Pengantin Pesanan, Modus Trafficking Yang Mengorbankan Perempuan

Pengantin pesanan, apakah itu? Hal yang tak pernah terlintas dalam pikiran setiap perempuan, tapi banyak perempuan menjadi korban pengantin pesanan

Salah satu pengantin pesanan, Mayang yang menjadi korban trafficking bisa keluar dari jeratan kasus setelah posting kondisi yang ia alami di media sosial

Semua peristiwa ini berawal ketika ekonomi keluarga Mayang tak juga membaik. Ibu yang seorang diri bekerja menghidupi Mayang dan adik-adiknya, terus-terusan berhutang karena pendapatannya yang sangat minim.

Diajak oleh salah satu teman, Mayang kemudian dikenalkan dengan salah satu laki-laki Tiongkok. Laki-laki Tiongkok ini berniat untuk mempersunting Mayang menjadi istrinya. Mayang diminta menikah dengan laki-laki itu, dan nanti Mayang akan mendapatkan uang mahar perkawinan. Uang mahar inilah yang bisa digunakan Mayang untuk membiayai hutang-hutang ibunya.

Tertarik dengan semua itu karena yang ada dalam pikirannya hanya satu: menyelamatkan ibu dan adik-adiknya dari ancaman hutang, Mayang kemudian berkenalan dengan laki-laki tersebut dan akhirnya di tahun 2019, ia menikah dan tinggal di Tiongkok. Cerita ini dipaparkan Mayang dalam salah satu pelatihan jurnalisme stop trafficking yang diadakan International Organization of Migration (IOM), pada 15 Januari 2021 melalui daring

Di Tiongkok, ternyata Mayang seperti dikurung. Ia hanya boleh beraktivitas di rumah, tak boleh kemana-mana. Rumah suaminya selalu dikunci dan Mayang ditunggui mertuanya setiap hari agar Mayang tak pergi kemana-mana.

Ia tak tahu bagaimana kondisi kota Tiongkok, di rumah itu ia hanya boleh makan sekali dalam sehari, mengerjakan pekerjaan rumah dan boleh memegang handphone. Namun ia tidak tahu siapa yang bisa dihubungi, siapa yang bisa dimintai tolong, karena tak ada nomor siapapun yang bisa ia ingat.

Dalam masa-masa itu protes Mayang pada suaminya tak pernah dihiraukan. Menghubungi temannya yang mengenalkannya dengan suaminya, juga tidak bisa.

“Saya tidak mengenal siapapun disana dan bingung mau meminta tolong siapa dalam kondisi ini, saya tak bisa kemana-mana, hanya di rumah,” kata Mayang

Ternyata dalam masa-masa itu, Mayang kemudian mengetahui bahwa dirinya telah dijual. Ia hanya mendapatkan sekitar Rp. 15 juta sebagai uang mahar, sedangkan temannya mendapatkan lebih dari Rp. 200 juta dari laki-laki Tiongkok yang menjadi suaminya itu.

Hari-hari berikutnya adalah hari kemalangan bagi Mayang, ia mengalami kekerasan dari suaminya.

“Dalam sehari hanya makan 1 kali di saat suami Mayang pulang dari bekerja, tidak boleh keluar rumah, tidak diberi uang belanja ataupun uang untuk dikirim kepada keluarga di Indonesia, lalu mendapat kekerasan,” kata Mayang

Selain itu Mayang juga harus mengikuti pengobatan agar cepat memiliki anak.

“Jika suami bekerja, rumah selalu dikunci dari luar rumah sehingga ia tidak bisa melarikan diri.”

Di Indonesia dalam catatan IOM, banyak perempuan yang kemudian menjadi korban pengantin pesanan seperti Mayang. Ia dijanjikan menikah, namun ternyata dijual. Disana mereka juga diperlakukan sangat buruk oleh suaminya. IOM menyatakan tindakan ini sebagai tindakan trafficking atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO)

Trafficking adalah tindakan yang dilakukan dari perekrutan hingga penempatan yang mengorbankan seseorang. Jika ada korban yang mengalami ini, maka ini disebut sebagai korban trafficking

Mencari Bantuan di Sosial Media

Karena tidak kuat dengan kondisi ini, untuk pertama kalinya Mayang setelah 3 bulan disana, mencoba kabur dari rumah suami, ia mendatangi kantor polisi terdekat, tetapi oleh pihak kepolisian Mayang dikembalikan kepada temannya yang menjadi agen tenaga kerja yang ada di Tiongkok dan dipulangkan kembali ke rumah suami. Alhasil Mayang kembali mendapatkan kekerasan fisik seperti ditampar, dipukul.

Pernyataan yang sangat mengejutkan dari agen Indonesia yang membawa Mayang adalah: jika belum ada darah yang keluar, dari pihak agen tidak bisa membantu. Tapi pernyataan ini tak pernah membuat Mayang putus asa dan selalu berusaha.

Kesempatan untuk pergi dari rumah tiba-tiba saja terjadi lagi ketika suatu hari mertuanya tak datang untuk menjaganya. Sebelum kabur dari rumah, Mayang beberapa minggu sebelumnya berusaha menggunakan media sosial dan menceritakan kondisi yang ia alami disana, ia mencari berbagai kemungkinan agar bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Ia meminta tolong pada siapa saja melalui media sosial agar ia bisa pulang ke Indonesia.

Di media sosial itulah Mayang kemudian bisa berkomunikasi dengan salah satu selebritis di Indonesia yang kemudian menolongnya dan menghubungkan Mayang dengan Organisasi buruh migran, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

“Saya minta tolong dan mention ke beberapa orang di media sosial.”

SBMI kemudian menolong untuk memulangkan Mayang dari Tiongkok ke Indonesia. Perjuangan itu yang melegakan, Mayang akhirnya bisa pulang ke Indonesia

Menuntaskan Kasus Pengantin Pesanan

Bersama SBMI, Mayang kemudian mengadvokasi kasusnya dengan melaporkan agen tenaga kerja yang merupakan temannya ke Kepolisian Jakarta Barat. 

SBMI melapor ke polisi di Jakarta Barat dengan laporan bahwa Mayang telah menjadi korban TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang), tetapi sangat disayangkan, sudah 1 tahun perjalanan kasusnya, sampai saat ini masih dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) polisi dan belum ada kelanjutannya.

“Sudah 1 tahun dan masih di BAP polisi, belum ada kelanjutannya,” ujar Mayang

Mayang dan SBMI berharap negara bisa memperhatikan kejadian yang merugikan perempuan ini, karena kasus ini sudah 1 tahun masih mangkrak dan belum tuntas sampai sekarang.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Osi NF

Designer grafis. Menyukai hal-hal baru dan belajar di media online sebagai tantangan awal. Aktif di salah satu lembaga yang mengusung isu kemanusiaan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!