Konferensi Perempuan Timur Serukan Penghentian Kekerasan Dan Ketimpangan Perempuan


Perempuan di wilayah Timur Indonesia menyerukan pada semua pihak untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan stop ketimpangan pembangunan disana. Seruan ini disampaikan dalam Konferensi Perempuan Timur 2020 yang dilakukan pada 26-27 Agustus 2020 yang dilakukan untuk membahas persoalan perempuan di wilayah timur Indonesia seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua dan Sulawesi.

Tim Konde.co

Konferensi ini melahirkan sebelas rekomendasi yang harus ditindaklanjuti berbagai pihak terutama Pemerintah Indonesia agar isu ketimpangan pembangunan khususnya kekerasan terhadap perempuan dapat dihapuskan di wilayah timur Indonesia.

“Rekomendasi ini lahir dari pengalaman dan tantangan yang dialami beragam pihak yang sudah melakukan inisiatif baik untuk mengatasi beragam isu kekerasan terhadap perempuan di wilayah Timur Indonesia. Gagasan beragam pihak ini kami rangkum menjadi rekomendasi yang kami berikan kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti agar beragam inisiatif baik untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan, khususnya di Indonesia Timur bisa direplikasi di wilayah lain.” ungkap Lusia Palulungan, ketua panitia konferensi  

Pada hari Rabu, 26 Agustus 2020 setelah acara dibuka oleh, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, S.E, M.Si para peserta belajar beragam sinergi multipihak yang sedang atau sudah dilakukan di tingkat daerah hingga nasional melalui dua topik besar. 

Topik tersebut yaitu gerak bersama berbagai pihak untuk akhiri kekerasan terhadap perempuan dan kiprah perempuan akar rumput yang telah memimpin perubahan di komunitas. 

Pada hari Kamis, 27 Agustus 2020 peserta yang hadir saling bertukar praktik baik dari para pelaku pembangunan dan aktor perubahan di tingkat daerah, hingga desa dan dusun melalui dua tema besar, yaitu kebijakan yang mengubah kondisi perempuan dan kelompok rentan menjadi lebih baik dan perempuan mengelola sumber daya untuk berdaya. 

Pembahasan beragam permasalahan terkait isu kekerasan dan juga praktik baik yang sudah dan sedang dilakukan oleh berbagai pihak dari tingkat desa hingga nasional di Indonesia Timur ini dirangkum dan disusun sebagai rekomendasi konferensi. 

Rekomendasi Konferensi Perempuan Timur/ KPT2020 diserahkan Panitia KPT2020 secara simbolis kepada Komnas Perempuan yang diterima oleh Veryanto Sitohang, Komisioner Komnas Perempuan untuk diserahkan kepada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam Negeri untuk terus membangun sinergi dengan organisasi masyarakat sipil, media, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya yang memiliki komitmen untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

Pemberian rekomendasi ini bertujuan untuk: 

1.Pemberdayaan perempuan komunitas dan penguatan kepemimpinan perempuan lokal

2.Penguatan jaringan gerakan perempuan dalam beragam isu HAM dengan gerakan progresif lainnya

3.Advokasi kebijakan perencanaan pembangunan dan anggaran pemerintah nasional, daerah dan desa (RPJMN, RP JMD, RKPD, RKPDesa) 

4.Kampanye dan pendidikan publik. 

11 Rekomendasi hasil Konferensi Perempuan Timur 2020 antaralain:

1.Sinergi multipihak dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan masih terus menemui tantangan khususnya untuk wilayah timur dan dalam situasi pandemi Covid 19. 

Untuk itu para pemangku kepentingan terutama instansi pemerintah dan penegak hukum perlu serius menyikapi dengan melihat potensi dan kebijakan yang ada di instansinya, yang dapat digunakan untuk menjawab tantangan dan berinisiatif berkolaborasi. Pembelajaran baik dari TTS tentang SLRT dimana sinergi dapat terbangun dengan mengoptimalkan kebijakan yang ada, seperti integrasi layanan korban KtP dengan SLRT dan integrasi layanan dengan kebijakan desa, perlu diangkat ke tingkat nasional untuk mempercepat kolaborasi antar kementerian untuk pemenuhan hak korban. Untuk itu pemerintah Nasional perlu memberikan dukungan terhadap inisiatif baik ini dengan menguatkannya melalui kebijakan di tingkat Nasional dalam bentuk MoU antara KPPPA dengan Kementerian Sosial RI. 

2.Mengawal dan memastikan implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kementerian PPPA ke seluruh DPPPA kabupaten/kota untuk menyusun kebijakan teknis pemenuhan hak korban

Ini dilakukan agar pembiayaan untuk layanan bagi pemenuhan hak perempuan korban kekerasan seperti non fisik dan pembiayaan lainnya sesuai kebutuhan korban melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus Non Fisik. Termasuk mempertimbangkan perspektif kepulauan dan kearifan lokal. 

3.Kementerian PPPA memastikan sinergi antar kementerian/lembaga (Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kepolisian RI, dll) 

Ini dilakukan untuk adanya payung hukum bagi efektifitas koordinasi dan pembagian peran antar kementerian/lembaga terkait untuk terwujudnya dan mengoptimalkan layanan terpadu pemenuhan hak pemulihan korban. Khususnya akses keadilan bagi korban menemui tantangan lebih dalam situasi pandemi, sehingga penyikapan terhadap kondisi ini harus lebih luas, termasuk mempertimbangkan infrastruktur pendukung agar kebijakan yang dilahirkan untuk menyikapi covid tidak membebani korban. 

4.Inovasi kabupaten Maros yang telah mengembangkan Klinik PPRG untuk menjawab tantangan implementasi PUG dan penginterasian isu inklusi 

Ini agar dilakukan dalam perencanaan penganggaran daerah dapat menjadi perhatian pemerintah untuk diadopsi dan direplikasi di seluruh wilayah Indonesia melalui kebijakan kementerian/lembaga yang memiliki kewenangan untuk itu. 

5.Negara perlu memberikan perhatian terhadap penyelenggaraan layanan untuk perempuan korban dalam situasi pandemic Covid 19 saat ini. 

Kerentanan perempuan yang semakin besar, akses keadilan yang semakin banyak kendala, membutuhkan penyikapan cepat dan luas, termasuk mempertimbangkan infrastruktur pendukung agar kebijakan yang dilahirkan untuk menyikapi pandemi tidak justru membebani korban. 

6.Sinergitas pendataan kasus KtPA telah dilakukan oleh lembaga layanan, Komnas Perempuan maupun KPPPA harus diperkuat

Sehingga menghasilkan potret situasi Kekerasan terhadap perempuan secara Nasional sehingga dapat menjadi rujukan untuk melahirkan program dan kebijakan yang tepat. 

7.Praktik baik tentang hubungan DPRD dengan konstituen melalui Reses Partisipatif sebagai media penyaluran aspirasi masyarakat untuk menguatkan tupoksi DPRD kabupaten/kota dalam menyusun kebijakan (peraturan daerah dan anggaran) responsive gender dan inklusi 

Ini penting untuk dikuatkan dalam bentuk kebijakan nasional oleh Kementerian Dalam Negeri yang mengatur pelaksanaan Reses secara Partisipatif agar dapat menjadi dasar pelaksanaan Reses oleh DPRD provinsi dan kabupaten/kota. 

8.Kementerian PPPA diharapkan dapat mengawal pembahasan dan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual 

Hal ini dilakukan untuk mendekatkan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan. 

9.Pemerintah perlu memberikan perhatian dan dukungan terhadap inisiatif dari lembaga-lembaga sosial dan keagamaan yang telah secara sukarela melakukan upaya pencegahan dan pendampingan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai daerah di Indonesia Timur. 

Dukungan tersebut dapat berupa langkah strategis yang sejalan dengan upaya memperkuat kolaborasi multipihak, karena penghapusan kekerasan terhadap perempuan tidak dapat dilakukan oleh satu intitusi atau berjalan sendirian. 

10.Inisiatif organisasi masyarakat sipil dan komunitas khususnya kelompok perempuan dalam merespon dan menangani permasalahan yang dialami perempuan, kelompok marginal dan disabilitas

Ini antara lain Kekerasan terhadap Perempuan melalui Layanan Berbasis Komunitas (LBK), penanganan pengaduan melalui Kelompok Konstituen, perlindungan sosial (PIPAJKN), buruh migran melalui Desbumi, perempuan nelayan melalui Sekolah Perempuan dan kesehatan reprokusi perempuan melalui Balai Sakinah Aisyiyah (BSA) di tingkat desa dan kelurahan harus terus dikuatkan dan dikembangkan diseluruh Indonesia. Secara khusus berpartisipasi aktif dalam perencanaan pembangunan pemerintah desa untuk menyusun kebijakan desa terkait dengan hal tersebut. Sehingga pencapaian SDG’s secara nasional melalui pencapaian SDG’s provinsi, kabupaten/kota dan desa dapat diwujudkan dengan prinsip No One Left Behind. 

11.Peran perempuan untuk membangun kemandirian ekonomi dengan mengelola sumber daya lokal yang diorganisir bentuk koperasi dan unit usaha menjadi praktik baik untuk dapat dikuatkan oleh pemerintah baik pemerintah daerah dan desa 

Ini dilakukan dalam rangka mewujudkan program prioritas Presiden RI yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Demikianlah rekomendasi ini disampaikan kepada Pemerintah RI secara khusus Kementerian Terkait antara lain Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal dan Kementerian Dalam Negeri untuk terus membangun sinergi dengan organisasi masyarakat sipil, media, perguruan tinggi dan pihak-pihak lainnya yang memiliki komitmen untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!