Buruh atau kita sebut sebagai pekerja dalam kebijakan kerja adalah pihak-pihak yang menjadi subjek yang seharusnya diperhitungkan. Namun, banyak kebijakan kerja yang tak memperhitungkan posisi buruh. Ini terlihat dalam berbagai kebijakan terkini seperti perubahan kebijakan selama pandemi, dalam UU Cipta Kerja, ketika buruh mengalami kekerasan kerja, dalam revolusi industri 4.0 dan 5.0, yang menjadikan buruh sebagai subjek yang jarang dilibatkan dalam kebijakan perubahan teknologi serta sektor kerja.
Sedangkan dalam kondisi tersebut, buruh masih mengalami persoalan lain. Buruh informal atau buruh precariat yang tak disebut sebagai pekerja, buruh perkebunan, buruh migran, pekerja rentan seperti disable, transpuan, pekerja rumahan, pekerja rumah tangga yang sulit mendapatkan pengakuan dan akses kerja serta banyak mengalami kekerasan, pelecehan dan diskriminasi
Dalam kondisi buruh di hari gini, masih ada persoalan lain, seperti selama ini, kata labour yang masih dipahami secara beragam. Sebagian memilih untuk menyebut dirinya sebagai buruh karena bekerja di pabrik, sebagian lagi menyebut diri sebagai karyawan, sebagian lagi menyebut sebagai profesional.
Penyebutan kata profesi atau profesional dinilai lebih pantas bagi mereka yang bekerja di perkantoran atau lokasi selain pabrik. Kata buruh seolah mengandung makna kelas lebih rendah, tak sejajar dengan staf, karyawan, profesional.
Pengidentifikasian buruh atau pekerja tak lagi hanya mengacu definisi dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dalam undang-undang itu, buruh atau pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan bentuk lain. Saat mengacu pada definisi tersebut, mereka yang bekerja di pabrik maupun perkantoran atau lokasi lainnya seharusnya lepas dari dikotomi kelas, karena buruh adalah pekerja. Pekerja adalah buruh.
Di luar buruh dan pekerja yang dimaknai secara berbeda tersebut, ada pekerja yang memiliki penyebutan tersendiri di hari gini. Mereka yang bekerja dengan relasi kerja dengan fleksibilitas waktu, lebih nyaman disebut sebagai freelance atau pekerja lepas, pekerja yang bekerja dengan menggunakan zoom atau aplikasi digital, pekerja yang bekerja dari rumah atau work from home.
Tantangan bagi ekosistem pekerja tersebut justru ditambah dengan eksklusivitas identitas pekerja yang dilekatkan oleh pengusaha dan menghilangkan potensi gerakan kolektif untuk mewujudkan ekosistem kerja layak dan manusiawi, seperti contohnya pengakuan pekerja sebagai mitra kerja, padahal nyatanya upaya sebutan ini hanya untuk menghilangkan status dan perlindungan bagi pekerja
Festival Pekerja akan mengungkap pemaknaan “pekerja hari gini” berikut relasi kerja yang beragam. Festival Pekerja juga akan mengungkap tentang apa yang terjadi pada buruh dalam masa pandemi, dalam percaturan kebijakan-kebijakan baru perburuhan seperti UU Cipta Kerja yang tak berpihak pada buruh dan mengungkap kekerasan, pelecehan dan diskriminasi yang kerap dialami buruh
Festival pekerja adalah sebuah festival yang digagas oleh berbagai serikat pekerja dan organisasi buruh yang tergabung dalam Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja untuk mempertemukan para pekerja dari beragam sektor baik di perusahaan maupun di luar perusahaan seperti pekerja pabrik, pekerja online, pekerja kreatif, pekerja media, petani, nelayan, pilot dan pramugari, pekerja perbankan, pekerja start up, pekerja film dan sinetron, pekerja NGO/ lembaga, pekerja rumah tangga, buruh rumahan, ibu rumah tangga dan sektor lainnya.
Dengan menggunakan tagline, “Festival Pekerja Hari Gini: Aku, Kamu, Kita Semua Pekerja”, Festival Pekerja ingin menjangkau mereka yang belum mengidentifikasi dirinya sendiri sebagai pekerja atau buruh. Identifikasi sebagai pekerja penting untuk kesatuan kolektif dalam gerakan yang harus diperjuangkan
4 Pemetaan Umum Pekerja Yang Dibahas Dalam Festival Pekerja
1. Kondisi kerja kekinian: situasi pandemi, kerja dengan zoom, PHK, UU cipta kerja, problem penyebutan pekerja sebagai mitra perusahaan, revolusi industri 4.0 hingga revolusi industri 5.0
2. Identitas pekerja yang terlupakan dan pekerja dalam kelompok rentan: Pekerja Rumah Tangga/ PRT, pekerja rumahan, transpuan, ibu rumah tangga, disable dll
3. Pemetaan perjalanan kerja: apa kemunduran dan kemajuan kebijakan dalam situasi ini dan dihubungkan dengan konvensi stop kekerasan di dunia kerja/ KILO 190
4. Perjalanan gerakan buruh dan serikat pekerja merespon situasi ini
Tujuan Festival Pekerja
1.Mengungkap kondisi kerja kekinian
2.Memetakan perjalanan kerja, aturan perusahaan dan kebijakan pemerintah
3.Identifikasi identitas pekerja yang terlupakan
4.Perjuangan gerakan buruh dalam kondisi kerja hari gini
Pelaksanaan Festival Pekerja
Rabu- Sabtu, 28 April- 1 Mei 2021
Media: Webinar
Live Youtube: Yayasan LBH Indonesia
D.ACARA
HARI PERTAMA
Rabu, 28 April 2021
Jam 10.00-12.00 WIB
A.Seminar pembukaan: Pekerja Hari Gini dan Isyarat Gerakan
1. Gerakan buruh kini/ Hizkia Yosie Polimpung (peneliti buruh)
2. Pekerja revolusi 5.0 dan pekerja bukan penerima upah, pekerja hari gini, dll/ Kathleen Azali/ Serikat Sindikasi
3. Kekerasan, pelecehan dan diskriminasi di dunia kerja: KILO 190/ Jumisih Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan Di Dunia Kerja
Moderator: Dian Septi/ FSPBI
Jam 13.00-15.00 WIB
B.Sudahkah setiap orang punya kesempatan kerja yang sama?
1.Pekerja disable: Maulani Rotinsulu/ Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia/HWDI
2.Pekerja transpuan: Jessica Ayudya Lesmana (Cemeti Art Institute)
3.Buruh perempuan/ Nining Elitos/ Ketua KASBI
Moderator: Tika Adriana/ www.Konde.co
Jam 15.00-17.00 WIB
C.Kerja Dalam bayang-bayang Panggung
1.Jacqueline Tuwanakotta/ Pramugari Garuda/ IKAGI
2.Mian Tiara/ Artis
3.Rina/ Pramuniaga Toko
Moderator: Luviana/ www.Konde.co
HARI KEDUA
Kamis, 29 April 2021
Jam 13.00-15.00 WIB
A.Pekerja Bukan Penerima Upah: Potret Diskriminasi Pekerja
Pembicara:
1. PRT: Romzanah Arum – JALA PRT
2. Pekerja rumahan: Ibu Juliani – SPR Sumut
Pembahas:
1. Asfinawati, Ketua YLBHI
2. Ibu Wuwun, Koordinator Nasional Homenet Indonesia
3. Timboel Siregar, BPJS Watch
4. Wuwun/ Hamenet Indonesia
5. Hari Nugroho/ Dosen sosiologi UI
Moderator: Indri Mahadiraka/ TURC
Jam 15-17-17.00 WIB
B.Terkena Sihir Pandemi: Buruh Akar Rumput Bicara
1.Kornelis Wiryawan/ SPN Kaltim
2.Yanti Kurniasih/ buruh pabrik sepatu
3. Eem Rahiman/ buruh pabrik sepatu
4. Nurmayanti/ pekerja medis
Moderator: Sumiyati/ vocal point GBV KSPI
HARI KETIGA
Jumat, 30 April 2021
Jam 13.00-15.00 WIB
Pekerja Hari Gini di Tengah Pandemi
1.Wijatnika Ika/ Pekerja Kreatif
2.Gabriel Mayo/ Musisi
3.Bimo Ario Fundrika/ Divisi Advokasi SINDIKASI
4.Windy Liem/ Divisi Riset SINDIKASI
Moderator: Nurdiyansah Dalidjo/ Divisi Gender SINDIKASI
Jam 15.00-17.00 WIB
Panggung Musik dan Orasi Buruh
HARI KEEMPAT
Sabtu, 1 Mei 2021: Kampanye Kolase Foto
Kampanye kolase foto “Pekerja Hari Gini”
@15 foto cerita “Pekerja Hari Gini”
ORGANISASI PENYELENGGARA: ALIANSI STOP KEKERASAN DAN PELECEHAN DI DUNIA KERJA
JALA PRT, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia/ KSPI, Konfederasi Serikat Pekerja Nasional/ KSPN, Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia/KPBI, Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia/ FSBPI, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi/ Serikat SINDIKASI, Sarbumusi, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia/ KSBSI, Ikatan Awak Garuda Indonesia/ IKAGI, Perempuan Mahardhika, Yapesdi, Trade Union Right Center/ TURC, LBH Jakarta, Public Services International, www.Konde.co, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)