Komnas Perempuan: DPR Harus Pastikan Tidak Ada Penundaan Lagi Pembahasan RUU PKS

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) memahami kepentingan Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) untuk mengurangi target legislasi dalam pelaksanaan Prolegnas RUU Prioritas tahun 2020 akibat wabah Covid-19. Namun, Komnas Perempuan dalam pernyataan sikapnya menyesalkan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU KS) turut ditunda. Penundaan berulang ini dapat menimbulkan dugaan bahwa sebagian besar anggota DPR RI belum memahami dan merasakan situasi genting persoalan kekerasan seksual.

Tim Konde.co

Karenanya, Komnas Perempuan mendorong agar DPR RI melaksanakan komitmennya untuk dengan sungguh-sungguh membahas RUU KS ini di tahun 2021 bagi kepentingan terbaik korban kekerasan seksual, khususnya perempuan.

Penundaan pembahasan RUU KS menjadi kesepakatan dalam rapat koordinasi Badan Legislasi dengan Pimpinan Komisi I s.d. Komisi XI, tertanggal 30 Juni 2020. Kali ini alasannya adalah “keterbatasan legislasi akibat wabah Covid-19”.

Padahal, RUU KS merupakan program prioritas legislasi nasional sejak tahun 2014. Saat itu, RUU ini bahkan menjadi janji yang digadang-gadang semua calon presiden, partai pengusung, maupun sejumlah calon anggota parlemen di tingkat nasional maupun daerah.

Situasi pandemi memang menghadirkan berbagai kendala yang tidak diantisipasi sebelumnya. Namun, Komnas Perempuan perlu mengingatkan bahwa pelaporan kekerasan seksual terus bertambah setiap tahunnya dan semakin kompleks, tidak terkecuali di masa pandemi COVID19.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020 menunjukkan pelaporan kasus kekerasan seksual di tahun 2019 mencapai 4.898 kasus kekerasan seksual. Sementara itu, pada 5 bulan pertama Tahun 2020 dimana situasi pandemi termasuk di dalamnya, Komnas Perempuan telah menerima total 903 pengaduan.

Dari 542 kasus di ranah KDRT/Relasi Personal, 47% (258 kasus) adalah kasus kekerasan seksual. Untuk ranah komunitas, 203 dari 2206 kasus (89%) adalah kasus kekerasan seksual. Di kedua ranah tersebut kekerasan seksual yang paling banyak diadukan paling banyak adalah Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) baik yang dilakukan oleh mantan pacar, pacar, bahkan orang yang tidak dikenal dengan berbagai macam bentuk kekerasan, di antaranya ancaman penyebaran foto dan video bernuansa seksual, mengirimkan atau mempertontonkan video bernuansa seksual, eksibisionis, hingga eksploitasi seksual.

Persoalan di tingkat substansi dari hukum pidana, struktur dan kultur hukum ditengarai telah menghalangi korban kekerasan seksual, terutama perempuan, untuk memperoleh keadilan dan mendapatkan dukungan penuh untuk pemulihan. Salah satu indikasinya rendahnya jumlah kasus yang kemudian dapat diproses hukum. Dalam tinjauan Komnas Perempuan, dari 13.611 kasus perkosaan yang dilaporkan dalam kurun 2016-2019, jumlah laporan kasus perkosaan di kepolisian hanya sekitar 29% dari yang diterima oleh lembaga layanan di tingkat pertama. Sekitar 70% dari kasus yang dilaporkan kepolisian diputus oleh pengadilan, atau sekitar 22% dari jumlah total kasus yang diterima lembaga layanan. Konteks-konteks khusus dari latar belakang korban, seperti disabilitas, lokasi geografis, maupun ragam kekerasan yang tidak memiliki payung hukum menyebabkan halangan-halangan tersebut semakin nyata.

Komnas Perempuan mencatat bahwa penundaan pembahasan RUU KS pada periode pertama pembahasannya dipengaruhi oleh desakan untuk melakukan kriminalisasi pada tindakan-tindakan yang dianggap bertentangan dengan susila.

Desakan ini menyebabkan distraksi perhatian para perumus kebijakan yang belum memahami secara utuh persoalan kekerasan seksual, yang sesungguh bukan merupakan persoalan kesusilaan, sebagaimana dikonstruksikan dalam KUHP selama ini.

Untuk itu, Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR RI memastikan bahwa pembahasan RUU KS akan dilaksanakan di tahun 2021 tanpa penundaan lagi. Pemerintah melakukan langkah-langkah proaktif untuk mendukung pembahasan RUU KS di DPR RI dan masyarakat sipil mengawal dan memastikan pengagendaan dan pembahasan RUU-KS pada prolegnas 2021 sebagai wujud partisipasi aktif warga dalam pemerintahan.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

(Tim Konde.co)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!