik tetapi juga mental. Seorang ibu dipaksa oleh keadaan untuk senantiasa siap sedia, siaga dan cekatan untuk menyerap segala informasi yang ada, mencernanya, melakukan penyesuaian-penyesuaian dan menciptakan solusi yang perlu dilakukan untuk melindungi anggota keluarganya.

Menanggapi hal ini, beberapa waktu lalu, Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengeluarkan daftar pekerja perempuan yang berisiko terdampak pandemik Covid-19 dan menyerukan agar pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan pendekatan hak asasi manusia.  Di antaranya, dengan mengajukan rekomendasi ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) agar bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) untuk menyerukan setiap keluarga untuk menerapkan kesetaraan dan kerja sama dalam berbagai tugas di rumah antara perempuan dan laki-laki. Selain itu, juga meminta pemerintah daerah untuk mengaktifkan komunitas Posyandu untuk memantau pemenuhan gizi ibu dan anak di setiap daerah.

“Kami masih menunggu respon dari berbagai pihak yang menjadi target rekomendasi, termasuk KPPPA yang rencananya akan segera melakukan rapat bersama terkait ini,” ujar Andy Yetriyani, komisioner Komnas Perempuan pada Konde.co melalui pesan Whatsapp, Selasa (7/4/2020).

Sembari menunggu segala rekomendasi ini diterapkan, Andy menyarankan agar distribusi peran di rumah tangga mulai dilakukan oleh setiap pasangan untuk menjaga kondisi rumah yang tetap kondusif dan nyaman bagi seluruh penghuni rumah.

“Ini saat terbaik untuk merekonstruksi relasi personal untuk menjadi lebih setara pada masa mendatang,” saran Andy.

Kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir. Namun, kita banyak belajar dari situasi ini. Kita bisa saling berbagi peran, kita bisa saling menguatkan.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Meera Malik, pengagum paradoks semesta yang gemar membeli buku tapi lupa membaca.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!