Jaringan Muda Setara, jaringan perempuan muda yang mengadvokasi stop kekerasan seksual di kampus mengumpulkan kasus-kasus pelecehan seksual yang biasa terjadi pada mahasiswi atau perempuan mahasiswa baru di masa orientasi pengenalan kampus. Pelecehan ini sering dilakukan di masa dulu maupun sekarang, dengan pertemuan atau secara daring di masa pandemi. Perempuan mahasiswa baru ada yang dirayu, dijadikan taruhan, atau secara daring disebarkan foto-foto pribadinya, data pribadi, atau mengalami tindakan seksis. Intinya ini menargetkan para mahasiswa baru sebagai objek seksual yang banyak dilakukan para seniornya.
Tim Konde.co
Hampir seluruh kampus di Bulan September 2020 ini sedang melakukan orientasi mahasiswi baru untuk pengenalan kehidupan kampus, Jika dulu masa orientasi dilakukan dengan pertemuan, maka sejak pandemi, orientasi mahasiswa dilakukan secara daring.
Berbagai modus pelecehan, umum terjadi pada perempuan mahasiswa baru sejak dulu, seperti ungkapan-ungkapan ini:
“Dari awal masuk, saya selalu perhatiin kamu. Kamu unik, menarik, cantik.”
“Hallo, ini aku senior yang tadi, kost kamu dimana? Kalau ada apa-apa nanti biar kakak bantu.”
Jaringan Muda Setara mendata, biasanya para senior mahasiswa menandai Mahasiswi Baru (Maba) yang dianggap cantik, mendata atau mencari kontak personal mereka, menghubungi dengan khusus dan intens dan melakukan chat personal dan sering memberikan ungkapan seperti ini:
“Penampilan kamu cakep banget, kamu harus jadi maskot angkatan.”
“Mau dibantuin? Cium pipi kakak dulu dong.”
“Jangan melawan sama senior, nanti kamu saya buat sulit kuliah disini.”
Ini menandakan adanya ancaman dari senior dan permintaan-permintaan pada perempuan mahasiswa baru yang diluar kesepakatan
Pelecehan lain juga dilakukan seperti ini untuk motif mencari pacar dan Maba perempuan dijadikan sebagai ajang taruhan:
“Wah, Maba yang ini liat deh, bagus banget bodynya, ayo kita buktikan siapa yang bisa dapetin dia?.”
Eva Nurcahyani dari Jaringan Muda Setara yang dihubungi Konde.co menyatakan, ini menunjukkan pentingnya pendidikan pengetahuan tentang pelecehan seksual agar perempuan mahasiswa baru tidak terjebak dalam situasi pelecehan.
Pelecehan di masa orientasi mahasiswi baru ini ternyata juga terjadi di masa daring, Ini yang kemudian disebut Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) seperti pelanggaran privasi atau perusakan kredibilitas yang merupakan ancaman bagi mahasiswi baru.
Hal ini juga menunjukkan bahwa dimanapun, perempuan mahasiswa baru tak pernah lepas dari pelecehan:
“Mahasiswa baru datang untuk belajar, mencari kawan, dan mereka tak memiliki relasi kuasa. Hal itu digunakan oleh para senior untuk melancarkan aksi dan memanfaatkan ketidaktahuan mahasiswa baru untuk melakukan pelecehan seksual seperti penyebaran foto pribadi, melakukan tindakan seksis, menargetkan mahasiswa baru sebagai obyek seksual,” kata Eva Nurcahyani pada Konde.co
Tak jarang para mahasiswi baru yang mengalami pelecehan seperti ini terancam, menjadi ketakutan dan menyimpan saja perlakuan diskriminasi yang mereka alami.
Untuk beberapa kasus lain tak hanya mahasiswi yang menerima pelecehan ini, tetapi ini juga kerap menimpa mahasiswa laki-laki, kadang mereka dibully, seperti mendapatkan ungkapan seperti ini:
“Apaan sih ini, cowok kog letoy, gak semangat.”
“Ini laki-laki atau perempuan sih, kog letoy banget?”
Dalam Instagramnya, Jaringan Muda Setara juga menulis, biasanya mahasiswa baru takut untuk melapor karena:
1.Sulit Melapor, Tapi Harus Dilakukan
Melapor adalah sesuatu yang sulit dilakukan karena umumnya pelaku adalah senior mereka di kampus yang bisa ditemui setiap hari
2.Sulit Bercerita pada Kakak Perempuan Senior
Sulit melapor ke kakak senior perempuan karena kadang yang terbangun adalah persaingan antara senior dan yunior
Maka Eva Nurcahyani memberikan strategi untuk bebas dari pelecehan seksual, yaitu Maba harus bercerita pada teman yang dipercaya.
Lalu dengan mahasiswa baru, harus sama-sama saling melindungi dan perduli terhadap kasus-kasus pelecehan seksual.
Karena jika tidak dari awal masuk kuliah ini diperjuangkan, maka pelecehan seperti ini akan terus tumbuh. Secara umum menurut pengalaman sejumlah perempuan, hal ini menjadi kebiasaan jika terus-menerus didiamkan dan tidak ada yang melawan, maka lama-kelamaan menjadi norma yang sulit dilawan dan semua orang menganggap pelecehan perempuan sebagai hal yang biasa
Kasus pelecehan yang terjadi di masa orientasi ini terus tumbuh dari dulu sampai sekarang karena proses diam yang cukup lama. Biasanya mahasiswa baru akan takut untuk melawan seniornya karena nantinya akan bertemu lagi dengan seniornya di masa kuliah.
Senior mahasiswa juga selalu merasa bahwa mereka lebih berkuasa, lebih banyak punya teman dibandingkan mahasiswi baru. Maka terjadilah rantai kekerasan yang terus-menerus dan diyakini sebagai hal yang biasa.
Jika mau melawan, membutuhkan banyak usaha dan teman, karena tak mudah berjuang di tempat yang baru. Akan sangat baik ketika masa orientasi seperti ini diberikan pendidikan stop pelecehan dan kekerasan seksual agar semua orang berkontribusi untuk tidak melakukan pelecehan dan kekerasan
“Harus berjuang bersama agar tidak menormalisasi seksisme tumbuh di kampus,” kata Eva Nurcahyani
(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)