Tak Bisa Manggung di Cafe, Ribuan Pekerja Musik Tak Punya Penghasilan

 

Sekitar 3000 dan ratusan diantaranya perempuan musisi di seluruh Indonesia, lebih spesifiknya 1000 musisi yang berdomisili di Jakarta, kehilangan pekerjaan dan tidak berpenghasilan akibat Covid-19. 

Tim Konde.co

Para musisi yang kehilangan pekerjaannya ini tergabung dalam Organisasi Solidaritas Pekerja Musik Indonesia (SPMI). SPMI adalah organisasi yang mewadahi para musisi yang bekerja di kafe, hotel, restoran. 

Terkait kebijakan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yang meniadakan kegiatan pertunjukan musik, entertainment, serta acara-acara yang menggunakan jasa hiburan baik itu di hotel, kafe, dan restoran, ini kemudian berdampak sangat besar terhadap kelangsungaan mata pencaharian.

SPMI mengadukan kondisi ke Komnas HAM pada (29/9/2020) di Kantor Komnas HAM Jakarta. 

Dilansir pernyataan pers Komnas HAM, dalam aduannya, Ketua Umum SPMI, Zuheri beserta anggotanya menyampaikan bahwa kondisi para musisi selama 7 bulan terakhir masa pandemi ini sangat memprihatinkan. 

Setidaknya terdapat sekitar 3000 dan ratusan diantaranya perempuan musisi di seluruh Indonesia, lebih spesifiknya 1000 musisi dan yang berdomisili di Jakarta kehilangan pekerjaan dan tidak berpenghasilan. 

Situasi yang dihadapi mereka saat ini antara lain tidak memiliki tempat tinggal karena tidak mampu membayar sewa kontrakan/kost, tidak dapat membayar uang sekolah anak atau anggota keluarganya bahkan hingga tidak bisa melanjutkan sekolah, mengandalkan bantuan tetangga untuk makan, dan kesulitan mendapat pengobatan karena tidak mampu membayar biaya asuransi BPJS Kesehatan

Sebelumnya, SPMI juga mendatangi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk berdialog meminta solusi konret atas kondisi yang dialaminya. Namun solusi yang ditawarkan masih dirasa belum cukup untuk menjawab persoalan. 

Bagi mereka solusi yang dibutuhkan saat ini bukan hanya bantuan hidup, SPMI meminta adanya kepedulian dari Pemerintah yang diwujudkan dalam program yang menjadi ruang bagi para musisi agar tetap dapat bekerja dan berpenghasilan di tengah pandemi ini. 

Merespon persoalan ini, Komisioner Komnas HAM RI M. Choirul Anam menjelaskan bahwa Komnas HAM RI turut menaruh perhatian terhadap nasib kelompok masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Bagi Komnas HAM, Kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang diambil pemerintah baik pusat maupun daerah harus merata menyasar semua kelompok, salah satunya adalah kelompok yang tidak memiliki relasi pekerjaan termasuk di dalamnya para musisi. 

“Komnas HAM berpandangan situasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membutuhkan psikologi sosial masyarakat yang lebih positif melalui hiburan dan seni di ruang publik, hal ini dapat menjadi kesempatan bagi para musisi dan pekerja seni lainnya untuk tetap bekerja dan berpenghasilan selama pandemi, tentunya sesuai dengan koridor dan protokol kesehatan.”

Dalam konteks ini Komnas HAM menyatakan dibutuhkan kebijakan kreatif yang bisa menjawab masalah kesehatan sekaligus membuka ruang para musisi untuk bekerja. 

“Misalnya dengan menghibur calon penumpang di area transportasi publik agar mengurangi rasa kekhawatiran, menghibur di tempat-tempat pelayanan tes Covid-19 agar mengurangi ketegangan selama prosesnya, atau di tempat-tempat lain yang potensial menumbuhkembangkan rasa percaya diri, optimisme sekaligus kesadaran protokol kesehatan di masyarakat yYang saat ini membutuhkan kondisi yang nyaman, sehat dan menghibur dalam menghadapi krisis pandemi Covid-19.”

Menindaklanjuti aduan ini, seperti dalam surat Komnas HAM, Komnas HAM RI akan melakukan serangkaian upaya dialog dengan pihak terkait, terutama pemerintah pusat maupun daerah untuk dapat memberikan solusi konkret dan kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang inklusi, merata dan memenuhi hak asasi manusia termasuk hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak sebagaimana tercantum dalam UUD Tahun 1945 pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!