Profil Perempuan Dalam “PuanIndonesia” Tampilkan Narasi alternatif Perjuangan perempuan

Ada sejumlah website perempuan yang lahir di tahun 2000-an, salah satunya website PuanIndonesia yang didedikasikan untuk menulis profil-profil dan cerita para perempuan

Ada banyak persoalan kesenjangan di Indonesia, salah satunya adalah persoalan kesenjangan bahasa. Persoalan bahasa ini misalnya terjadi ketika orang “menghaluskan” bahasa yang ternyata justru malah merendahkan subjeknya, misalnya istilah tuan dan puan. Istilah tuan sudah tidak asing lagi di telinga kita, sedangkan istilah puan sangat jarang terdengar. Contoh bahasa antara tuan dan puan ini bisa menggambarkan dengan jelas perjuangan perempuan yang kerap tidak terlihat oleh orang kebanyakan.

Jika kamu mengetik ‘puan Indonesia’ di mesin pencari web, kemungkinan besar kamu akan melihat URL dari PuanIndonesia, website yang didedikasikan untuk narasi perempuan dan perjuangan perempuan. Sepadan dengan inisiatif lain yang ingin mempromosikan kepentingan publik secara daring, PuanIndonesia bisa memberikan contoh bagaimana aktivisme individu yang menyajikan narasi alternatif berkembang menjadi visi kolektif mengenai perjuangan perempuan yang dipromosikan secara daring.

Ketika laman Puan pertama kali dipublikasikan di Maret 2019, jurnalis Mardiyah Chamim, inisiator website ini tidak pernah menyangka bahwa ini akan menjadi referensi alternatif bagi narasi tentang perempuan.

Semua ini dimulai ketika Mardiyah memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya di Majalah Tempo dan bereksperimen dengan apa yang ia sebut sebagai “sebuah inisiatif yang terinspirasi dari semangat kebebasan”. Mungkin bisa dikatakan bahwa kebebasan disini juga merupakan refleksi dari semangatnya untuk melampaui berbagai batasan institusional dalam menulis tentang keadilan di Indonesia.

“Perempuan selalu kurang nampak di berbagai media, apapun medianya. Seringkali cerita perempuan hanya tentang mereka yang berada pada status sosial yang tinggi dan jarang bercerita tentang perjuangan kebanyakan perempuan,” ungkap Mardiyah di awal wawancara bersama EngageMedia di Februari 2021.

Dia sengaja memilih kata “puan” pada proyek ini untuk melambangkan perjuangan dalam mengambil kembali makna serta melawan penggunaan kata puan yang dekat dengan konsep perempuan yang telah didomestikasi dan identik dengan stereotip bias gender.

Artikel pertama yang muncul di PuanIndonesia adalah kisah dari @tjandrawibowo yang keluar dari pekerjaannya untuk mengikuti semangatnya dalam pembuatan video dokumenter hingga akhirnya menjadi rumah produksi film dokumenter sendiri. Sejak saat itu, berbagai kisah perempuan yang jarang didengar dari berbagai provinsi di Indonesia muncul di website ini. Mulai dari kisah Mama Maria Dina dan sarung tenun tradisional miliknya di Lembata, Nusa Tenggara Timur hingga kisah perjuangan Rastaria Tarigan untuk menyelamatkan anaknya dari Thalasemia di Jakarta Selatan ditulis profilnya di Puan Indonesia. Melalui kanal website ini, pembaca dapat mengakses berbagai kisah profil dan perjuangan perempuan yang mungkin tidak akan banyak muncul di media mainstream.

Tidak memakan waktu yang lama untuk website ini menjadi pusat interaksi dari berbagai aktor yang membangun inisiatif kolektif untuk mempromosikan suara-suara alternatif untuk perjuangan perempuan mencapai keadilan. Seperti yang dikatakan oleh Mardiyah, banyak pembuat video independen dan fotografer yang menawarkan jasanya untuk mengembangkan inisiatif ini menggunakan multimedia. Banyak dari mereka tidak meminta bayaran, ia menegaskan bahwa keberlanjutan inisiatif ini bergantung pada kemampuan dalam menggabungkan kepentingan-kepentingan setiap orang untuk tetap berkontribusi dan pemenuhan kebutuhan secara finansial bagi para kontributor.

Latar belakang PuanIndonesia sendiri adalah  inisiatif swadaya yang dipimpin oleh seseorang yang berhadapan dengan keterbatasan sumber daya, baik dalam bentuk personil dan lain hal untuk dapat mengembangkan inisiatif ini. Walaupun masih dalam tahap awal perkembangan, Puan Indonesia telah menunjukkan potensi ruang digital untuk merebut kembali suara-suara perempuan.

Inisiatif daring ini kemudian mengarah ke aksi kolektif yang lebih luas misalnya  #kitabukansekedarangka yang muncul saat pandemi COVID19 menimpa Indonesia di awal tahun 2020. #kitabukansekedarangka adalah kombinasi aktivitas daring dan luring yang melibatkan perempuan dari Papua sampai Aceh untuk menulis cerita mereka mengenai dampak pandemi ini dalam kehidupan perempuan.

Website PuanIndonesia menjadi media untuk membangun kebersamaan dalam melihat pengalaman dari lensa perempuan di masa pandemi, khususnya untuk mereka yang tidak memiliki pengalaman dalam penulisan populer.

Inisiatif ini juga didukung oleh dua menteri perempuan yang saat ini duduk di kabinet presiden Joko Widodo, yaitu Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Keduanya menyumbang tulisan ke dalam project buku kolektif. Sebagaimana sejumlah penulis menyatakannya dalam peluncuran buku di bulan Desember 2020. Inisiatif ini (#kitabukansekedarangka) sangatlah penting dalam dua hal, pertama sejumlah penulis menemukan bahwa proses pengalaman menulis mereka memberikan proses penyembuhan dari berbagai tekanan multidimensi yang terjadi selama masa pandemi Covid 19.

Juga tulisan mereka mengangkat aturan pemerintah yang diciptakan selama masa pandemi tidak peka gender. Lebih jauh lagi dana yang diperoleh dari penjualan buku ini digunakan untuk mendukung kaum perempuan melalui Pekka Foundation (Yayasan Kepala Keluarga). Sebagaimana yang dibagikan Mardiyah dalam percakapan dengan EngageMedia (12/03/2021) inisiatif ini telah menciptakan efek bola salju saat sejumlah penulis di wilayah Maluku dan Papua mulai menciptakan inisiatif yang serupa dengan membawa perspektif kedaerahan mereka sendiri serta menjangkau para orang-orang tua.

Dengan dukungan yang mencukupi dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, potensi PuanIndonesia untuk memelihara sebuah kolektif inklusif yang mendukung perjuangan hak-hak perempuan di dunia maya akan membentuk advokasi dan ranah hak-hak digital di Indonesia di masa depan.

(Foto:Puanindonesia.com)

Indri Saptaningrum

Konsultan Riset untuk EngageMedia, Organisasi Nirlaba yang Bekerja di Bidang Media, Teknologi, dan Budaya, Selengkapnya tentang EngageMedia Bisa Klik: www.engagemedia.org
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!