Drama ‘Boys Love’: Tak Lepas Dari Cinta Yang Toksik

Drama ‘Boys Love’ (BL) adalah drama yang menceritakan kisah percintaan antar laki-laki. Di Thailand, drama-drama seputar kisah cinta 2 laki-laki atau Gay, Biseksual dan Transgender ini makin banyak menemukan penggemarnya. Drama ini juga menampilkan cerita tentang hubungan yang toksik

Salah satu yang saya tonton baru-baru ini adalah film drama “2gether The Series” dan “Still 2gether”, ini adalah judul seri drama Thailand. Buat saya ini mirip dengan sinetron di Indonesia.

Bedanya, di Thailand lebih progresif karena mereka menampilkan percintaan antar laki-laki, beda dengan Indonesia yang sulit memproduksi drama semacam ini

Seri “2gether The Series” dan “Still 2gether” ini menceritakan tentang kisah cinta dari dua laki-laki yaitu antara Sarawat Guntithanon (diperankan oleh Bright Vachirawit Chiva-aree) dan Tine Teepakorn (Win Metawin). Film diadaptasi dari novel berjudul Because We Belong Together karya Jitti Rain.

Cerita ini dimulai ketika Tine, seorang mahasiswa tingkat satu, berusaha menghindari Green (diperankan oleh Gun Korawit Boonsri). Tine menolak Green menggunakan segala cara, tapi tak berhasil.

Di film ini, Tine diceritakan sebagai orang yang homofobik (meski saat tiga sahabatnya, Fong (diperankan oleh Thanawat Rattanakipaisan), Phuak (diperankan oleh Pluem Pongpisal), dan Ohm (diperankan oleh Chayakorn Jutamat) menyebut Tine homobik, Tine tak mau mengakui).

Seri ini menonjolkan proses percintaan Sarawat dan Tine, tepatnya ke proses Tine menerima bahwa Ia mencintai Sarawat, bahkan hingga mereka pacaran pun, Tine memilih untuk merahasiakan dulu pada kawan-kawannya karena takut dibully.

Tapi nyatanya saat Sarawat menyampaikan hubungannya dengan Tine, lingkungan sosial mereka mendukung. Begitu juga saat Tine menyampaikan kepada kakaknya.

Drama ‘Boys Love’ yang populer tak hanya 2gether. Dalam sebuah artikel di New Yorker, Jamie James menulis, evolusi signifikan dari ‘Boys Love’ terlihat dari kemunculan drama Thailand “Love Sick”.

Film ini menyedot perhatian penggemar dari Asia Tenggara, Jepang, dan Korea sebagai jalan tengah dari kisah percintaan yang hambar dengan kisah cinta yang berpolemik.

Popularitas Drama Boys Love

Popularitas ‘Boys Love’, kian melejit dan tak jarang tingginya penonton Boys Love berdampak terhadap popularitas para bintangnya. Tak sedikit aktor  Vice dalam artikel “Boys’ Love: The Gay Romance TV Genre Taking Over Southeast Asia” menyebut bahwa kehadiran Boys Love banyak membuka mata para penggemarnya dan menerima adanya relasi LGBTIQ.

Dalam sebuah wawancara dengan Bright Win (pemeran 2Gether) di salah satu kanal Youtube, mereka menjelaskan tentang film ini. Mereka mengatakan bahwa film ini menunjukkan tentang perasaan cinta yang cair dan tak kenal gender.

Meski begitu, bukan berarti perspektif dari para tokoh yang dikisahkan dalam Boys Love ini tidak berliku dan toksik. Dalam 2Gether misalnya, relasi antara Sarawat dan Tine merupakan romantisasi dari relasi beracun yang saling cemburu dan mengekang, meski dengan alasan-alasan kecil.

Drama Boys Love

Drama Boys Love lain yang problematik yakni TharnType, drama asal Thailand yang menceritakan relasi Tharn dan Type. Film ini meromantisasi kekerasan seksual seperti pemaksaan berhubungan seksual dari Tharn ke Type.

Dan sebagai penonton, tentu saja kita harus bijak ketika menyaksikan drama yang problematik dan tak memberikan stereotipe terhadap queer love di dunia nyata hanya dengan melihat relasi toksik di film. Kita harus ingat bahwa masing-masing pasangan memiliki pengalaman yang berbeda.Dan tentu saja tidak semua boys love seperti itu.

Pada tahun 2016, ada juga SOTUS, drama Boys Love Thailand yang less problematik. Cerita dari film ini lebih less problematik. SOTUS menceritakan relasi dari  Kongbop Suthiluck (diperankan oleh Prachaya Ruangroj atau Singto) dan Arthit Rojnapat (diperankan oleh Perawat Sangpotirat atau Krist).

Kongbop merupakan adik angkatan Arthit di Fakultas Teknik, SSU. Mereka bertemu saat masa orientasi mahasiswa baru. Arthit merupakan ketua dari tim penggojlok. Kongbop beberapa kali mempertanyakan setiap tugas tak masuk akal yang diberikan oleh Arthit, dkk. Sejak masa ospek itu, Kongbop sudah menyukai Arthit.

Mereka akhirnya berpacaran. Saat Arthit baru memulai kerja, Arthit masih merahasiakan hubungan mereka dari rekan sekerjanya. Ia khawatir dengan omongan orang tentang hubungan mereka.

Meski begitu, hubungan antara Arthit dan Kongbop juga diceritakan sebagai hubungan yang sehat, saling mendukung dan mendengarkan satu sama lain, meski sempat diterpa masalah. Hingga akhirnya Arthit berani membuka hubungannya dengan Kongbop kepada publik.

Drama ini tak hanya bercerita tentang proses penerimaan Arthit terhadap rasa yang Ia miliki kepada Kongbop, tapi juga menceritakan tentang perlawanan mahasiswa baru terhadap proses orientasi siswa yang hanya diisi dengan kekerasan dan berusaha memperbaiki sistem.

Saat Kongbop menggantikan posisi Arthit menjadi ketua tim penggojlok, Ia mengubah bentuk ospek menjadi lebih konstruktif dan memberikan alasan yang masuk akal dari setiap tugas. Selain itu, mereka juga memberikan hak para siswa untuk tidak mengikuti ospek.

Dari perspektif gender, drama ini juga cukup baik. Saat sahabat dari Kongbop bernama M tahu perasaan Kongbop terhadap Arthit, Ia menanyakan orientasi seksual dari Kongbop, Ia pun menjawab, “Jika dia bukan Arthit, aku belum tentu suka.” Serta kalimat dari Prae, perempuan yang menjadi juara di pemilihan putra-putri kampus, saat mengatakan bahwa Ia menyukai perempuan. Kepada dua sahabatnya, Prae mengatakan bahwa Ia menganggap mereka tetap sebagai sahabat dan tak memiliki perasaan cinta.

Kalimat dari Kongbop dan Prae ini sebetulnya bisa menampar kalian yang homofobik karena takut ditaksir oleh kelompok gay atau lesbian. Ya, kelompok LGBTIQ juga punya selera sendiri, jadi kalian enggak perlu GR dan menganggap bahwa mereka akan naksir kamu dengan mudah

(Foto: Twitter.com)

Tika Adriana

Jurnalis yang sedang memperjuangkan ruang aman dan nyaman bagi semua gender, khususnya di media. Tertarik untuk mempelajari isu kesehatan mental. Saat ini managing editor Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!