Platform “Cari Layanan” Bantu Akses Informasi Korban Kekerasan Gender

Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta melaunching platform www.carilayanan.com, sebuah platform untuk perempuan korban kekerasan gender. Cari Layanan merupakan platform direktori lembaga layanan yang menyediakan informasi mengenai bantuan, dukungan, dan layanan lain bagi korban dan penyintas kekerasan berbasis gender di berbagai wilayah di Indonesia

Platform www.carilayanan.com dibuat untuk memudahkan korban kekerasan dalam mengakses informasi dan kebutuhan korban.

Dalam platform ini, pengguna dapat mencari lembaga paling relevan bagi kebutuhan mereka berdasarkan lokasi dan jenis layanan yang dibutuhkan, misalnya bantuan hukum, konseling, atau rumah aman. Pada bulan-bulan mendatang, chatbot media sosial juga akan diluncurkan.

Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta menyadari bahwa perlu adanya pendekatan feminis dalam mengedepankan hak dan perlindungan terhadap perempuan dan kelompok marjinal lain yang menjadi korban kekerasan berbasis gender

“Dengan tingginya laporan kekerasan berbasis gender yang masuk kepada lembaga layanan selama pandemi COVID-19, berarti ada juga kebutuhan layanan yang tinggi,” kata Anindya Restuviani, Direktur, Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta dalam pernyataan pers-nya pada launching platform, 23 Februari 2021

“Kami meluncurkan carilayanan.com karena belum ada platform lengkap di mana korban bisa mengakses informasi tentang semua lembaga layanan di seluruh Indonesia. Dengan adanya carilayanan.com, kami harap korban kekerasan bisa mendapatkan dampingan yang dibutuhkan. Kami juga berharap ini menjadi pemicu bagi pemerintah untuk meningkatkan jumlah maupun kualitas lembaga layanan bagi korban kekerasan.”

Platform ini dibuat berdasarkan penelitian baru yang dilakukan Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta yang menunjukkan bahwa selama pandemi COVID-19, terdapat banyak orang yang mengalami kekerasan berbasis gender untuk pertama kali.

Survei yang dilakukan pada Oktober-November 2020 ini menemukan bahwa sebanyak 22% responden korban mengatakan mereka mengalami kekerasan untuk pertama kali pada saat pandemi, padahal sebelumnya tidak pernah. Dari total 315 responden survei, 55% perempuan dan 36% laki-laki mengalami kekerasan saat pandemi.

Kekerasan berbasis gender (KBG) adalah kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender. Ada beberapa jenis KBG yaitu kekerasan fisik, kekerasan mental (psikis), kekerasan verbal (lisan), kekerasan ekonomi (keuangan), kekerasan seksual, dan kekerasan daring (online).

Penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi dan intensitas KBG juga meningkat sejak awal Pandemi COVID-19. Kekerasan verbal adalah jenis kekerasan yang paling sering dialami korban selama pandemi, sementara kekerasan fisik dan ekonomi adalah dua jenis kekerasan utama yang meningkat. Selain itu, ditemukan juga korelasi positif antara berkurangnya pendapatan rumah tangga dan peningkatan kasus KBG.

Penelitian ini juga menemukan bahwa perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah adalah kelompok yang paling rentan terhadap kasus KBG. Selama pandemi, tempat tinggal adalah lokasi yang paling rentan terjadinya KBG. Namun, hanya sebagian kecil korban KBG yang melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada lembaga layanan. Hal ini kemungkinan terjadi karena rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap adanya layanan pendamping korban di Indonesia.

Survei ini juga menemukan bahwa penyedia layanan pendampingan korban mengalami kesulitan dalam pendampingan, terutama dari sisi finansial, padahal jumlah pengaduan yang mereka terima rata-rata meningkat signifikan. Hanya 1dari 12 responden lembaga menyatakan bahwa mereka mendapatkan bantuan dana tambahan dari pemerintah selama pandemic, responden tersebut merupakan perwakilan lembaga pemerintah.

Selain itu penelitian ini menemukan bahwa hanya separuh korban kekerasan berbasis gender yang melaporkan kekerasan yang dialami. Berdasarkan survei ini, hanya 57% dari korban yang menceritakan tindakan kekerasan yang mereka alami pada orang lain, dan jauh lebih sedikit lagi  atau hanya 9% yang melaporkan kejadian kekerasan pada lembaga layanan.

Kebanyakan korban KBG mempercayakan cerita ini pada temannya, dengan sekitar 40% korban  menceritakan kekerasan yang mereka alami kepada teman. Faktor ideologis dan budaya ikut berperan ketika perempuan harus memutuskan apakah mereka harus melaporkan kasus yang mereka alami ataukah tidak

Penelitian ini juga menyebutkan, perempuan pada umumnya terpaksa mentolerir kekerasan karena antara lain, mereka menginternalisasikan nilai-nilai sosial yang melihat subordinasi perempuan sebagai hal “alami”, bergantung secara ekonomi kepada pelaku dan keyakinan bahwa polisi dan badan hukum tidak akan mendukung korban dan tidak efektif. Maka platform ini adalah salah satu cara yang kemudian bisa diakses korban untuk mendapatkan informasi

Kajian ini selanjutnya menawarkan 4 rekomendasi dalam penanganan kasus KBG, yaitu: dibutuhkan lebih banyak edukasi mengenai KBG untuk meningkatkan tingkat pelaporan, dibutuhkan prosedur pelaporan yang lebih mudah, lembaga layanan perlu lebih menyadari keberagaman korban kekerasan, dan pemerintah perlu memberikan lebih banyak dukungan kepada layanan pendampingan.

Kegiatan Cari Layanan ini dilaksanakan secara bersama oleh Perkumpulan Lintas Feminis Jakarta, LBH APIK Jakarta, LBH APIK Semarang, LBH APIK Sulsel, LBH APIK NTT, dan LBH APIK Medan.

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Osi NF

Designer grafis. Menyukai hal-hal baru dan belajar di media online sebagai tantangan awal. Aktif di salah satu lembaga yang mengusung isu kemanusiaan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!