Bela Diri, Cara Perempuan Lawan Kekerasan Seksual

Nigeria adalah salah satu dari sepuluh negara paling berbahaya di dunia bagi perempuan. Salah satu organisasi disana mengajak para perempuan melakukan bela diri yang mereka anggap sangat tabu. Ini dilakukan untuk melawan kekerasan seksual

Perempuan Nigeria adalah salah satu kelompok yang paling menjadi korban kekerasan seksual di dunia. Para perempuan di Negeria, Afrika kerap menjadi korban pelecehan seksual, perdagangan manusia, penculikan, kawin paksa dan perkosaan.

Ketika mereka pergi ke sekolah atau kantor, perempuan Nigeria rentan terhadap serangan, sementara pemerintah dan saudara laki-laki mereka tidak cukup memberi perlindungan.

Keberadaan sebuah organisasi di Lagos, kota terbesar di Nigeria, yang kini menawarkan kelas bela diri bagi perempuan, ditanggapi positif. Nigeria adalah salah satu dari sepuluh negara paling berbahaya di dunia bagi perempuan. Kurangnya aturan hukum yang melindungi perempuan diperparah dengan buruknya penegakan hukum dan tradisi yang memaksa perempuan tidak bersuara ketika menghadapi kekerasan gender.

Muak dengan penganiayaan fisik, sejumlah perempuan Nigeria kini mengikuti kelas bela diri. Salah seorang diantaranya adalah Adeola Olamide.

“Kelas bela diri ini benar-benar membuka mata saya. Saya suka fakta bahwa saya dapat melindungi diri saya sendiri. Setidaknya saya dapat melindungi diri dan jika saya ingin membalas serangan, saya dapat melakukannya dengan cepat. Jadi ini baik,” kata Adeola.

Di Nigeria, bahkan di kota besar seperti Lagos, perempuan yang belajar bela diri menghadapi banyak sekali kecaman.

“Ini aneh! Sangat aneh mendengar bahwa perempuan yang ingin membela diri dari aksi kekerasan justru mendapati dirinya dalam posisi di mana ia harus menjelaskan mengapa perlu membela diri,” kata Adeola.

“Tidak ada yang mendengarkan, mereka hanya ingin memberitahu bahwa sebagai perempuan, kita tidak seharusnya tunduk. Mereka mengatakan bahwa kita sudah menjadi feminis dan perlu mendengarkan semua hal yang sedang terjadi. Tapi di Afrika mereka tidak suka hal itu,” tambahnya.

Penyelenggara kursus bela diri bagi perempuan mengatakan tradisi yang sudah mengakar ini sangat sulit diubah.

“Tabu itu berasal dari fakta bahwa tekanan sosial, persepsi lingkungan dan juga dari dalam diri perempuan itu sendiri yang tidak memiliki kepercayaan diri bahwa mereka benar-benar dapat meraih sesuatu dan melakukan hal ini, atau apa yang diperlukan supaya mahir bela diri,” kata Rehia Giwa-Osagie di Elite Box Gym.

Baru tiga bulan lalu Nigeria mengadopsi kebijakan untuk mendaftar pelaku serangan seksual secara nasional, membuat database orang-orang yang dihukum karena melakukan kekerasan seksual sejak tahun 2015.

Meskipun langkah ini dilakukan untuk menekan aksi kekerasan, para kritikus mengatakan banyak serangan yang tidak dilaporkan karena perempuan dipaksa untuk tidak bersuara. Kursus bela diri di Lagos, yang dilangsungkan oleh kelompok HAM “Women Impacting Nigeria” dan sebuah pusat kebugaran lokal, juga mengajar perempuan untuk berani bersuara.

“Semua orang menceritakan kisah mereka karena di sini mereka bertemu dengan perempuan lain yang juga pernah mengalami hal yang sama dengan yang pernah mereka alami, tetapi sebagian memilih berdiam diri,” kata Tope Imaskeha dari Women Impacting Nigeria.

Mengingat semakin banyak perempuan Nigeria yang bekerja di luar rumah dan menghabiskan lebih banyak waktu di jalan, jauh dari saudara laki-laki mereka, insiden serangan terhadap perempuan kian meningkat. Hingga pemerintah mengambil langkah untuk melindungi perempuan, maka bela diri merupakan satu-satunya opsi bagi banyak perempuan saat ini. [em/ii]

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

(Sumber: Voice of America/ VOA)

Zlatica Hoke

Jurnalis Voice of America (VOA)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!