Supaya Cantik dan Glowing? Untuk Apa Perempuan Pakai Make up

Sebenarnya untuk apa perempuan memakai make-up?. Harus cantik menurut apa kata pak suami? atau harus glowing menurut mas pacar? Jangan menjadi obyek yang tak bisa memutuskan sendiri apa yang kita mau

Untuk apa perempuan memakai make-up? Pertanyaan seperti ini selalu ada dalam pikiran saya. Harus cantik menurut apa kata pak suami? harus glowing menurut mas pacar?

Saya ingat pada satu cerpen berjudul “Perempuan di Depan Cermin” karya novelis Seno Gumira. Diceritakan dalam buku itu, seorang perempuan berusia 40 tahun akan merayakan ulang tahunnya. Sebelum datang ke pesta yang diadakan oleh suaminya itu, ia bermake-up.

Dalam proses memoles wajahnya, ia bertanya mengapa ia harus bermake-up. Padahal kadang orang bermake-up tidak merepresentasikan dirinya. Kepribadiannya disembunyikan di balik make-up. Perempuan memoleskan lipstik merah merona padahal suasana hati sedang bersedih, atau ia sedang tak mau ber-make-up, tapi terpaksa harus menggunakan make-up.

Make-up kemudian dianggap sebagai topeng bagi perempuan. Di sisi lain suaminya atau orang lain kemudian memujinya ketika selesai ber-make up karena ia tampak cantik.

Alasan bermake-up bagi perempuan terjawab dalam sebuah iklan krim anti aging yang termuat di majalah, September tahun 2007. Dalam iklan, seorang perempuan sekitar 30an tahun bercermin dan mendapati pipinya terdapat flek hitam. Dalam pantulan cermin terlihat sang suami membawa bungkusan raket di punggungnya. Tampaknya suaminya ini akan berangkat olahraga. Di bagian bawah iklan tertulis 7 hari lagi perubahan nyata tidak hanya tampak  pada kulit saja. Benar saja. Di halaman berikutnya perempuan tersebut bercermin kembali namun kali ini flek hitam tampak memudar. Perubahan juga ada pada kelakuan suami. Dalam pantulan cermin terlihat suaminya kembali   membawakannya seikat bunga dan mengenakan setelan jas.

Nampaknya dalam iklan ini diceritakan jika suaminya ini mungkin bosan dengan istrinya yang wajahnya terdapat flek hitam tak seperti masa muda dulu. Maka untuk mengalihkan kebosanannya ia pergi dari rumah dan memilih bermain tenis dengan teman-temannya.

Tahu akan gelagat suaminya ini, ia mengoleskan krim antitua yang dipercaya mampu menyamarkan noda hitam di wajah. Setelah tujuh hari pemakaian krim, flek hitam memudar. Hal ini menandakan bahwasanya perempuan ini bermake-up untuk suaminya. Ia resah jika suaminya bosan kepadanya karena tampak tua dan tidak menarik lagi.

Tampaknya tujuan bermake-up untuk suami ini ramai diiklankan di Instagram. Saat ini di media sosial ramai sekali berbagai tawaran produk make-up dan skin care bermunculan. Dari yang harganya puluhan ribu hingga jutaan. Akses mendapatkan produk kecantikan serta tutorialnya sangat mudah didapatkan. Sehingga perempuan dengan mudah memutuskan untuk menganut mahzab make up yang mana. Dari yang bold sampai yang makeup no make up. Dari yang tujuannya hanya untuk main main sampai untuk makeup pengantin. Semua lengkap tersedia di media sosial you tube atau Instagram.

Banjirnya informasi tentang make-up ini apakah akan menjadikan perempuan punya alasan memilih tujuan untuk apa ia bermake-up atau malah menjerumuskannya?.

Jika bermake-up selama ini memiliki stigma negatif karena untuk menggaet perhatian laki-laki atau mengarah pada kegenitan, saat ini make-up juga banyak disadari untuk tujuan untuk berhias, merawat, dan mempercantik diri. Bukankah tidak ada kesalahan bagi perempuan untuk tampil beda dan merawat tubuh?

Seorang infulencer Instagram yang mengkhususkan kontennya tentang kosmetik bernama Syarifah Natasya Jamalullayl, atau dalam akun ignya ia bernama @tasyasayeed mengungkapkan dalam sebuah videonya, jika ada seorang lelaki merasa tertipu dengan make-up maka ia menyebutnya lelaki tersebut bodoh. Bulu mata yang tebal, pipi yang merah merona dan bibir yang merah bukanlah asli pemberian dari Tuhan hal tersebut adalah benar karena rekayasa make-up. Make up diciptakan untuk menyempurnakan perempuan agar terlihat lebih cantik.

Bermake-up saat ini seharusnya disadari dengan tujuan untuk merawat diri dan menyenangkan diri sendiri. Saya kira semua orang suka jika tubuh dan wajahnya bersih, terawat dan sehat.

Meskipun begitu bermake-up juga memiliki pertimbangan tertentu agar penggunaannya aman dan tidak terjebak budaya konsumtif. Penggunaan kosmetik harus tahu batas. Pertimbangan pertama yaitu kesehatan. Kadang kita terobsesi pada pencapaian kecantikan tertentu hingga abai terhadap kesehatan.

Semisal, karena tergiur iklan pemutih kulit dengan waktu yang singkat, perempuan tanpa kewaspadaan dan ketelitian membeli dan menggunakan produk pemutih yang menggunakan bahan berbahaya misalnya yang mengandung  mercury, timbal atau formaldehyde.

Bahan-bahan tersebut bisa menyebabkan kanker pada penggunaan waktu yang lama. Hendaknya sebelum membeli produk kosmetik perempuan wajib mencari tahu bahan apa saja yang terkandung dalam kosmetik tersebut.

Zaman sudah canggih. Jika ingin meneliti bahan-bahan kosmetik bisa diupdate melalui smartphone. Saat ini juga banyak video review produk serta bahan-bahan kosmetik. Perempuan bisa menggunakan acuan ini agar berkosmetik sehat dan aman.

Juga batas ekonomi. Jangan tergiur produk-produk kosmetik yang berbeda penggunaannya. Kosmetik untuk wajah tentu berbeda dengan bagian tubuh lainnya. Tentu hal ini berimbas pada semakin banyaknya uang yang terkuras untuk membeli berbagai jenis produk kosmetik.

Sebaiknya semua orang mampu mengatur keuangan agar tidak terjebak budaya konsumtif. Tawaran akan hasil wajah  cantik nan mulus memenggiurkan, namun jika membuat kantong jebol atau uang belanja bulanan jadi tersita perlu dipikirkan ulang kembali.

Jangan terjebak dalam janji iklan, mulut manis kapitalisme berbalut rayuan, padahal hanya menjadikan kita konsumen yang menjadi obyek, bukan subyek yang bisa memutuskan sendiri atas apa yang ada pada tubuh kita

(Foto/ ilustrasi: Pixabay)

Tri Umi Sumartyarini

Seorang Ibu Rumahtangga tinggal di Demak, Jawa Tengah, Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!