Banyak Bahasa yang Mencemooh dan Membungkam Transgender: Stop dan Akhiri!

Saya selalu sedih ketika mendengar kalimat-kalimat yang menyesatkan tentang transgender. Kalimat menyesatkan ini menunjukkan pembungkaman suara transgender melalui bahasa yang sudah terjadi dari lingkungan terkecil kita

Saya sering mendengar kalimat-kalimat dengan bahasa yang menyesatkan, beberapa kalimat yang sering saya dengar tentang transgender:

“Dia khan transgender. Menyalahi kodrat.”

“Dia beda, gak kayak orang pada umumnya.”

“Mereka itu sakit, harus disembuhkan.”

Dalam bahasa sehari-hari saja misalnya, transgender biasanya diartikan sebagai orang yang identitas gender atau ekspresi gendernya tidak sesuai dengan harapan masyarakat atau dianggap menyalahi kodrat.

Aktivitas mencemooh transgender yang tak berdaya posisinya ini adalah bukti bahwa banyak orang yang belum mampu menerapkan keadilan gender dalam bahasa. Lewat bahasa, seksualitas sesorang menjadi dibungkam secara masif melalui bahasa yang sifatnya ganjil dan mencemooh.

Pembungkaman dan pelecehan lewat bahasa ini adalah salah satu kasus kecil diantara banyaknya kasus pembatasan terhadap transgender melalui tekanan yang diberikan masyarakat. Padahal sudah seharusnya kita memberikan ruang pada transgender karena mereka bukan penyakit yang harus dihindari, tetapi seseorang yang haknya harus dilindungi. Namun bahasa yang terlanjur beredar justru sebaliknya. Ini menunjukkan bagaimana kuatnya bahasa dalam membungkam seseorang atau kelompok

Lalu sejak kapan masyarakat mulai mengkotak-kotakkan transgender dalam bahasa yang mereka yakini? Sepertinya ini sudah terjadi sejak hanya ada identifikasi soal perempuan dan laki-laki di dunia ini. Dan sesudah itu, pastilah dibesarkan oleh budaya dan norma-norma. Perempuan diidentikkan dengan gaya yang anggun, kemudian laki-laki harus maskulin atau macho. Mereka tumbuh dengan identitas gender atau ekspresi gender yang dianggap tidak sesuai dengan jenis kelamin yang ditetapkan saat lahir dan akan diberikan stigma berbeda karena dianggap menyalahi kodrat.

Lalu ini semua membesar menjadi kebijakan-kebijakan yang semakin menyesatkan. Ada banyak pelarangan-pelarangan yang kemudian membatasi transgender. Ini menunjukkan bagaimana bahasa yang mencemooh di lingkungan terkecil kita bisa mengubah persepsi masyarakat dan memengaruhi kebijakan secara meluas.

Banyak transgender yang ada di lingkungan saya diperlakukan dengan tidak hormat, terkadang ia dilecehkan, difitnah dan bahkan secara fisik dilukai oleh anggota keluarga sendiri. Ini menambah beban hidup transgender menjadi tak mudah. Transgender selama ini juga dianggap membawa pengaruh buruk di lingkungan saya. Keberadaannya dianggap kurang tepat karena menyalahi aturan atau norma yang ada di lingkungan tempat saya tinggal

Poedjiati Tan dalam Konde.co pernah menuliskan soal bahasa ini, bagaimana bahasa bisa memperngaruhi kehidupan seseorang atau sekelompok orang. Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf ahli linguistik di Amerika, menyatakan bahwa bahasa bisa memengaruhi pikiran, sehingga muncul ungkapan bahwa bahasa akan memengaruhi cara berpikir penuturnya.

Determinisme linguistik adalah klaim bahwa bahasa menentukan atau sangat memengaruhi cara seseorang berpikir atau memersepsikan sesuatu di dunia. Whorf meyakini bahwa kehidupan suatu masyarakat dibangun oleh sifat-sifat bahasa yang digunakan anggota masyarakat tersebut.

Pengaruh bahasa terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan melalui aspek formal bahasa, misalnya tatabahasa (grammar) dan kosakata (lexicon). Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages heavily constrain the conceptual representations available to their speakers” (hal yang terkait dengan tata bahasa  dan kosakata dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut).

Selain pembiasaan (habituation) dan aspek formal pada bahasa, salah satu aspek yang dominan adalah dalam konsep. Sapir dan Whorf menyatakan, masalah bahasa ini memengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang akan menjadi alasan atau landasan dalam berpikir. 

Apakah itu sebabnya mengapa banyak terjadi kekerasan seksual dan pelecehan seksual karena orang memersepsikan sendiri tentang seksualitas dan gender berdasar pengetahuannya dan menggunakan imajinasinya sendiri?

Bahasa adalah media dimana manusia menjadi subjek dan objek faktual yang ditransformasikan  menjadi simbol. Tidak hanya masyarakat umum saja yang sering menggunakan bahasa yang menyinggung dan mencemooh orang, namun juga media, kebijakan, tindakan aparat yang mencemooh dan melanggar

Maka ingatlah, hal terkecil yang bisa kita lakukan adalah memperlakukan orang lain secara baik melalui bahasa, karena itu adalah hal paling mudah yang bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Ravika Alvin Puspitasari

Kesibukan sehari-hari kuliah daring dan mengikuti berbagai diskusi online. Selain itu aktif menulis di Lembaga Institute For Javanese Islam Research. Tertarik dengan isu-isu gender yang sedang berkembang saat ini
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!