Tanggal 17 Maret 2021, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan penyiaran pada bulan Ramadhan.
Dalam ketentuan pelaksanaan butir L), KPI menuliskan bahwa “Berkaitan ketentuan point b, selama bulan Ramadhan lembaga penyiaran untuk tidak menampilkan muatan yang mengandung lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), hedonistik, mistik/horor/supranatural, praktek hipnotis atau sejenisnya, mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang, bincang-bincang seks, serta muatan yang bertentangan dengan norma kesopanan dan kesusilaan.
Point B sendiri berbunyi sebagai berikut: Mengingat pada bulan Ramadan terjadi perubahan pola menonton televisi dan mendengarkan radio, maka lembaga penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan P3SPS dalam setiap program yang disiarkan terkait prinsip perlindungan anak dan remaja pada seluruh jam siaran
Menanggapi hal ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai klausul tersebut multitafsir dan berpotensi menghalangi media memberitakan tentang hak-hak kelompok minoritas LGBT, masyarakat adat dan minoritas lainnya.
Ketua AJI Indonesia, Sasmito mengatakan, KPI sebagai lembaga negara seharusnya memiliki tugas dalam menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia
Selain itu, aturan KPI tersebut justru bertentangan dengan Pedoman Perilaku Penyiaran yang mengatur penghormatan terhadap etika profesi. Dalam point M misalnya, KPI menuliskan “media lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 7 Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran.”
AJI menganggap aturan yang termuat dalam poin L) dan M) justru menghambat profesi jurnalis dalam melakukan perannya untuk mendorong terwujudnya supremasi hukum, menegakkan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Tak hanya itu, aturan dari KPI tersebut juga menghambat jurnalis untuk melakukan etika profesinya dalam bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk,” kata Sasmito
Sekjend AJI Indonesia, Ika Ningtyas menyatakan, oleh karena itu, AJI menyerukan pada KPI untuk menghapus poin L) yang berpotensi diskriminatif terhadap kelompok minoritas dalam Surat Edaran Nomor 2 Tahun 2021 dan bisa berdampak pada pemberitaan.
“Selain itu kami juga meminta KPI untuk membuat aturan lebih rinci dan detail agar tidak multitafsir dan berpotensi diskriminatif,” kata Ika Ningtyas
(Foto/ ilustrasi: Pixabay)