Nikah Muda Itu Tidak Keren, Perempuan Muda Kampanye Stop Perkawinan Anak

Sejumlah komunitas anak muda bertumbuh di kota-kota di Indonesia. Komunitas Senyum Puan, adalah salah satu komunitas yang terdiri dari para perempuan muda di Lombok, yang ikut berkampanye stop perkawinan anak di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Ini kemudian menambah marak kampanye stop perkawinan anak yang sebelumnya sudah dilakukan sejumlah organisasi seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) dan Organisasi SANTAI serta organisasi perempuan lainnya disana

Barangkali belum banyak yang mengenal Komunitas Senyum Puan. Ketika saya coba mengetikkan namanya di papan pencarian Google, justru yang banyak muncul adalah deretan berita tentang senyum Puan Maharani, sosok politikus perempuan, anak mantan Presiden, Megawati Soekarnoputri

Akhirnya, saya coba telusuri lagi dengan menambahkan kata kunci: Instagram. Barulah setelah itu nama Senyum Puan tampil di urutan pertama hasil pencarian Google.

Terlahir di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang punya banyak persoalan kasus perkawinan anak, Komunitas Senyum Puan yang terdiri dari anak-anak muda di Lombok kemudian didirikan untuk ikut mengatasi persoalan ini.

Resmi berdiri pada pertengahan bulan Juli 2020 lalu, berbarengan dengan rilis akun Instagramnya, @senyumpuan, founder sekaligus ketua komunitas ini adalah seorang perempuan muda, Ade Lativa Fitri, atau akrab disapa Adel. Ia merupakan Puteri Indonesia Nusa Tenggara Barat/ NTB Intelegensia 2020 dan Duta Anti Narkoba NTB. Adel mengelola komunitas ini bersama beberapa anak muda NTB lainnya

Kasus perkawinan anak di provinsi NTB memprihatinkan. Menurut data Badan Pusat Statistik (tahun 2018), persentase perkawinan anak berusia 17 tahun ke bawah di NTB sebesar 25,36 persen. Hal ini menempatkan NTB di peringkat kelima besar provinsi se-Indonesia dengan persentase perkawinan anak berusia 17 tahun ke bawah, tertinggi.

Keprihatinan ini diperkuat dengan data yang berhasil dihimpun harian Radar Lombok dari Pengadilan Agama. Tercatat dari Januari hingga 8 September 2020 sejumlah 522 anak di bawah umur mengajukan dispensasi untuk melangsungkan pernikahan secara resmi. Jumlah ini belum mencakup data dari Kabupaten Sumbawa Barat dengan rentan usia rata-rata di bawah 19 tahun.

Walaupun telah ada amandemen Undang-Undang Perkawinan pada September 2019 yang menaikkan batas usia minimal bagi anak perempuan untuk bisa menikah dengan izin orangtua dari 16 menjadi 19 tahun, namun angka perkawinan anak di Indonesia masih cukup tinggi.

Jumlah angka perkawinan anak di Indonesia di tahun 2020 ini sebesar 10,82% tahun 2019. Angka ini ditargetkan harus menurun menjadi 8,74% di tahun 2024 dan 6,94% di tahun 2030. Untuk mencapai ini masih dibutuhkan upaya keras dan kolektif dalam memastikan target tersebut dapat tercapai. Data tersebut pernah disampaikan Bappenas dalam Konferensi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak yang diselenggarakan secara daring pada 2 September 2020.

Becermin atas data dan fakta tadi, maka keberadaan komunitas  yang lahir di tengah kentalnya budaya patriarki selalu menuntut kerja serta upaya secara kolektif dan kolaboratif menjadi sangat penting. Sebagai sebuah komunitas anti kekerasan terhadap perempuan, Senyum Puan hadir dengan mengusung fokus untuk pemberdayaan perempuan, penghubung penyintas dengan profesional, dan edukasi masyarakat.

Sejauh ini komunitas yang berbasis di NTB itu melakukan kampanye isu perempuan melalui lini masa Instagramnya, menyediakan Ruang Aman Puan berupa saluran siaga (hotline) peduli hak perempuan, saluran ini dapat diakses dengan mudah sehingga memudahkan bagi setiap perempuan yang hendak berkonsultasi, atau meminta pendampingan karena takut melapor langsung ke aparat hukum.

Memperjuangkan stop perkawinan anak ini merupakan bentuk upaya dalam menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, mendapatkan perlindungan dari kekerasan serta diskriminasi telah diamanatkan undang-undang.

Kolaborasi dengan para anak muda seperti dengan Komunitas Senyum Puan ini sebagai upaya stop perkawinan anak disana.

Sebelumnya, pelibatan dengan anak-anak muda di Lombok ini telah dilakukan berbagai organisasi lain disana seperti Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Organisasi SANTAI yang mengorganisir anak muda untuk berkampanye melalui media dan lingkungan disana.

Mereka berkampanye “Nikah Muda itu Tidak Keren” melalui film dan media sosial. Di Lombok, anak-anak muda inilah yang kemudian banyak mensosialisasikan tentang stop pernikahan anak. Mereka datangi anak-anak muda lain disana dan menyebarkan informasi: bahwa menikah harus di usia dewasa.

Awalnya memang banyak pertentangan, banyak yang bertanya: mengapa kita tidak menikah muda saja? Anak-anak muda yang tergabung dalam organisasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) yang didampingi Organisasi SANTAI menjelaskan dengan telaten tentang bahayanya bagi perempuan jika menikah di bawah usia 18 tahun. Secara mental mereka juga belum siap dalam membangun keluarga dan rata-rata belum bekerja atau berpenghasilan sendiri, akibatnya banyak merepotkan orangtua. Perempuan yang hamil pada usia 18 tahun juga akan membahayakan rahimnya, bisa terkena kanker serviks.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Ahmad Rijalul Fikri

Suka rebahan, tapi tidak senang malas-malasan. Tertarik sama studi Islam dan pesantren, serta isu-isu marjinal. Sedang menempuh pendidikan di PPs Universitas Ibrahimy dan Ma'had Aly Situbondo
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!