Wajib Memakai Jilbab Di Sekolah, Aturan Yang Mendiskriminasi Perempuan

Kewajiban pemakaian jilbab di sekolah-sekolah di Padang, sebenarnya sudah berlangsung lama. LSM Nurani Perempuan bersama Human Right Watch menemukan, kasus seperti ini juga pernah terjadi di sebuah SMP negeri di Padang di tahun 2013. Kewajiban ini diberlakukan seiring banyaknya Peraturan Daerah (Perda) diskriminatif yang marak disana

Lembaga Nurani Perempuan di Padang mencatat, kewajiban ini tak hanya terjadi di sekolah, namun juga terjadi di Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan kantor Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Padang.

Banyak ASN yang diwajibkan menggunakan jilbab. Lalu terpaksa ASN yang non-Muslim akhirnya menyesuaikan aturan ini. Mereka menggunakan baju panjang dan membawa selendang yang bisa ditutupkan di atas kepala.

Kewajiban jilbab di sekolah di Padang, menurut Direktur Nurani Perempuan Rahmi Meri Yenti yang dihubungi www.Konde.co pada 26 Januari 2021, sebenarnya sudah terjadi ketika Padang dipimpin walikota, Fauzi Bahar di tahun 2004 hingga 2014 atau dalam 2 masa periode kepemimpinannya. Kala itu ada kewajiban menggunakan jilbab yang terjadi di seluruh sekolah negeri di Padang. Namun, advokasi persoalan ini di Padang membutuhkan waktu yang sangat lama.

Kasus kewajiban pemakaian jilbab di Padang ini kembali ramai dibicarakan melalui sebaran video. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim bereaksi, ketika viral video orang tua siswi non-Muslim yang menyampaikan protes pada sekolah karena siswi sekolah di SMK Negeri 2 Padang yang diharuskan mengenakan jilbab. Orangtua siswi dipanggil pada Januari 2021 ini.

“Dulu juga pernah ada satu orang yang berani bicara, namun lebih banyak lagi yang tak mau bicara karena tak mau mencari masalah dengan sekolah, maka aturan ini semakin lama semakin langgeng dan terjadi secara terus-menerus. Kasus kewajiban pemakaian jilbab yang dulu terjadi di SMP Negeri Padang di tahun 2013 itu, banyak yang tak mau mempersalahkan karena nanti takut dibully, mau berbicara tapi tak mau dipersoalkan di sekolah. “

Sekarang ini mungkin banyak orang yang sudah tidak tahan lagi dengan aturan-aturan diskriminatif seperti ini

Perda dan Aturan Yang Mendiskriminasi Perempuan

Rahmi Meri Yenti melihat bahwa sebenarnya muara dari persoalan ini karena adanya  peraturan diskriminatif yang terjadi di Padang. Di Indonesia, Sumatera Barat merupakan salah satu daerah yang mempunyai banyak aturan diskriminatif, selain Aceh dan Jawa Barat.

Di Sumatera Barat, selain ada aturan mengatur cara berpakaian perempuan, ada pula Perda jam malam bagi perempuan, juga ada pula rencana aturan ketertiban dan keamanan umum yang jika tidak diawasi akan mendiskriminasi perempuan. Seperti misalnya Satpol PP boleh merazia perempuan hingga sampai kost atau rumahnya, ini sangat mendiskriminasi perempuan

Di Padang, hal-hal seperti ini walaupun sudah terlihat sisi diskriminasi dan perlakuan pengekangannya untuk perempuan, namun selalu saja ada yang pro atau setuju dengan aturan ini, seperti misalnya ada yang setuju jika perempuan memang harus diatur dan menggunakan baju tertutup dan tak boleh pulang malam, karena ini merupakan aturan wajib menurut agama.

Rahmi Meri Yenti mengatakan, padahal konteksnya harus dilihat, bahwa semua warga negara tidak boleh mendapatkan didiskriminasi dan pengekangan tanpa terkecuali

“Kami melihat persoalan ini, banyak yang pro dan kontra karena banyak yang menganggap jika aturan ini baik, mengapa harus dilarang dan ini justru membuat perempuan menjadi lebih baik khan? Padahal seharusnya kita semua mulai membuka diri karena banyak warga negara  dengan agama dan adat yang berbeda, sehingga Perda diskriminatif ini tidak boleh ada lagi,” ujar Rahmi Meri Yenti

Catatan Komnas Perempuan menyebutkan di tahun 2018, terdapat 421 Perda diskriminatif untuk perempuan di Indonesia, Perda ini seperti mengatur jam malam perempuan, mengatur pakaian perempuan.

Komnas Perempuan dalam peringatan 36 Tahun Pengesahan Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan/ CEDAW pada 24 Juli 2020 memasukkan Perda diskriminatif sebagai salah satu catatan penting yang harus dihapus di Indonesia karena menyerang tubuh perempuan

Lembaga Setara Institute dalam survei yang digelar pada September 2018-Februari 2019, menemukan banyak peraturan daerah intoleran seperti Perda diskriminatif yang diproduksi oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yang banyak mengkriminalisasi perempuan.

Rahmi Meri Yenti berharap pada pemerintah untuk serius menyikapi ini, jangan hanya ketika kasus ini viral saja, lalu dibahas. Padahal Perda diskriminatif ini sudah sangat lama diberlakukan, namun selama ini selalu dianggap angin lalu saja, padahal setiap tahun jumlah Perda seperti ini selalu bertambah

“Dulu banyak tokoh hebat di Sumatera Barat yang bicara soal keberagaman, saat ini yang dibutuhkan adalah perubahan kebijakan dan perubahan cara berpikir, jangan sempit cara berpikirnya.”

Di Padang, Nurani Perempuan dan sejumlah organisasi perempuan berkoordinasi dengan Komnas Perempuan, Komnas HAM dan Komisi Ombudsman untuk menyelesaikan kasus ini.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!