Bagi Pemerintah, Lansia Berdaya Itu Masih Sebatas Mandiri Secara Ekonomi dan Bisa Memakai Gawai

Sebenarnya menjadi Lansia berdaya itu tak melulu hanya mandiri secara ekonomi, tapi menjadi Lansia berdaya itu harus sehat psikologis dan fisiknya, serta bisa melakukan ragam aktivitas dengan fasilitas yang mudah diakses. Namun bagi pemerintah, Lansia berdaya itu masih dipahami sebatas Lansia yang mandiri secara ekonomi dan bisa memaka gawai

Tika Adriana- www.Konde.co

Bagaimana masa tua yang kamu inginkan? Menjadi tua dan bahagia? Jelas.

Namun, ketika pandemi Covid-19, lamunan tentang kebahagiaan di hari tua itu sedikit-banyak memudar dan berganti dengan kekhawatiran. Kita tahu bahwa Lanjut usia atau lansia merupakan kelompok yang rentan mengalami kematian ketika tertular Covid-19. Potensi ini kian bahaya saat mereka memiliki penyakit lain seperti jantung, diabetes, gangguan pernapasan, ginjal, atau kanker.

Lalu bagaimana agar para lansia tetap bahagia saat menjalani protokol Covid-19 yang melarang mereka bepergian?

Seniman senior Titiek Puspa mengatakan bahwa di usianya yang ke-82 ini, ia masih bisa menjadi lansia yang mandiri. Ini terjadi karena ia telah menyiapkan masa tuanya sejak masih berumur 35: mengonsumsi makanan rendah gula dan garam, menghindari lemak, dan belajar menyayangi diri.

Di masa pandemi Covid-19 ini, Titiek mengakui bahwa usianya merupakan kelompok usia rentan, apalagi penyakit serius pernah mampir di tubuhnya seperti kanker dan jantung. Untuk mengurangi stres, ia mengisi harinya dengan kegiatan menyenangkan.

“Saya bisa mengisi waktu untuk mewarnai gambar, setelah itu saya melihat gambar saya. Saya senang bisa membuat seperti ini, bagus sekali. Karena itu, saya menjadi bangga, timbul kesenangan, keceriaan hidup,” ujar Titiek dalam Webinar “Gerakan Sayang Lansia, Menuju Lansia Bermartabat” (Hari Lanjut Usia Nasional 2020) yang diselenggarakan 22 Juni 2020.

“Saya sehari-hari menulis. Itu bagus atau tidak, saya keluarkan. Saya selalu mau berhubungan dengan siapa saja. Saya hidup semua sendiri, dandan sendiri, kecuali yang berat-berat, saya minta tolong orang,” lanjut Titiek.

Sayangnya, dalam diskusi yang sama, pemerintah justru mempersempit pengertian lansia berdaya. Sepanjang diskusi berdurasi tiga jam tersebut, fokus pembahasan lebih banyak tentang lansia berdaya versi mereka, yakni lansia yang mandiri secara ekonomi, bukan memperbaiki fasilitas publik yang ada di negara ini agar bisa diakses oleh semua kelompok masyarakat.

“Potensi lansia harus dipandang sebagai aset yang berharga bagi kemajuan bangsa. Lansia bukan objek, tapi subjek pembangunan. Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, penting untuk melibatkan potensi lansia,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati.

Dalam diskusi tersebut, Menteri PPPA periode 2004-2009, Meutia Hatta menjelaskan tentang cara beradaptasi lansia pendekatan budaya. Ia menyebut beragam status lansia, seperti lansia yang menggunakan posisi timbal balik (lansia melindungi anak di masa muda, kemudian di masa tua, anak yang bergantian merawat mereka) dan interaksi seperti air mengalir (para lansia pernah dirawat oleh orangtuanya, sehingga mereka merawat anak mereka, dan anak mengurus cucunya).

Pandemi Covid-19, kata Meutia, akan membuat corak baru bagi kehidupan lansia. Menurut Meutia, lansia harus memiliki kemandirian yang baik, salah satu caranya dengan memaksa teknologi digital untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka.

“Harus ada penyesuaian, lansia memerlukan kemampuan psikologis untuk berubah, tapi lansia harus berubah,” ungkap Meutia.

Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri PPPA periode 2009-2014 mengatakan bahwa masyarakat harus melibatkan lansia dalam pengambilan keputusan tanpa adanya diskriminasi. Sayangnya, sama seperti Meutia, alih-alih menawarkan program yang bisa diakses dengan mudah oleh berbagai kelompok lansia, ia juga menganggap bahwa teknologi merupakan salah satu kunci agar lansia bisa beraktivitas dan tidak kehilangan sumber pendapatan di masa pandemi Covid-19.

“Ada semangat untuk mempelajari hal baru, era new normal dengan teknologi menjadi salah satu kunci lansia bisa beraktivitas, tetap produktif, melakukan pemberdayaan dengan bikin kue atau apapiun tetap dilakukan supaya sumber pendapatan tidak hilang dan distribusi tetap diatur. Jangan memutus aktivitas lansia. Olahraga ringan dan jaga kesehatan, serta ibadah,” ujar Linda.

Begitu juga saran yang diberikan oleh Yohana Yembise, Menteri PPPA di kepemimpinan Jokowi periode lalu. Yohana menyampaikan tentang pendidikan efektif yang bisa diberikan oleh para anggota keluarga pendamping lansia sebagai care agent yang bisa disampaikan melalui media daring.

Namun, sama seperti pendahulunya, ia juga menyarankan program potensial bagi lansia yang dapat membuat mereka meningkatkan pendapatan, selain anjuran memelihara fisik melalui makanan dan olahraga, serta psikologis melalui komunitas masyarakat.

Menjadi lansia yang mandiri secara ekonomi tentu tak keliru jika itu dilakukan atas kemauan mereka. Namun, dalam Hari Lanjut Usia Nasional 2020 ini, pemerintah tak banyak memberikan informasi agar lansia bahagia secara psikologis agar jasmani mereka turut menjadi sehat.

Selain itu, negara juga masih mengutamakan pendekatan digital untuk membuat lansia berdaya. Padahal kita tahu, akses kecepatan internet di Indonesia saja masih jauh dari kata setara. Lalu bagaimana dengan lansia yang hidup di tempat terpencil dan tak ada akses internet? Bagaimana pula dengan lansia yang hidup dalam ekonomi lemah dan tak bisa membeli gawai? Atau lansia yang justru ingin mendapatkan ketenangan dengan jauh dari hingar-bingar dunia maya?

Mengisi waktu di rumah dengan berbagai kegiatan produktif di era pandemi juga dilakukan oleh saudara serta kenalan saya yang berusia lanjut, dan banyak cara yang bisa membuat mereka bahagia meski tak terlalu dekat dengan gawai atau tidak menghasilkan uang di usia tua, misalnya bercocok tanam, memelihara ikan, memasak untuk kesenangan sendiri, membaca buku, hingga melakukan olahraga kecil di rumah.

Memang, kerabat saya yang lansia ada juga yang bermain Whatsapp, meski tak semuanya. Mereka biasa menggunakan peranti digital untuk saling berbagi humor atau foto lawas dengan anggota keluarga lainnya. Namun itu bukan satu-satunya cara agar tetap terhubung dengan manusia lainnya. Mereka terkadang bersosialisasi dengan tetangga kanan-kiri, tak harus berdekatan, komunikasi di luar rumah dari dalam pagar masing-masing bisa mereka lakukan.

(Foto/ Ilustasi: Pixabay)

Tika Adriana, jurnalis perempuan yang sedang berjuang. Saat ini managing editor Konde.co

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!