Buat Apa Malu Jika Saya Bekerja Sebagai PRT?

Suwarni dan Ikah adalah 2 Pekerja Rumah Tangga yang bekerja keras untuk anaknya. Anak Suwarni penyandang disable intelektual, sedangkan Ikah harus bekerja sebagai PRT, menjaga warung di sore hari dan menjaga toko di pasar di pagi hari agar anaknya tetap sekolah

Ini adalah cerita Suwarni, Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang bekerja keras dan berorganisasi untuk menghidupi anaknya yang terkena disable intelektual:

“Saya Suwarni dari Cipete. Saya ibu dari 4 orang anak perempuan. Salah satu anak perempuan saya adalah penyandang disabilitas intelektual. Organisasi PRT yang saya ikuti yaitu Sapulidi, kemudian menghubungkan saya dengan organisasi penyandang disable intelektual, Yapesdi.

Berkat organisasi ini anak perempuan saya akhirnya dapat bergabung di peer group Yapesdi yang merupakan organisasi untuk penyandang down syndrome. Disana ia kemudian mempunyai teman dan punya kegiatan. Saya merasakan pertemuan dengan organisasi dan para perempuan disana memberikan saya semangat baru. Anak saya juga mendapatkan kesempatan untuk beraktivitas sebagai disable.

Saya juga tidak merasa sendirian karena ada banyak orangtua yang mempunyai anak disable intelektual seperti saya.”

Ikah Hermansyah adalah Pekerja Rumah Tangga yang bekerja keras dengan bekerja di warung kopi sebelum menjadi PRT:

“Awal mulai saya kerja adalah setelah tamat sekolah. Pergi ke Jakarta dengan membawa harapan hidup layak di Jakarta dengan hidup bareng teman sekampung. Tapi ternyata Jakarta tak seindah yang saya bayangkan ketika masih di kampung

Sampai di Jakarta kami bekerja di warung kopi dan nyambi kerja di toko di pasar pagi karena gaji yang selalu habis, tidak cukup untuk ngontrak rumah. Tapi kondisi tak juga berubah, sudah bekerja di 2 tempat tapi masih saja pas-pasan penghasilan kami

Mulailah kami mencari kerja sebagai PRT di Cempaka Putih di tempat expatriate. Saya bekerja  satu tahun, lalu berganti majikan orang Indonesia. Disitulah saya mulai rnendapatkan gaji yang baik untuk membantu keluarga kecil kami. Setelah itu saya menikah

Suami saya kala itu merasa gengsi karena pekerjaan saya sebagai PRT. Ia bisa buka usaha tailor jahit, sedangkan saya sebagai PRT. Tapi saya merasa tidak gengsi walaupun “hanya” bekerja sebagai PRT, karena saya dapat bos yang baik dan menghargai saya.

Alhamdulilah anak saya bisa sekolah sampai kuliah dan kedua anak saya tidak pernah merasa malu dengan ibunya yang bekerja sebagai PRT. Mereka sekarang malah bangga dan menghargai ibunya, akupun merasa bangga anakku sudah bekerja semua sekarang, ini salah satunya karena kerja kerasku sebagai PRT

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

“KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisan. Tulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co dengan Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)

Suwarni dan Ikah Hermansyah

Bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!