Berbagai Cara Pekerja Menolak Omnibus Law: Lakukan Upacara Bendera

Berbagai cara dilakukan para pekerja menolak disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja. Para buruh pada 16 Agustus 2020 melakukan upacara bendera di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat/ DPR di Jakarta menolak Omnibus Law.  

Tim Konde.co 

Mereka yang tergabung dalam Gebrak, Gerakan Buruh Bersama Rakyat menyatakan, Omnibus Law hanya dilakukan untuk kepentingan investasi namun tak  berpihak pada buruh sebagai manusia 

Lebih buruk lagi, bukannya mencoba membuka mata dan telinganya lebar-lebar, yang terjadi malah digulirkannya upaya membalik opini melalui media sosial.

Pengerahan buzzer untuk melakukan penyesatan logika publik, dilakukan secara masif. Ini adalah perangai kekuasaan yang sangat buruk.

Penolakan juga dilakukan para mahasiswi dan mahasiswa

Serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan juga pada tanggal 17 Agustus 2020 melaunching sejumlah poster untuk menyuarakan penolakan terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja. 

Adapun serikat pekerja/serikat buruh di sektor ketenagalistrikan tersebut adalah, Serikat Pekerja PLN Persero (SP PLN Persero), Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP), Serikat Pekerja Pembangkit Jawa – Bali (SP PJB), Serikat Pekerja Elektronik Elektrik – FSPMI (SPEE-FSPMI), dan Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (Serbuk).

Omnibus law RUU Cipta Kerja justru akan membuat ekonomi masyarakat menjadi lebih terpuruk. Hal ini disebabkan karena di dalam omnibus law terdapat pasal-pasal yang berpotensi menyebabkan listrik dikuasai oleh pihak swasta/asing. 

Jika hal itu terjadi, sangat bertentangan dengan konstitusi dan dapat membahayakan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Jika listrik tidak lagi kuasai oleh negara, maka hal ini berpotensi menyebabkan kenaikan tarif listrik, sehingga harga listrik akan mahal. 

Oleh karena itu, dalam momentum hari kemerdekaan, mereka mendesak agar pembahasan omnibus law dihentikan.  Semua ini semata-mata untuk memastikan agar listrik sebagai cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dalam penguasaan negara. 

(Foto: Pixabay, Dian Septi Trisnanti dan Khamid Istakhoiri)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!