Speak Up di Media Sosial; Ruang Bicara Baru Korban Kekerasan Seksual

Sebut saja kasus begal payudara ataupun public figure yang melakukan pelecehan terhadap fansnya. Media sosial menjadi ruang baru bagi korban kekerasan seksual untuk berani bicara

Pelecehan seksual kini makin banyak dibicarakan di media sosial. Buat saya ini adalah reaksi bagus karena mulai banyak yang mulai berani speak up di medsos.

Di media sosial misalnya, mulai banyak beredar kasus pelecehan seksual yang menimpa perempuan yang menjadi korban dari predator bengis yang tak punya moral. Sebut saja yang terbaru adalah kasus begal payudara ataupun public figure yang melakukan pelecehan terhadap fansnya.

Media sosial menjadi teman bagi para korban pelecehan yang merasa tidak berdaya dan dapat stigma masyarakat yang memandangnya sebelah mata.

Dulu, ketika belum banyak gerakan untuk ‘bersuara’ melantangkan haknya untuk mendapat keadilan secara hukum dan sanksi moral, para korban seringkali memendam perasaan sendiri seperti merasa jijik terhadap sendiri, takut dipandang sebelah mata oleh keluarga dan lingkungan, merasa sudah tidak berharga lagi, dan merasa tidak pantas mendapatkan cinta. Saya tahu, itu adalah masa-masa berat bagi korban, dimana ia tidak bisa bercerita dan ia harus menutup diri karena kondisi ini

Tapi kini para perempuan korban sudah mulai gerah karena seringnya kasus pelecehan tidak ditindak lanjuti secara tepat oleh hukum dan kurangnya bukti dalam beberapa kasus. Endingnya, lebih baik diviralkan di media sosial agar semua tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sanksi moral terkadang lebih mengena ketimbang bui.

Banyak gerakan seperti #metoo dan korban yang speak up di media sosial menjadi gerakan perubahan baru untuk stop pelecehan seksual yang tersembunyi rapat sebelumnya. Saya mendapatkan pelajaran penting dari korban yang berani untuk speak up ini. Sudah kebayang bagaimana jika ini tidak bisa disuarakan di media sosial?

Soal speak up di medsos ini juga pernah dilakukan salah satu perempuan korban perkosaan di Bintaro. Liputan6.com menulis, perempuan korban berani untuk berbicara di media sosial di tahun 2020 setelah 1 tahun peristiwa perkosaan yang ia alami, yaitu pada Agustus 2019 tak kunjung menemukan penyelesaian. Korban kemudian membagikan tangkapan pesan pelaku di medsos yang meminta maaf kepadanya. Awalnya, pelaku meminta maaf soal kepala korban yang terluka dan mengaku tidak bermaksud melakukan perkosaan. Namun, lama-kelamaan berubah menjadi menerornya. Polisi kemudian menangkap pelaku pada Agustus 2020 setelah laporan korban di medsos ini viral.

Media sosial ternyata menjadi ruang baru untuk mengadukan kasus bagi para korban. Veni Siregar, Koordinator Sekretaris Nasional Forum Pengada Layanan/ FPL, jaringan organisasi perempuan yang selama ini mengadvokasi para perempuan korban kekerasan seksual  di Indonesia dalam Konde.co pernah menyatakan, bahwa sejumlah peristiwa ini menunjukkan bahwa media sosial bisa menjadi ruang untuk speak up dan bisa membantu korban menjangkau layanan yang selama ini tidak bisa mereka jangkau. Pengaduan di media sosial ini sangat positif karena Veni Siregar juga melihat bisa saja ini dilakukan karena korban merasa frustasi, mau mengadu kemana tidak punya akses padahal mereka sangat menderita.

Dalam sejumlah penanganan korban kekerasan seksual, pengaduan melalui media sosial memang dibuka sebagai salah satu cara bagi korban untuk speak up, ini juga dilakukan lembaga layanan yang membuka layanan melalui email atau membuka hotline.  Media sosial juga tak hanya digunakan sebagai ruang pengaduan, namun juga ruang untuk sharing agar korban bisa menulis, berkarya dan sebagai bagian dari support group. 

Karena pelaku pelecehan terkadang orang yang tidak pernah kita sadari akan melukai kita, bisa jadi keluarga , saudara, paman, atau bahkan teman kamu sendiri, maka tetaplah waspada, media sosial bisa jadi cara baru untuk menghukum kelakuan pelaku

Rianna Zheid

Seorang Entrepreneur yang mempunyai hobi menulis dan design. Menulis adalah cara mengungkapkan kejujuran yang tidak bisa diucapkan oleh lisan. Menulis adalah cara manusia mengungkapkan opini terdalam dan mencari fakta untuk menemukan sebuah solusi.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!