Yang Perlu Kamu Tahu: Menjadi Pendamping Korban Itu Tak Mudah dan Sering Alami Burn Out

Menjadi pendamping korban itu tak hanya membantu korban menyelesaikan persoalan kekerasan seksual, namun harus menghadapi pelaku dan aparat penegak hukum yang tak berpihak pada korban. Pendamping korban sering mengalami burn out atau perasaan gagal

Selain menemani korban, para pendamping korban juga membantu korban menuliskan kronologi kasus yang dialami korban, setelah itu ketika kasus itu dibawa ke polisi atau ke pengadilan, pendamping menemani korban hingga kasus tersebut selesai.

Pendamping korban juga menemani para korban yang mendapatkan kekerasan dari orang terdekatnya. Karena jika korban merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga atau kekerasan dalam pacaran, maka ia sering mendapatkan kekerasan dan intimidasi dari orang terdekat atau dari keluarganya, ini yang membuat pendamping korban harus berpikir tentang cara, bagaimana korban bisa keluar dari situasi sulit ini.

Jika korban membutuhkan rumah aman, maka pendamping harus mencarikan rumah aman sebagai salah satu jalan keluar untuk menyelamatkan korban. Melihat makin banyaknya jumlah korban perempuan, maka kebutuhan jumlah pendamping korban pastilah sangat tinggi.

Lalu apa saja yang dialami para pendamping korban selama ini? Kadang-kadang para pendamping korban tak sadar ketika kondisi mentalnya juga terganggu dan alami stres.

Seorang pendamping korban kekerasan seksual di sebuah Puskesmas di kawasan Pasar Minggu, Jakarta bercerita, ia sering kepikiran atas apa yang dialami korban. Yang ia sedihkan justru ketika korban ditangani penegak hukum yang tak berpihak pada korban. Dia merasa energi, waktu, dan perasaannya terkuras saat polisi memproses secara hukum kasus yang dialami korban dengan penanganan yang salah.

Pikiran-pikiran inilah yang sering dialami pendamping korban. Maka tak gampang tentu menjadi pendamping korban, karena pendamping harus menghadapi pelaku dan aparat penegak hukum yang sering tak berpihak pada korban. Inilah yang selalu meresahkan pikirannya.

Jane L. Pietra, psikolog di Yayasan Pulih, pernah berbagi pengetahuan dan pengalaman seputar pendampingan. Dalam sebuah pelatihan, ia menjelaskan tentang apa saja yang sering dialami pendamping korban di masa sulitnya:

1.Pendamping Korban Mengalami Burn Out

Burn out adalah perasaan seseorang ketika merasa gagal, lesu karena beban yang terlalu banyak. Rata-rata pendamping korban ini mengalami:

1. Kelelahan sangat

2. Kesedihan, depresi, ketidakberdayaan

3. Kebingungan, kehilangan orientasi

4. Kemarahan, cepat tersinggung

5. Hilangnya kepedulian/ kelembutan

6. Sinisme/kegetiran yang berlebih dan digeneralisasi ke dalam aspek hidup lain

7. Gangguan somatik/ tubuh (sakit kepala, sakit sendi, gangguan perut dll) yang tidak jelas penyebabnya dan tak kunjung sembuh

B. Pendamping Korban Mengalami Kelelahan Kepedulian

Pendamping korban juga sering merasakan kelelahan karena ia terlalu peduli dan banyak berpikir tentang kasus, mereka sering stres memikirkan apa yang menimpa korban karena perlakuan oleh pelaku, ini seperti sebuah perasaan karena tanggungjawab mereka yang besar:

1. Beban tanggung jawab yang memang besar

2. Identifikasi (kelekatan kuat) pada yang didampingi

3. Kepedulian besar, keinginan membantu yang besar, namun terbentur situasi nyata yang sangat sulit.

4. Kesadaran tentang keterbatasan kemampuan

C. Tanda-Tanda Kelelahan Kepedulian

Kita juga mesti mengenali tanda-tanda kelelahan kepedulian yang dialami pendamping korban, karena seharusnya kita memperhatikan satu sama lain:

1. Kelelahan sangat

2. Ketidakberdayaan

3. Kesedihan

4. Kebingungan

5. Perasaan bersalah

Pendamping korban harus menjaga kesehatan

Lalu bagaimana cara agar pendamping korban menjaga kesehatan? Antaralain dengan tidak menyalahkan diri sendiri, karena seringkali pendamping merasa gagal jika korban mendapatkan kekerasan berulang dari pelaku, hal ini sering membuat pendamping korban merasa frustasi yang amat sangat.

Maka untuk jalan keluarnya, para pendamping korban juga bisa berkonsultasi tentang kesehatannya, dan ia juga harus menemui orang yang tepat untuk ia ceritakan kesedihannya dalam mendampingi korban.

Secara fisik, pendamping korban juga membutuhkan makan yang teratur dan bernutrisi, olah raga, pemeriksaan medis secara teratur untuk pencegahan dan penyembuhan.

Juga harus ambil cuti saat sakit dan melakukan kegiatan yang menyenangkan seperti berenang, berlari, bermain, berlibur sekaligus istirahat yang cukup.

Hal penting lainnya adalah punya waktu bersama orang yang menyenangkan dan tetap berhubungan dengan orang-orang yang membantu hidupnya

(Foto/ Ilustrasi: Pixabay)

(Tulisan ini merupakan bahan dari Yayasan Pulih yang disampaikan oleh narasumber dan fasilitator kepada peserta pelatihan “Care For Caregiver” yang dikuti penulis pada akhir tahun 2017 lalu)

Kustiah

Mantan jurnalis detik.com, saat ini menjadi kontributor konde.co dan sedang menempuh studi pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!