Deddy Corbuzier Dan Mongol Disomasi Karena Hina Orang Dengan Gangguan Jiwa

Somasi terbuka dilayangkan pada Deddy Corbuzier dan komedian, Mongol karena menghina para penyandang disable mental dan orang dengan gangguan jiwa. Somasi dilayangkan oleh Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), puluhan organisasi penyandang disabilitas dan organisasi HAM yang meminta Deddy dan Mongol minta maaf serta menurunkan tayangan tersebut dari Youtube

Deddy Cobuzier dan Mongol disomasi karena telah memelintir fakta sekaligus melakukan penghinaan pada disable mental dan orang dengan gangguan jiwa dalam podcast di kanal Youtube Deddy Corbuzier dengan judul “Orang Gila Bebas Covid!!” yang diupload pada 24 Juni 2021.

Yeni Rosa Damayanti, Direktur Perhimpunan Jiwa Sehat menyatakan bahwa apa yang telah muncul dalam podcast Deddy telah menyinggung perasaaan para disable mental dan semua penyandang disable

“Tayangan tersebut telah melakukan penghinaan, penyesatan informasi, data, dan fakta mengenai orang dengan gangguan jiwa,” kata Yeni Rosa Damayanti dalam konferensi pers terkait kasus ini pada 30 Juni 2021 kemarin

Percakapan dalam podcast tersebut kira-kira begini. Awalnya Deddy bertanya pada Mongol dalam podcast ini:

“Kenapa orang gila tidak ada yang kena Covid?,” tanya Deddy Cobuzier

“Setelah Mongol teliti…tidak ada di rumah sakit jiwa di seluruh dunia, belum ada satupun yang terpapar Covid…orang gila tidak ada yang kena covid, orang gila tidak ada yang pakai masker sampai hari ini. Nah, Mongol teliti, ternyata orang gila selalu jaga jarak, gak pernah ada orang gila jalan berdua. Coba mas Deddy pernah gak selama hidup di Bintaro sini, di Jakarta sini, ada orang gila berdua. Orang gila mau ngomongin apa, orang dua-duanya sedeng. Iya, khan?,” kata Mongol

Deddy menimpali,” kalau dia jalan, kita juga menjauh ya…”

“Iya, kata orang gila, ketemu nih dua orang gila ketemu, Mongol kan kemarin di Cilandak, dua orang gila ketemu papasan, gak ada yang bilang, hei whats up darimana bro, gak ada…padahal mungkin di rumah sakit sekamar.”

“Tapi dia duduk jauh-jauhan, jaga dua meter.”

“Itulah salah satu obat biar kita gak terpapar covid, yaitu jaga jarak,” kata Mongol

“O, bukan gila?,” tanya deddy

“Hahaha..janganlah, hidup harus sedikit gila…”

Salah satu penyintas dari Komunitas Borderline Personality Disorder, Reggie Pranoto menyatakan dalam konferensi pers tersebut bahwa podcast tersebut mengolok-olok dan membuat kesal. Tak hanya podcast nya, tapi juga komentar-komentar netizen dalam Youtube tersebut

“Ternyata tidak hanya talkshow nya tapi juga komentar-komentar yang membuat saya tak kuat…saya ingin ada efek jera pada yang bersangkutan dan pentingnya memberikan pendidikan pada masyarakat.”

Reggie juga melihat bahwa tayangan seperti ini selama ini banyak dilakukan dan banyak dibiarkan, padahal ini telah mencemooh dan menghina. Ini banyak dilakukan di tayangan-tayangan yang sepertinya sudah dianggap biasa oleh penonton

Dalam somasinya, para aktivis yang diwakili oleh Jesus Anam, Ratna Dewi, penyintas orang dengan gangguan jiwa dari Perhimpunan Jiwa Sehat dan Reggie Pranoto dari Komunitas Borderline Personality Disorder (KBPD) Indonesia menyatakan bahwa sebutan “orang gila” sudah tidak pantas digunakan untuk orang yang memiliki masalah kejiwaan. Penyebutan yang etis dan bermartabat adalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)/Penyandang Disabilitas Mental (PDM).

“Dan ODGJ/PDM tidak ada hubungannya dengan kekebalan terhadap Covid-19 dan menganggap ODGJ/PDM sulit terpapar Covid-19 merupakan kesesatan ilmu pengetahuan dan logika berpikir karena telah memberikan informasi, data, dan fakta yang menyesatkan. ODGJ/PDM sama dengan orang-orang pada umumnya, dengan demikian sama rentannya untuk terkena Covid-19 sewaktu-waktu,” kata Ratna Dewi

Pernyataan Deddy Corbuzier dan Mongol ini juga bertentangan dengan fakta yang telah dituliskan beberapa media mainstream yang menuliskan tentang banyaknya ODGJ/PDM yang telah dan juga berpotensi terpapar virus Covid-19. Misalnya Kompas.com menuliskan ada 80 pasien gangguan jiwa RSKD Makassar positif Covid-19, BBC menuliskan ratusan penyandang disable mental yang terkena Covid atau Detik.com menuliskan puluhan orang yang terpapar Covid di sebuah panti di Boyolali

“Dialog antara Deddy Corbuzier dan Mongol di Deddy Corbuzier Podcast telah menyampaikan informasi, data, dan fakta yang menyesatkan dan dapat menyebabkan pembentukan sekaligus pelanggengan opini yang keliru di masyarakat, yang dapat berdampak serius bagi ODGJ/PDM seperti salah satunya menghambat hak ODGJ/PDM untuk mendapatkan vaksin, pencegahan, dan pengobatan Covid-19.”

Cemoohan semacam itu juga telah merendahkan martabat ODGJ/PDM dan membuat para penyandangnya merasa marah, dilecehkan, terhina, dianggap tidak memiliki akal, tidak bisa berpikir, tidak tahu cara berkomunikasi dan bersosialisasi, tidak memiliki bahan percakapan, dan tidak dihargai sebagai manusia, dianggap bodoh, serta bisa menjadi pemicu hilangnya rasa kepercayaan diri.

Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa dan disabilitas mental

ODGJ/PDM adalah kelompok masyarakat yang paling sering mendapatkan stigmatisasi, tersingkirkan, terdiskriminasi, dan kerap mengalami kekerasan dan ketidakadilan.

Cemoohan tersebut, apalagi dilakukan oleh figur yang memiliki banyak pendengar dan pengikut seperti Deddy Corbuzier, berkontribusi secara signifikan dalam menambah dan melanggengkan stigma negatif terhadap ODGJ/PDM yang sudah beredar di masyarakat.

“Tidak hanya ODGJ/PDM, keluarga penyandang disabilitas mental yang selama ini menjadi target stigmatisasi juga mengalami dampaknya. Terlepas dari stigma yang beredar, ODGJ/PDM yang mendapat dukungan yang baik dari keluarga dan lingkungannya, baik melalui pengobatan maupun secara sosial, mampu hidup layaknya masyarakat lainnya. Sebagian ODGJ/PDM, dengan diagnosa seperti skizofrenia sekalipun, mampu berprestasi dan berkarya seperti menjadi penulis, peneliti, pembuat film, desainer grafis, pegawai negeri, artis, pelukis, penyanyi, dosen, psikolog, dokter, sarjana, master, dan doktor. Namun, karena stigma yang sangat berat, salah satunya seperti dalam podcast Deddy Corbuzier ini, ODGJ/PDM merasa malu dan takut untuk mengakui kondisinya. Akibatnya, ODGJ/PDM tidak mendapat dukungan yang seharusnya seperti pendidikan, pekerjaan, pengobatan yang layak, dsb,” kata Reggie Pranoto

Ungkapan-ungkapan di atas juga menunjukkan bahwa Mongol tidak tahu banyak mengenai kondisi rumah sakit jiwa dan jenis-jenis gangguan mental, sehingga tanpa riset dan pengetahuan yang memadai, ia melakukan generalisasi dan menganggap semua ODGJ/PDM mengalami keterpisahan dengan realitas. Ini merupakan ketidaktahuan yang menyesatkan dan membodohkan.

“Kami sangat menyesalkan tokoh publik seperti Deddy Corbuzier, yang selalu menyapa followers-nya dengan sebutan smart people, alih-alih memberikan pendidikan yang mencerdaskan pendengarnya, justru telah melakukan pembodohan. Somasi terhadap Deddy Corbuzier dan Mongol ini diharapkan dapat menjadi upaya untuk mengubah dan menghentikan stigma di masyarakat luas, karena menertawakan kondisi ODGJ/PDM merupakan awal dari perlakuan buruk dan diskriminatif selanjutnya kepada ODGJ/PDM.”

Minta Deddy Corbuzier dan Mongol minta maaf dan menurunkan konten Youtube

Perhimpunan Jiwa Sehat dan organisasi HAM dalam somasinya kemudian meminta Deddy Corbuzier dan Mongol, agar dalam batas waktu 6×24 jam sejak somasi ini disampaikan, menarik uanggahan berjudul “ORANG GILA BEBAS COVID” dari kanal Youtube Deddy Corbuzier dan media lainnya di media sosialnya.

Lalu mengupayakan secara serius untuk menghentikan sirkulasi konten tersebut oleh pihak- pihak lain, termasuk followers-nya, sebagai pertanggungjawaban atas kekeliruan, penghinaan, dan perilaku mengolok-olok yang sudah terlanjur dilakukan.

Pasca disomasi, Deddy Corbuzier minta maaf pada 30 Juni 2021 di akun Instagramnya. Deddy Cobuzier dalam akun Instagramnya menyatakan:

mastercorbuzier

Sudah Diverifikasi

Akhirnya kena somasi.. Ya sudah… Ga apa apa..
Namanya manusia

Minta maaf kan baik..
Jadi saya minta maaf kalau ada yang tersinggung krn kata kata GILA..
Sumpah deh.. Saya ga tau kalau kata kata itu salah..
Jujur sih saya kaget krn
saya cek di KBBI masih pakai kata “Gila” dan saya baru Paham ada kata ODGJ
Artinya saya ga pinter dan gak update nih.. Maaf kan yaa…….
Maafkan kamiiii
Maafkan kebodohaaaan dan sempitnya pengetahuan sayaaaaaa
Saya cuma youtuber biasa yang banyak salaaaaaah….
Maaf
Mudah mudahan KBBI nya juga segera di rubah yaaaa.
Kedua, saya minta maaf juga kalau saya dan 
@mongolstres bicara ttg orang ODGJ ga kena covid.. Saya rasa di konteks tsb @mongolstres konteks nya adalah ber komedi.. Dan kadang komedi memang tidak masuk dgn kenyataan atau logika.. Ini setau saya…
Ga mungkin ada tujuan menghina siapapun secara sengaja dr komedi tersebut di Podcast menurut saya…
Maaf kami mungkin gak paham konteks…. Maaaaaaaf..
Maaf…
Maaf.
Maaf.
Sementara ini jawaban saya.. Mohon maaf bagi pihak yang tersinggung..
Nah para Komika…. Hati hati berkomedi… Nanti salah.

Hingga artikel ini ditulis, tayangan tersebut masih ada di Youtube Deddy Cobuzier, pada 30 Juni 2021 yang sudah ditonton oleh sebanyak 1.610.772 viewers

Dalam pernyataan somasinya, para aktivis juga menuntut keduanya untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka terkait podcast tersebut kepada seluruh ODGJ/PDM serta masyarakat, dan berjanji tidak mengulanginya lagi.

“Jika dalam batas waktu tersebut di atas tidak ada iktikad baik dari Deddy Corbuzier dan Mongol untuk melaksanakan somasi ini, kami akan melakukan upaya-upaya hukum,” kata Jesus Anam

Pernyataan somasi ini disampaikan 86 organisasi seperti Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Komunitas Borderline Personality Disorder (KBPD) Indonesia, Ruang Komunal Anxietas dan Depresi (RKAD), Into The Light Indonesia, Komunitas DID Indonesia, Pijar Jiwa Indonesia, Borderline Personality Care Indonesia (BPCI), Komunitas Bipolar Bali, Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi), Revolusi Mental untuk Indonesia Inklusi (Remisi), SHG Batubassi Pammase, Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) dan puluhan organisasi lainnya serta 75 individu lain

(Foto: Youtube)

Luviana

Setelah menjadi jurnalis di media mainstream selama 20 tahun, kini menjadi chief editor www.Konde.co dan menjadi dosen pengajar paruh waktu di Jakarta. Pedagoginya dalam penulisan isu media, perempuan dan minoritas
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!