Isu Inklusivitas Diberitakan Media, Narasumber Non Marginal Masih Dominan

Akhir tahun 2020, Remotivi meluncurkan riset indeks media inklusif: sebuah rapor jurnalisme daring dalam pemberitaan kelompok marginal di Indonesia. Hasil riset menunjukkan, media sudah memberitakan isu marjinal, namun masih minim menghadirkan suara dari narasumber kelompok marjinal dalam pemberitaan

Dalam riset ini, Remotivi menganalisis empat klaster pemberitaan tentang kelompok marginal di kanal berita daring untuk isu perempuan yang mengalami kekerasan, komunitas religius, keberagaman gender dan seksualitas, dan orang dengan disabilitas.

Roy Thaniago, peneliti utama dari riset ini menuturkan bahwa survei ini penting karena kita bisa melihat tentang bagaimana media memberitakan ruang bagi kelompok marginal untuk bersuara.

Ada 10 portal berita yang mereka teliti dalam riset kali ini, yaitu Detik.com, CNNIndonesia.com, Okezone.com, Liputan6.com, Kompas.com, Tribunnews.com, Republika.co.id, Tempo.co, Tirto.id, dan Suara.com. Dasar pemilihan media tersebut, kata Roy, diambil dari ragam kepemilikan media, popularitas di Alexa.com, dan ragam jenis media (digital native vs digital immigrant media).

Digital native merupakan media yang sejak awal berdiri sudah berbentuk daring, sedangkan digital immigrant media merupakan media yang mulanya merupakan media cetak kemudian bertransformasi menjadi digital,” ujar Roy saat dihubungi Konde.co (24/12/2020).

Ada 1.938 sampel berita yang dianalisis oleh Remotivi. Mereka menggunakan Semut, mesin news crawler yang dibikin Remotivi untuk mengumpulkan artikel berita berdasarkan kata kunci.

Ada dua aspek penilaian yang mereka gunakan untuk menghasilkan skor IMI yakni aspek standar jurnalisme sebagai pengukur mutu berita dari prinsip paling dasar jurnalisme dan aspek afirmasi media untuk mengukur tingkat dukungan media terhadap kelompok marginal.

Artikel yang diteliti oleh Remotivi tersebut terbit dalam rentang waktu 1 Januari 2019 hingga 31 Desember 2019. Sebagai antisipasi kemungkinan adanya pengambilan artikel yang tidak relevan oleh web scraper, para peneliti menggunakan 2 kelompok sampel yakni kelompok sampel utama dan kelompok sampel cadangan.

Total artikel akhir yang diteliti oleh tim Remotivi yakni 229 artikel untuk klaster Komunitas Religius, 489 artikel untuk klaster Disabilitas, 558 artikel untuk klaster Minoritas Seksual, dan 662 artikel untuk klaster Perempuan dalam Kekerasan.

Menurut penliaian survei Indeks Media Inklusif 2020, Tirto.id memiliki skor tertinggi yakni 7,14, diikuti oleh Tempo.co (6,75), Republika.co.id (6,67), CNNIndonesia.com (6,51), Kompas.com (6,4), Liputan6.com (6,34), Detik.com (6,22), Suara.com (6,07), Okezone.com (5,86), dan Tribunnews.com (5,77).

Namun, kata Roy, Tempo.co menjadi media dengan peringkat pertama bila hanya melihat pada klaster disabilitas, kemudian diikuti oleh Tirto.id dan Republika.co.id. Saat ini, Tempo.co memiliki rubrik khusus disabilitas.

Selain itu, Remotivi juga melakukan survei inklusivitas yakni penilaian berita yang dilakukan oleh dua puluh individu dari kelompok marginal. Ada lima variabel yang digunakan: penggunaan judul, sudut pandang/bingkai, komposisi narasumber, tone pemberitaan, dan representasi kelompok marginal.

Hasil dari survei tersebut, Tirto.id menempati peringkat pertama yakni 6,12, diikuti oleh Republika.co.id (5,78), Liputan6.com (5,59), CNNIndonesia.com (5,39), Tempo.co (5,1), Kompas.com (5,01), Okezone.com (4,95), Suara.com (4,72), Detik.com (4,43), dan Tribunnews.com (4,39).

Bila melihat dari aspek standar jurnalisme, Tirto.id juga menempati peringkat pertama, disusul dengan Republika.co.id, dan Tempo.co. Sedangkan pada aspek afirmasi media, Tirto.id juga menempati peringkat pertama, kemudian peringkat kedua dan ketiga yakni Tempo.co dan Republika.co.id. 

Sayangnya, meski media-media tersebut menerbitkan pemberitaan tentang orang dengan disabilitas, mereka belum menghadirkan suara bagi kelompok yang diberitakan.

“Riset ini menunjukkan bahwa ‘narasumber non-marginal’ diberikan ruang sebesar 80,8%, sementara ‘narasumber marginal’ hanya 18,7% (ada 0,5% narasumber yang tidak teridentifikasi profilnya). Padahal, memberikan ruang bagi narasumber marginal berkorelasi dengan tone berita: narasumber marginal cenderung memberikan tone positif (78,6%), sementara narasumber non-marginal hanya memberikan tone positif sebanyak 36,1%. Artinya, semakin banyak ruang disediakan bagi kelompok marginal yang dibicarakan dalam berita, semakin baik tone berita bersangkutan,” tulis para peneliti dalam hasil riset mereka.

Aksesibilitas situs atau keramahan fitur dan desain media terhadap pembaca tunanetra juga diukur dalam riset yang dilakukan Remotivi. Mereka menghadirkan dua orang tunanetra untuk memberikan penilaian, serta menggunakan mesin pengukur aksesibilitas wave.web.aim.com

Untuk mengukur aksesibilitas situs, tim peneliti menggunakan dua sampel artikel berita dari tiap media untuk dianalisis, sehingga jumlah artikel yang dianalisis ada 20. Ada tujuh penilaian yang mereka gunakan yakni fitur skip to content, penerapan elemen “heading”, berfungsinya tombol “close” lewat screen reader pada iklan pop-up, berfungsinya fitur “skip” untuk mendeskripisikan gambar, berfungsinya fitur “alt. description” untuk mendeskripsikan konten dari sebuah tautan, dan berfungsinya fitur “alt. text” untuk mendeskripsikan fungsi dari tombol-tombol di situs.  Hasilnya, Okezone.com menjadi media dengan skor tertinggi.

Media Belum Memiliki Panduan Pemberitaan Internal

Roy Thaniago membeberkan, dalam wawancara yang dilakukan oleh tim riset mereka kepada redaksi Tirto.id dari berbagai tingkatan: pemimpin redaksi, editor, hingga jurnalis, mereka menemukan bahwa di dalam dapur redaksi mereka belum ada panduan penulisan untuk isu kelompok marginal.

Isu kelompok marginal yang diangkat oleh mereka bukan juga hal yang terprogram, sehingga karakter inklusi itu bukan peran institusi.

“Jadi penulisan yang baik itu bukan karena ada standar dari ruang redaksi mereka, tapi karena individunya yang paham cara menulis isu kelompok marginal,” ujar Roy kepada www.Konde.co

Catatan-catatan tersebut, kata Roy, ditulis oleh tim peneliti di bagian akhir laporan riset mereka. Sebagai contoh, Tirto.id pernah melakukan kesalahan ketika menulis isu pedofilia, mereka menggunakan kata “mencabuli”, mengikuti pernyataan dari polisi. Padahal kata tersebut justru memperhalus kata pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku.

Roy mengatakan bahwa tim Remotivi berusaha menyajikan riset ini setiap tahun. Ia pun juga menyampaikan bahwa riset ini masih akan terus diperbaiki di masa mendatang.

“Kami sih penginnya ke depan, jumlah media yang kami teliti lebih banyak. Kali ini kami memutuskan hanya sepuluh media karena mempertimbangkan waktu penelitian. Terkait penulis di setiap media yang membuat tulisan tentang kelompok marginal apakah penulis yang sama atau berbeda, dan bagaimana perspektif masing-masing penulis, kami juga belum meneliti sampai ke situ, mungkin bisa menjadi masukan ke depan,” tandasnya.

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

Tika Adriana

Jurnalis yang sedang memperjuangkan ruang aman dan nyaman bagi semua gender, khususnya di media. Tertarik untuk mempelajari isu kesehatan mental. Saat ini managing editor Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!