Sutradara Ucu Agustin Somasi Kemendikbud, Telkom, dan TVRI Karena Tayangkan Film Tanpa Izin

 

Karena melanggar hak cipta, sutradara film Sejauh Kumelangkah (How Far I’ll Go), Ucu Agustin, melayangkan somasi (teguran) kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Televisi Republik Indonesia (TVRI), dan PT. Telkom Indonesia (Telkom) karena menayangkan, memutilasi, dan memodifikasi film tanpa seizin dan tanpa sepengetahuan pembuat dan pemegang hak cipta film. 

Tim Konde.co

Film “Sejauh Kumelangkah” yang memenangkan Piala Citra 2019 untuk kategori film dokumenter pendek tersebut ditayangkan dalam program Belajar dari Rumah (BDR) kerjasama Kemendikbud dan TVRI. Film kemudian juga ditayangkan di platform streaming online TV on-demand UseeTV, program layanan televisi milik Telkom tanpa izin. 

Ucu Agustin yang dihubungi Konde.co pada 5 Oktober 2020 menyatakan bahwa ketika itu ia kaget bukan kepalang ketika tiba-tiba diberitahu oleh salah satu temannya, bahwa beberapa hari sebelumnya filmnya sudah ditayangkan, namun ia tak mengetahui apa-apa soal penayangan ini

“Kejadiannya 3 bulan lalu yaitu bulan Juni 2020, tiba-tiba kaget ada teman yang memberitahu dan saya tidak tahu soal ini,” kata Ucu Agustin 

Lalu di Di website resmi Kemendikbud tertulis bahwa dalam program sepekan untuk Pekan#11 penayangan program BDR di TVRI (22-28 Juni2020) telah dipublikasikan dan bahkan disebar media, tapi tidak ada satupun dari pihak Kemendikbud yang memberitahu jadwal penayangan film tersebut di TVRI baik kepada In-Docs terlebih kepada Ucu. 

Film Sejauh Kumelangkah berkisah tentang persahabatan dua remaja perempuan penyandang disabilitas netra yang tinggal di Amerika Serikat dan Indonesia, film juga bercerita tentang akses terhadap berbagai layanan publik termasuk akses penyandang disabilitas terhadap pendidikan yang merupakan hak asasi manusia. 

Indonesia memiliki populasi penyandang disabilitas netra terbesar kedua di dunia, setelah Ethiopia sehingga Film Sejauh Kumelangkah diharapkan dapat memberikan awareness lebih kepada masyarakat dan penyandang disabilitas. 

Pada Agustus 2018, setelah Sejauh Kumelangkah memenangkan IF/Then shorts Southeast Asia Pitch yang diselenggarakan oleh Tribeca Film Institute (TFI) bekerja sama dengan Docs by The Sea yang dikelola In-Docs, film diproduksi selama lebih dari setahun dengan sumber pembiayaan dana pribadi dan film grant. 

Melalui IF/Then shorts SEA film kemudian mendapat kontrak dengan Aljazeera Internasional (AJI – Malaysia) yang mengharuskan film ditayangkan perdana di platform TV Al Jazeera, ekslusif dengan masa hold back 6 bulan. Ucu sedang terikat kontrak dengan AJI saat film Sejauh Kumelangkah ditayangkan oleh Kemdikbud di program BDR di TVRI. 

Pelanggaran bermula ketika seorang staf ahli di Kemendikbud meminta In-Docs (Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia) merekomendasikan film dokumenter Indonesia untuk tayangan program BDR Kemendikbud di TVRI. In-Docs yang juga salah satu executive produser film Sejauh Kumelangkah merekomendasikan—salah satunya, film ini. 

In-Docs kemudian berkali meminta draft kontrak/ MOU supaya semua pihak bisa secara transparan mengetahui skema kerjasama penayangan film di program Kemendikbud BDR di TVRI, termasuk untuk keperluan memberitahu pihak AJI, tapi tak sekalipun permintaan ditanggapi. 25 Juni 2020, film Sejauh Kumelangkah tayang di TVRI dalam program BDR Kemendikbud dan juga disiarkan / streaming online di TV on-demand UseeT, tanpa kontrak, tanpa izin, dan tanpa pemberitahuan kepada In-Docs, terlebih kepada Ucu.

Film bukan hanya telah diberi logo Kemendikbud dan TVRI, tapi juga telah dimutilasi dan dimodifikasi sedemikian rupa hingga pesan dalam film terkait isu disabilitas netra banyak terpotong dan hilang serta tidak tersampaikan 2 dengan baik. Secara sepihak, Kemendikbud kemudian juga mengirim uang sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) kepada In-Docs melalui rekening atas nama pribadi/perorangan dan bukan melalui rekening resmi institusi 

Pemotongan adegan dilakukan misalnya dalam versi aslinya: Tak ada narasi, namun di film yang ditayangan terdapat narasi.

Lalu di dalam Sinopsis film jelas tertulis : Ini kisah tentang persahabatan dua sahabat kecil yang beranjak remaja, keduanya tuna netra tinggal di Jakarta, Indonesia dan Virginia, USA ( bukan state Washington/ salah). Namun ini kemudian diubah menjadi: ini kisah tentang dua orang penyandang tuna netra terpisah jarak antara Jakarta Indonesia dan Washington, Amerika. 

Lalu ada juga pemotongan beberapa detik di bagian filmnya.

Tindakan tersebut di atas merupakan perbuatan melawan hukum, yaitu pelanggaran hak cipta sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (1) huruf c dan d dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta serta Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ironisnya, tindakan tersebut dilakukan oleh institusi pemerintah dan juga BUMN yang seharusnya melindungi hak cipta. 

Ucu Agustin mengatakan, bahwa yang ia lakukan ini bukan semata-mata hanya untuk film karyanya, namun ia mencoba untuk membangun ekosistem yang lebih sehat di perfilman dengan kejadian ini. 

Ucu Agustin yang selama ini banyak membuat film tentang kelompok minoritas merasakan bahwa hal-hal seperti ini harus diperjuangkan

“Saya belajar dari tokoh-tokoh film saya, bahwa hal seperti ini penting untuk diperjuangkan. Dan jika ada sesuatu yang tidak benar, tidak baik jika didiamkan,” kata Ucu Agustin kepada Konde.co  

Ucu Agustin kemudian melalui kuasa hukumnya AMAR Law Firm and Public Interest Law Office (AMAR) dalam somasi yang telah dikirimkan, mendesak: Kemendikbud, TVRI, dan Telkom untuk meminta maaf secara terbuka kepada publik atas penayangan tanpa izin, tanpa kontrak dan tanpa pemberitahuan kepada pemilik hak cipta, dan juga karena materi hak cipta ditayangkan ke publik di lembaga penyiaran publik dan dengan menggunakan anggaran dana publik (untuk mitigasi bencana Covid-19). 

Ucu dan kuasa hukum juga meminta Kemendikbud untuk membuka rincian dan penggunaan anggaran program BDR kepada publik serta melakukan pengawasan program BDR di TVRI untuk selanjutnya, secara ketat. 

Seiring dengan misi pembuatan film Sejauh Kumelangkah yang dibuat dengan semangat untuk perbaikan hak penyandang disablitas di Indonesia, dalam somasi, Ucu dan kuasa hukum juga mendesak Kemendikbud melakukan evaluasi penyelenggaraan program BDR agar lebih inklusif dan ramah terhadap Peserta Didik Penyandang Disabilitas. Diantaranya, yaitu dengan menambahkan bahasa isyarat, close caption dan menyediakan versi audio description dalam seluruh program BDR Kemendikbud sehingga bisa diakses oleh Peserta Didik Penyandang Disabilitas di seluruh Indonesia. 

Kemendikbud juga didesak membuat Permendikbud pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas, dengan melibatkan Organisasi Penyandang Disabilitas. 

Kemendikbud juga didesak untuk menjadikan film “Sejauh Kumelangkah” sebagai bahan mengampanyekan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah dan untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu disabilitas di Indonesia. 

Perbuatan melawan hukum berupa pelanggaran hak cipta oleh Kemendikbud, TVRI, dan Telkom sebagai institusi negara yang seharusnya terdepan dalam perlindungan, sangat membuat prihatin dan patut disayangkan. 

Terkait ini, Ucu dan kuasa hukum juga mendesak Kemendikbud melakukan penguatan komunitas film dan komunitas seni termasuk didalamnya untuk para pekerja seni dan utamanya para pembuat/pekerja film. 

Kemendikbud diminta untuk membuat program edukasi bagi para pembuat film supaya mengetahui hak-hak nya, lalu melakukan kampanye publik tentang hak cipta dan pentingnya perlindungan serta penghargaan terhadap pekerja seni juga hal penting yang turut didesakkan dalam somasi yang dikrimkan Ucu dan kuasa hukum ke Kemendikbud. Begitupun dengan TVRI dan Telkom, didesak untuk membuat tayangan edukasi terkait hak cipta selama tiga puluh hari dan setidaknya 30 detik setiap tayangan. 

Adapun untuk kerugian material, ketiga pihak – Kemendikbud, TVRI dan Telkom, diminta untuk mengganti rugi secara tanggung-renteng sebesar USD$80.000. Biaya ini termasuk untuk menanggung biaya produksi yang masih berhutang serta penggantian ganti rugi yang berpotensi dituntut oleh pihak AJI bila Ucu dianggap melakukan pelanggaran kontrak. Ucu dan kuasa hukum memberikan waktu 7 hari kepada Kemendikbud, TVRI, dan Telkom untuk menjawab somasi. 

Jika tidak ada jawaban dan/atau pelaksanaan tuntutan somasi, maka dengan terpaksa harus menempuh langkah-langkah hukum yang tersedia.

(Foto: Wikipedia dan Tempo)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!