Festival Film Madani 2020: Rediscovery untuk Persaudaraan dan Toleransi

Menginjak tahun ketiga, Madani Film Festival kembali digelar pada 20 November hingga 4 Desember 2020. Madani Film Festival adalah festival film berskala internasional yang bertujuan untuk menggambarkan kehidupan kaum Muslimin di pelbagai belahan dunia.

Dengan festival ini diharapkan khalayak di Indonesia lebih memahami beragamnya kehidupan, nilai-nilai islam, mimpi dan harapan dari kaum Muslimin yang lain, yang pada gilirannya menumbuhkan rasa persaudaraan dan toleransi antar umat manusia.

Dipersembahkan oleh Dewan Kesenian Jakarta, Madani Film Festival di tahun ini mengangkat tema Re(dis)covery. Tema ini diambil dari kata recovery yang bermakna pemulihan, dan rediscovery yang berarti penemuan kembali.

Madani Festival diselenggarakan untuk membawa semangat menjadikan film sebagai medium dialog, bahwa di tengah upaya pemulihan bagi dunia yang tengah dilanda pandemi, selalu ada ruang bagi penemuan kembali hal-hal yang penting, sehingga manusia bisa selalu berada dalam upaya memperbaiki dan memaknai hidup.

“Komite Film Dewan Kesenian Jakarta mengapresiasi dan mengiktikadkan Madani Film Festival sebagai sebuah platform yang unik dan mampu menawarkan kepada ekosistem perfilman, setidaknya di Jakarta, sebagai sebuah wadah yang inklusif dan ruang konstruksi pengetahuan film yang bernafas Islami,” jelas Danton Sihombing, Ketua Dewan Kesenian Jakarta dalam konferensi Madani Film Festival yang diselenggarakan pada 17 November 2020

Berbeda dengan dua kali penyelenggaraan di tahun-tahun sebelumnya, Madani Film Festival yang diinisiasi Mizan Publika dan Pabrikultur, akan menggelar festival sepenuhnya secara online, sebagai upaya menjaga publik, dan menyesuaikan diri dengan kondisi pandemi.

Putut Widjanarko selaku Dewan Festival Madani menjelaskan bahwa meski digelar online, makna dan semangat dari Madani Film Festival, yang ingin merayakan keberagaman umat muslim dunia tak akan berkurang.

“Madani Film Festival harus tetap berlangsung, meski dengan penyesuaian terhadap kondisi pandemi. Bahkan tahun ini menjadi lebih penting lagi untuk tetap menghadirkan film dan literasi kepada publik, sebab pandemi tak hanya menghantam secara fisik, namun juga mental kita. Kehadiran seni film dan literasi, bisa menjadi salah satu medium pemulihan dan penemuan kembali bagi kita semua yang terpuruk karena pandemi,” jelas Putut Widjanarko.

Inaya Wulandari Wahid, pekerja seni yang juga tergabung ke dalam anggota Dewan Festival Madani mengungkapkan pentingnya menemukan bentuk baru dan untuk pulih

“Di tengah masalah-masalah yang ‘terpaksa’ kita hadapi, dan juga menghadapi kejenuhan akan ketidakpastian, kita mulai belajar untuk memandang ulang segala sesuatu, menemukan cara-cara baru dari tumpukan hal-hal lama, menemukan arti-arti baru dari apa yang selama ini sudah ada. Kita berupaya untuk pulih atau recover dengan cara menemukan bentuk-bentuk baru dari yang sudah kita miliki, melalui discover. Ini yang menjadi harapan kami melalui pemutaran-pemutaran film, diskusi-diskusi dan program-program yang dimunculkan selama Festival Madani berlangsung.”

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Madani Film Festival 2020 RE(DIS)COVERY juga akan menghadirkan berbagai film dari banyak negara, dengan harapan melalui film, masyarakat Indonesia bisa memahami dan belajar tentang keberagaman kebudayaan kaum muslim di belahan dunia lain.

 “Selain film dalam negeri, kami juga akan menghadirkan film dari negara-negara seperti Iran, Afghanistan, Thailand dan beberapa negara lain,” ucap Sugar Nadia, Direktur Festival dari Madani Film Festival 2020.

Tak hanya pemutaran film, Sugar menyebut akan ada program penting lain di Madani Film Festival 2020. Program-program itu antara lain, serial diskusi publik, workshop dan peluncuran buku. Salah satu buku yang akan diluncurkan dalam Madani Film Festival adalah Memoar Garin Nugroho: Era Emas Film Indonesia, karya Garin Nugroho, yang juga salah satu anggota Dewan Festival Madani.

Program-program Madani Film Festival dapat diikuti masyarakat luas secara online melalui platform Kwikku.com, Viddsee, serta kanal YouTube Madani Film Festival dan kanal YouTube Dewan Kesenian Jakarta.

“Tentu saja penyelenggaraan secara online memiliki tantangan tersendiri, mengingat kami juga baru kali ini menggelar festival secara full-online. Namun hal positifnya, festival ini bisa dinikmati oleh masyarakat di berbagai penjuru Indonesia secara langsung,” lanjut Sugar.

Lisabona Rahman, film programmer Madani Film Festival yang juga merupakan pelaku arsip dan studi film yang saat ini sedang bermukim di Berlin, Jerman menyatakan pentingnya film sejarah yang mengetengahkan komunitas

“Sejarah budaya komunitas muslim sangat panjang, dan kita bisa mempelajarinya dari film-film yang dibuat dalam komunitas kita. Untuk itulah kami menghadirkan dua film dalam program Madani Classic. Film pertama dari Thailand yang berjudul “Butterfly and flowers” yang dirilis pada tahun 1985. Film ini akan menjadi film penutup Madani Film Festival. Film kedua dari Afrika berjudul Shahihu Umar, hasil adaptasi dari novel yang ditulis oleh perdana menteri pertama Nigeria dan dirilis pada tahun 1976.”

Program lain yang yang tak kalah menarik adalah East Cinema : Filming Afghanistan, dengan programmer Sofia Setyorini (Pendiri East Cinema).

“East Cinema menawarkan kita untuk menengok film-film Afghanistan yang mungkin selama ini jarang kita bicarakan. Para pembuat film di Afghanistan sejatinya telah lama hidup di tengah badai konflik tak berkesudahan. Betapa dalam tiap detik, mereka bertaruh nyawa. Lalu bagaimana dengan film-film dari wilayah konflik seperti Afghanistan? Saya terkejut dengan film-film yang dihasilkan dari negara ini.  Dan saya bisa katakan bahwa film-film Afghanistan memiliki kualitas yang tidak kalah dengan film dari negara-negara lain yang tidak ada perang atau konflik.”

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!