Siapa Aku: Perempuan dan Laki-Laki Punya Jawaban Berbeda

Pertanyaan tentang siapa aku, adalah pertanyaan yang sering ditanyakan ketika saya pertamakali melakukan studi filsafat. Pertanyaan tentang aku yang perempuan, pasti berbeda dengan aku yang laki-laki.

Beberapa hari lalu, dua orang sahabat saya, Fendy dan Edward mengajukan pertanyaan tentang: siapa aku?

Pertanyaan itu adalah pertanyaan mendasar yang diajukan bukan kepada orang lain, melainkan kepada diri kita sendiri. Selain pertanyaan itu, ada pertanyaan lain yang mendasar dan selalu diajukan seperti, mengapa kita lahir ke dunia ini? Mengapa kita harus meninggal? Mengapa segala hal yang kita raih tidak bisa memberikan kita kebahagiaan yang sejati? Mengapa semuanya harus kita lepas, ketika kita meninggal?

Semua orang pasti pernah bertanya tentang hal itu. Namun, tidak ada satupun yang bisa memberikan jawaban untuk semua orang. Apa itu kesadaran? Mengapa kita ada? Mengapa kita harus lahir, dan kemudian mati?

Namun, semua itu tidak pernah bisa sungguh menjawab pertanyaan mendasar berikut: Siapa aku sebenarnya?

Pertanyaan tentang siapa aku perempuan, juga punya esensi yang berbeda dengan siapa aku laki-laki, karena perempuan dalam filsafat seringkali disebut sebagai yang liyan, tak banyak ditulis. Dalam konstruksi sosial kita, perempuan juga sering diabaikan. Jadi menjawab siapa aku yang laki-laki dan siapa aku yang perempuan, pasti punya jawaban yang berbeda.

Apalagi jika punya ekspresi gender yang berbeda, sudah dianggap liyan, tak pernah disebutkan pula dalam literatur sejarah dan minim di studi filsafat. Ini tentu akan lebih sulit lagi dijawab daripada siapa aku yang perempuan dan siapa aku yang laki-laki

Kita bisa menyadari jati diri kita dengan bertanya, siapa saya? Mengapa kita hidup di dunia ini? Sejuta pertanyaan kehidupan berakhir pada pada pertanyaan, ”siapa saya sebenarnya”.

Yang muncul adalah kesadaran akan gerak nafas kita. Kita berakar di keadaan di sini dan saat ini. Kita tidak lagi menilai keadaan sekitar kita.

Ketika ini terjadi, kita bergerak dari ranah pikiran ke ranah sebelum pikiran. Ini bisa disebut kesadaran akan  ”kekosongan dan kesunyian.

Namun kesadaran berikutnya adalah kesadaran yang disuntikkan oleh lingkungan yang membesarkan kita. Tentu ini tak pernah kosong atau bukan sesuatu yang sunyi, karena lingkungan kita kemudian memberikan penilaian, konstruksi sosial yang selama ini banyak terjadi.

Dalam kesadaran inilah saya bisa menjawab bahwa siapa aku yang laki-laki akan berbeda dengan siapa aku perempuan, dan siapa aku yang punya ekspresi gender yang berbeda.

Siapa aku laki-laki adalah yang dia yang selama ini banyak berkuasa, sudah sering ditulis dalam sejarah, banyak menjadi bahan perbincangan. Sedangkan siapa aku yang perempuan dan ekspresi gender yang berbeda, adalah aku yang jarang dituliskan, bahkan tak diakui eksistensinya di dunia ini.

Ini membuat saya berpikir bahwa pertanyaan tentang: siapa aku adalah pertanyaan yang harus dijawab oleh kita semua, lingkungan kita dengan kesadaran baru bahwa pertanyaan ini tak bermakna kosong, namun ini pertanyaan politis karena sejarah jarang menuliskan tentang perempuan dan ekspresi gender yang berbeda.

Lalu siapa aku? Aku adalah jawaban atas ketidaksadaran kita selama ini

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Honing Alvianto Bana

Lahir di Kota Soe, Nusa Tenggara Timur. Suka Bertani dan beternak. Tulisannya ditulis di berbagai media. Bisa disapa lewat akun facebook: Honing Alvianto Bana
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!