Jutaan Pekerja Bekerja Penuh Waktu Tanpa Pelindung Di Masa Covid

Jutaan pekerja di Indonesia di masa PSBB dan PPKM tetap bekerja penuh waktu. Mereka bekerja di ruangan yang sangat padat pekerja dan tanpa alat pelindung

Jutaan pekerja bekerja penuh waktu bahkan melakukan lembur. Pekerjaan ini dilakukan dalam ruang tertutup dan padat, tanpa alat pelindung diri/ APD, masker, hand sanitizer, fasilitas mencuci tangan dan fasilitas kesehatan yang memadai, seperti klinik, tes awal, atau vitamin penunjang.

Sejumlah serikat pekerja yang tergabung Aliansi Buruh Sektor Manufaktur menyampaikan kondisi buruh yang sangat buruk di sepanjang masa pandemi Covid-19 dalam konferensi pers pada 19 Juli 2021

Perwakilan buruh dari sejumlah serikat menyatakan, pada sektor manufaktur tekstil, garmen, sepatu, dan kulit (TGSL), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat/ PPKM nyaris tidak berlaku bagi ratusan ribu atau bahkan jutaaan pekerjanya. Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti menyebut banyak sekali anggotanya sudah terpapar Covid-19.

“Di banyak sentra industri sektor ini misalnya di Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo, puluhan pabrik masih beroperasi 100%. Para pekerja wajib bekerja, jika tidak maka mereka akan kehilangan pekerjaan.”

Perwakilan Federasi SEBUMI, FSBPI, Benny Rusli, KSPN, Emelia Yanti Siahaan, GSBI, FSP TSK-SPSI, DPP SPN, Garteks-KSBSI, FSP TSK-KSPSI menyatakan dalam konferensi pers tersebut, klaster pabrik termasuk klaster penyebaran Covid-19 yang paling agresif.

“Data kami serikat pekerja atau serikat buruh sektor TGSL menunjukkan hal itu. Dalam dua minggu terakhir saja, ribuan anggota kami di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja atau pabrik. Sebagian besar anggota kami tinggal di wilayah perumahan padat sehingga menyebabkan penghuni perumahan juga terpapar,” kata Aan Aminan.

Klaster pabrik menyebabkan klaster hunian. Ledakan kasus menyebabkan ketidakmampuan fasilitas kesehatan yang ada mengatasi masalah. Akibatnya banyak penderita meninggal dunia hanya karena keterlambatan penanganan akibat antrian yang tak tertangani.

Implementasi Omnibus Law Memperburuk Kondisi

Implementasi Omnibus Law UU Cipta Kerja No. 11/2020 memperburuk situasi pekerja. Emelia Yanti Siahaan, Sekretaris Jenderal DPP GSBI mengatakan, sejak awal tahun 2021, dengan merujuk pada UU Cipta Kerja, sejumlah perusahaan TGSL telah mengubah sistem kerja dari pekerja tetap, menjadi pekerja kontrak atau pekerja borongan.

“Pekerja menjadi kehilangan sejumlah fasilitas, termasuk upah tetap karena upah diperhitungkan berdasarkan hari kerja,juga kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Pekerja kontrak dan pekerja borongan akan memaksa diri untuk terus bekerja, walau mengalami gejala sakit, karena takut kehilangan upah.”

Tanggal 13 Juli 2021, Kementerian Tenaga Kerja RI menginisiasi deklarasi gotong-royong “Menangkan Indonesia, sekarang” namun ini tak akan menyelesaikan persoalan.

“Secara umum, kami bersepakat dengan semangat yang disampaikan. Tetapi harus diingat, konflik terjadi akibat pengorbanan pekerja akibat pandemi Covid-19; kesehatan fisik dan mental serta ekonomi sudah berada di titik terendah. Klaster pabrik terjadi akibat pelanggaran protokol kesehatan oleh pengusaha yang berlangsung terus tanpa sanksi. Tidak mungkin menyerukan konflik tanpa repatriasi/pemulihan hak-hak pekerja yang terabaikan oleh pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Jadi, hentikan viktimisasi terhadap pekerja!,” kata Sumiyati, Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPP SPN

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Aliansi DSS-TGSL menyatakan meminta Pemerintah RI untuk memastikan konsistensi dan sanksi PPKM Darurat. Selama PPKM Darurat dilakukan secara ambigu, longgar, dan tidak konsisten, akan semakin lambat penyelesaian pandemi Covid-19.

“ Kami juga menuntut Pemerintah RI memastikan perlindungan hak atas kesehatan dan hak-hak dalam kerja pekerja. Hal ini termasuk memaksa pengusaha melaksanakan protokol kesehatan ketat, menyediakan APD memadai, dan pembayaran upah tanpa pemotongan dengan alasan apa pun selama pandemi Covid-19 berlangsung.”

Ari Joko Sulistyo, Ketua Umum Garteks-KSBSI menyatakan mereka menuntut Pemerintah RI sanksi tegas pada perusahaanyang melakukan penyelewengan dan pelanggaran PPKM Darurat dengan mewajibkan pekerjanya terus bekerja tanpa APD, tanpa fasilitas kesehatan, dan memaksa mereka bertanggung jawab sendiri.

“Menuntut Pemerintah RI melakukan moratorium pelaksanaan Omnibus Law UU Cipta Kerja No. 11/2020 selama Pandemi Covid-19 berlangsung. Sanksi tegas pengusaha yang melakukan PHK, merumahkan pekerja tanpa upah, atau pun memotong upah pekerja dengan alasan pandemi Covid-19. Harus disadari semua orang mengalami dampak pandemi Covid-19. Solidaritas Gotong Royong hanya terjadi apabila semua pihak berkorban; komunitas bisnis pun harus berkorban merelakan sejumlah keuntungan yang telah diraupnya selama ini untuk memastikan keberlangsungan hidup pekerjanya.”

Helmy Salim, Ketua Umum FSP TSK-KSPSI juga menyatakan meminta Pemerintah RI mendesak APINDO dan KADIN untuk memastikan pemenuhan hak-hak kesehatan pekerja selama masa pandemi Covid-19. Pengadaan vaksin gratis bagi pekerja dan anggota keluarganya di lingkungan pabrik, jaminan upah dan fasilitas rehabilitasi kesehatan gratis bagi pekerja adalah sejumlah tindakan konkrit wujud solidaritas sosial pengusaha di masa sulit ini.

“Kami akan bekerja bersama untuk memberi bantuan bagi pekerja dan anggota keluarganya yang terdampak pandemi Covid-19. Inisiatif lokal telah dilakukan dengan memberi bantuan fasilitas perawatan kesehatan bagi pekerja terpapar Covid-19 dan bantuan sekadarnya untuk mereka yang kehilangan pekerjaan. Pemerintah RI khususnya Kemnaker RI. hendaknya juga sensitif bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Aliansi buruh tersebut juga akan melakukan advokasi bersama untuk memastikan brands dan pengusaha pelaksana produksi TGSL untuk memastikan pemenuhan hak-hak dasar pekerja selama pandemi Covid-19, termasuk hak atas kesehatan, hak atas kesehatan dan keselamatan kerja, hak atas upah layak.

Juga menuntut Pemerintah RI dan KADIN-APINDO mendukung upaya tersebut. Hanya dengan memastikan hak-hak asasi pekerja, sesuai dengan standar perburuhan ILO yang sudah diratifikasi pemerintah RI, Indonesia bisa menang dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19.

(Foto/ Freepik.com)

Tika Adriana

Jurnalis yang sedang memperjuangkan ruang aman dan nyaman bagi semua gender, khususnya di media. Tertarik untuk mempelajari isu kesehatan mental. Saat ini managing editor Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!