Zakat Perempuan: Minimnya Donasi Bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

Minimnya donasi yang bisa digunakan para perempuan korban kekerasan seksual untuk menuntaskan kasus yang mereka alami, masih dirasakan hingga kini. Ini membuktikan, memang belum banyak donatur yang mendonasikan uangnya untuk perempuan korban. Sedangkan support dari pemerintah juga tak memadai. Dan sayangnya, kondisi ini belum dilihat oleh lembaga filantropi sebagai indikator utama untuk memberikan zakat bagi perempuan korban.

Banyaknya kasus perempuan korban kekerasan seksual belum sebanding dengan dana yang bisa digunakan oleh korban untuk menuntaskan persoalan yang dialaminya. Paling tidak belum banyak publik yang melirik dan menganggap penting donasi untuk perempuan korban untuk mendukung penuntasan masalah kekerasan.

Sedangkan upaya dukungan dana dari pemerintah untuk mendukung korban juga masih minim.

Padahal banyak perempuan korban KDRT misalnya, mereka membutuhkan rumah aman secara cepat karena bisa jadi pelakunya adalah suaminya yang setiap hari dijumpainya.

Di Jakarta, ada Lembaga  Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) dan aktivis, Hartoyo yang kemudian secara konsisten melakukan penggalangan dana bagi perempuan korban kekerasan seksual, dari membuka rekening ke publik, mengadakan konser musik, fashion show hingga menjual barang-barang pre-loved. Namun jumlah lembaga dan individu yang melakukan ini belum sebanding dengan banyaknya jumlah perempuan korban kekerasan seksual di Indonesia

Masih minimnya donasi untuk perempuan korban kekerasan seksual membuat Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis  Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta, akhirnya meluncurkan 2 buah buku zakat untuk perempuan korban kekerasan seksual.

Buku zakat ini diharapkan bisa memecahkan kebuntuan belum banyaknya donasi untuk perempuan korban kekerasan seksual. Buku pedoman bagi donatur untuk memberikan donasinya bagi perempuan korban. 2 buku zakat ini yakni ‘Zakat dan Wakaf Uang untuk Pemberdayaan Perempuan’ dan ‘Zakat untuk Korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ‘ini diluncurkan pada 15 Desember 2020 dalam rangkaian Kampanye Internasional 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan

Yulianti Muthmainnah, penulis buku dan Ketua Pusat Studi Islam, Perempuan, dan Pembangunan (PSIPP) Institut Teknologi dan Bisnis  Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta mengatakan bahwa buku ini diluncurkan di tengah minimnya dukungan bagi perempuan korban kekerasan seksual ataupun korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga/ KDRT.

“Ada budaya menyalahkan korban ketika korban keluar malam, ketika korban berjalan sendiri, pakaian dianggap tidak menutup aurat dan berbagai streotype lain sehingga korban semakin terpuruk, bahkan ada diantara korban yang memilih bunuh diri karena tekanan psikis yang kuat.”

Para korban kekerasan seksual juga menjadi miskin akibat kasus karena harus mengeluarkan uang, waktu dan persiapan psikis untuk pemulihan jangka panjang. Dan sayangnya, kondisi ini belum dilihat oleh lembaga filantropi sebagai indikator utama untuk memberikan zakat untuk mereka. Inilah yang menjadi alasan utama  penulisan buku ini

Selama ini fatwa organisasi-organisasi keagamaan selama covid-19 juga kurang memperhatikan isu perempuan.

“Tidak ada fatwa yang meminta suami menahan diri dari perilaku KDRT, meminta semua orang dalam rumah tangga terlibat dalam kerja-kerja rumah tangga. Juga tidak ada fatwa yang mengharamkan laki-laki di ruang publik melakukan kekerasan seksual. Dampaknya, perempuan yang menjadi korban dimasa covid-19 meningkat,” kata Yulianti Muthmainah

Padahal perempuan korban memenuhi empat indikator asnaf (golongan) mustahik (penerima zakat). Selain itu, mengambil studi kasus di Lampung, PSIPP ITB-AD menggandeng DR. Suhairi, Wakil Rektor IAIN Metro juga menemukan fakta bahwa zakat dan wakaf uang juga belum menyentuh aspek  perempuan kepala keluarga, perempuan pekerja rumah tangga, maupun perempuan yang menjadi tulang punggung nafkah kekuarga yang berhak atas zakat dan wakaf uang. 

Jika kita lihat, maka ada 15 indikator duafa dimana banyak perempuan yang masuk di dalamnya, yaitu antaralain: janda, perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga atau pencari nafkah, penghasilan tidak tetap atau kerja serabutan, pendapatan di bawah Rp. 1 juta/ bulan, tidak tamat SD, korban KDRT, Kartu Keluarga lebih dari 1, anak lebih dari 3, angka kematian ibu akibat melahirkan (lebih kurang 2 bulan setelah melahirkan) atau karena hamil, angka kematian bayi atau anak, disabiltas, sakit menahun, rumah tidak permanen, tidak ada kamar mandi/ toilet, tidak ada tv , motor dan benda elektronik yang bisa dijual secara cepat

Rektor ITB AD Jakarta, Mukhaer Pakkanna dalam launching tersebut menyatakan bahwa kegiatan ini sebagai ijtihad PSIPP ITB Ahmad Dahlan Jakarta untuk pembangunan berkelanjutan (SDGs), memastikan perempuan sebagai subyek.

Kampus ITB AD Jakarta sudah mengintegrasikan 15 indikator dengan memasukkan perspektif perempuan dalam ibadah sosial, matkul Kemuhammadiyahan sebagai implementasi teologi al-Maun. Sehingga pemberdayaan ekonomi dhuafa berfukos pada perempuan, terutama perempuan korban atau perempuan kepala keluarga.

Staf khusus Menteri Kemenko Bidang Pembangunan Manusia/ PMK, mewakili Menteri Muhajir, Ghafur Akbar Dharma Putra, mengatakan perempuan sebagai kepala keluarga jarang terlihat sebagai subyek pembangunan dan pihak utama yang berhak atas zakat atau wakaf uang. Padahal jika perempuan berdaya secara ekonomi, maka pembangunan berkelanjutan (SDGs) bisa terwujud. Karenanya perempuan jangan ditinggalkan dalam upaya penghapusan kemiskinan melalui zakat ataupun wakaf.

Wakil Menteri Agama RI, mewakili Menteri Agama RI, Zainut Tauhid Sa’adi dalam launching ini menyebutkan potensi zakat, wakaf, infaq, dan shadaqoh di Indonesia terbesar di dunia. Nilai-nilai filantropi tumbuh kuat dalam kehidupan masyarakat. Filantropi ini harus terus didukung dan dikuatkan menyentuh isu perempuan.

Kegiatan bersama antara PSIPP ITB-AD Jakarta dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia ini juga dihadiri Prof. Amelia Fauzi, Guru Besar UIN Jakarta dan pakar filantropi, DR. Suhairi, Wakil Rektor IAIN Lampung, dan DR. Maria Ulfa Anshor, Komisioner Komnas Perempuan. 

Prof. Amelia menyebutkan bahwa buku ini adalah ijtihad kontemporer, memasukkan perempuan korban berhak atas zakat

Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan, juga berharap buku ini bisa berkontribusi besar mendukung para penyintas korban kekerasan seksual atau korban KDRT, karena jumlah korban meningkat drastis di masa covid-19 dan minim dukungan, itu sebabnya, zakat untuk perempuan korban adalah usulan yang patut diapresiasi bersama.

Nurul Amelia

Mahasiswi Universitas Islam Negeri/ UIN Jakarta, Korps Immawati
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!