Bayar THR Dicicil, Buruh Perempuan Protes Pengusaha dan Pemerintah

Surat edaran pemerintah tentang pemberian THR yang keluar jelang lebaran membuat para buruh merasa kaget. Surat edaran ini menyebutkan bahwa pengusaha boleh mencicil THR yang diberikan pada buruh.

Dian Septi Trisnanti, aktivis buruh merasa syok ketika tiba-tiba terbit surat edaran yang dikeluarkan pemerintah jelang lebaran. Protes atas Tunjangan Hari Raya (THR) juga terjadi secara meluas. Selama ini mereka selalu mengadvokasi buruh yang tak dapat THR dan yang dipecat menjelang lebaran agar perusahaan tak usah bayar THR, kini masalah ini belum selesai, sudah beredar surat edaran jelang lebaran

Para aktivis buruh yang tergabung dalam Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja memprotes edaran pemerintah serta pengusaha yang memberikan THR namun dicicil. Edaran ini sangat merugikan buruh.

Selain itu mogok juga dilakukan para buruh Pan Brothers di Boyolali yang THR nya dicicil selama 8 kali

Terbitnya Surat Edaran (SE) Menaker Nomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, memupuskan harapan buruh untuk memperoleh THR guna menutup kebutuhan hidup di masa lebaran yang merangkak naik.

SE Menaker ini mengulang kebijakan di tahun sebelumnya, yaitu Surat Edaran Menaker Nomor 6 Tahun 2020, yang melonggarkan kewajiban pengusaha membayarkan THR kepada buruh dengan cara dicicil. Dampaknya, kebijakan ini menyisakan problematika yang tentu tidak menguntungkan buruh.

“Berkat Surat Edaran Menaker tersebut, masih banyak pengusaha yang tidak menyelesaikan kewajiban pembayaran THR tahun lalu sampai sekarang,” kata Dian Septi mewakili Aliansi Stop Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja, aliansi yang terdiri dari serikat buruh, lembaga dan aktivis perburuhan

Tidak hanya itu, SE Menaker ini juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 6 tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/ Buruh yang harus dibayarkan oleh pengusaha secara tunai selambatnya H-7 hari raya keagamaan.

Sementara, SE MenakerNomor M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, justru melonggarkan aturan dengan selambatnya dibayar H-1 hari raya keagamaan atas nama pandemi.

SE Menaker tentang Pembayaran THR 2021  mengatur bahwa keputusan THR dicicil harus melalui kesepakatan buruh dan pemberi kerja, namun kita memahami bahwa ketimpangan relasi antara pengusaha dan buruh lebih banyak menghasilkan keputusan yang merugikan kaum buruh.

Pemerintah menurut Dian Septi cenderung abai pada situasi ketimpangan ini dan memilih lepas tangan. Meski SE Menaker tentang Pembayaran THR 2021 mensyaratkan perusahaan yang hendak mencicil THR wajib memberikan laporan keuangan, faktanya hal ini sulit dilakukan.

“Kita tahu banyak perusahaan yang tidak transparan dalam hal laporan keuangan, pun prosedur laporan keuangan yang dituangkan di SE THR 2021 tidak detail dijelaskan. Maka, menjadi hal wajar apabila buruh melakukan aksi mogok kerja menuntut THR tidak dicicil.”

Aksi mogok ini dilakukan oleh buruh PT. Pan Brothers di Boyolali yang menolak THR dicicil 8 kali. Apalagi, jauh sebelum pandemi hadir, banyak praktek pelanggaran THR dilakukan tanpa penegakan hukum.

Tahun 2021 merupakan tahun ke dua kita semua berlebaran di masa pandemi. Pun, ini adalah tahun ke dua bagi buruh Indonesia mendapat hadiah sedih di masa lebaran. Selain tidak bisa pulang ke kampung halaman berkumpul bersama keluarga, para buruh dihadapkan pada realita pahit hilangnya Tunjangan Hari Raya/ THR dengan alasan serupa yaitu pandemi Covid 19.

Sementara, THR kerap menjadi hal mustahil bagi buruh yang bekerja di sektor diinformalkan, yang mayoritas adalah perempuan, seperti PRT (Pekerja Rumah Tangga) yang tidak diakui sebagai pekerja/ buruh dan dengan demikian kehilangan hak sebagai pekerja/buruh. Hal serupa pun terjadi pada pekerja/ buruh rumahan, peker/ buruh di industri kreatif yang belum terakomodir dalam peraturan perundangan ketenagakerjaan, termasuk terkait THR. 

Atas kasus-kasus ini Aliansi Stop Kekerasan di Dunia Kerja menyatakan menolak Surat Edaran Nomor Menaker (ME) M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan dan menuntut THR wajib dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum hari raya dan dibayarkan sekaligus kepada semua pekerja/buruh di semua sektor.

“Kami juga mendesak bagi pengusaha/ pemberi kerja yang tidak membayarkan THR sesuai ketentuan harus mendapatkan sanksi tegas sebagaimana sudah ditetapkan didalam Permenaker No. 20/2016 tentang tata cara pemberian sanksi administratif dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan, apabila terlambat membayarkan THR akan dikenakan denda sebesar 5% dari total THR yang harus dibayarkan,” kata Dian Septi

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!