Seksisme Dalam Berita Olahraga, Media Mendulang Klik Atas Nama Perempuan

Seksisme terhadap perempuan dalam pemberitaan olahraga kali ini dilakukan media Viva. Kritik terhadap Viva ramai di media sosial. AJI Jakarta melihat, sensasionalisme yang dilakukan Viva ini hanya untuk mendulang klik atas nama tubuh perempuan

Praktek seksisme media terhadap tubuh perempuan kembali ramai ketika media Viva menuliskan berita olahraga dengan menampilkan foto perempuan dan judul yang sangat bombastis, seperti judul-judul berikut ini:

“Bikin Ngilu Pose Menantang Pebulutangkis Seksi Goh di Lapangan”

“Wow Bidadari Bulutangkis Australia Foto Seksi Tampak Bokong”

“Duh, Pose Mengangkang Bidadari Bulutangkis Australia Bikin Ngilu”

“Bikin Gagal Fokus Pose Seksi Bidadari Bulutangkis Australia di Gym”

Berita ini membuat ramai sosial media. Judul berita yang terdokumentasi selama tahun 2020-2021 ini tampak mengobjektivikasi para atlet perempuan dan merendahkan kemampuan personal serta profesional mereka.

Seksisme dalam pemberitaan perempuan ini tak beda jauh dengan riset yang pernah dilakukan Konde.co di tahun 2020. Riset dilakukan terhadap 3 media yakni Okezone, Tribunnews, dan Kompas.com yang menduduki tiga besar peringkat Alexa. Riset menemukan, media masih melakukan kekerasan dan sensasionalisme pada perempuan korban kekerasan seksual dan senang menuliskan kata-kata sensasional terhadap perempuan korban seperti “ disetubuhi”, “pelaku punya ilmu hitam”, “dicabuli”, “digilir”, dll 

Dalam pemberitaan yang ditulis Viva, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta melihat Viva justru menayangkan berita-berita seksis yang eksploitatif dan diskriminatif terhadap perempuan hanya demi mendulang klik. Hal ini jelas bertentangan dengan nilai yang mengikat kerja-kerja jurnalistik seperti tertera dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ)  yang diatur dalam Peraturan Dewan Pers 6/2018 dan UU Pers No. 40/1999.

Ketua divisi gender, anak dan kelompok marjinal AJI Jakarta, Nurul Nur Azizah mendesak agar media massa menghentikan praktik seksisme dan subordinasi serta patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dalam pemberitaan olahraga.

“Berita-berita ini telah melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik. Maka AJI Jakarta meminta agar media tidak lagi melakukan praktik usang seperti seksisme dan subordinasi terhadap perempuan di media.”

“Sekarang di seluruh dunia, isu kesetaraan gender itu terus bergaung. Jadi, kalau masih ada media-media yang melakukan praktik seksisme dan subordinasi terhadap perempuan dan kelompok rentan ya bisa kita bilang itu sudah usang, kuno. Medianya tidak mengikuti  perubahan zaman yang semakin progresif,” ujar Nurul dalam siaran pers resmi AJI Jakarta, Selasa (29/7/2021).

Penghapusan Berita

AJI Jakarta juga mendapati berita yang dikritik oleh warganet dihapus oleh Viva tanpa mematuhi Pedoman Pemberitaan Media Siber yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.

Salah satunya berita terkait atlet bulutangkis Praveen Jordan dengan judul “Reputasi Bulutangkis Indonesia Rusak Gara-gara Praveen/Melati” sudah tidak bisa diakses.

AJI Jakarta menilai pencabutan berita tanpa disertai penjelasan dan permintaan maaf, melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber terkait pencabutan berita. Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik juga mengatur bahwa media harus mencantumkan permintaan maaf kepada pembaca atau pendengar, jika mencabut, meralat, atau memperbaiki berita yang keliru.

AJI Jakarta tidak menemukan adanya penjelasan lebih lanjut dari Viva terkait pencabutan berita tersebut, seperti yang diatur dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber dan Kode Etik Jurnalistik Pasal 10.

Stop penyampaian kritik disertai doxing

AJI Jakarta mengapresiasi publik yang sudah berperan aktif mengawasi kinerja insan pers, namun AJI Jakarta menyayangkan cara penyampaian kritik tersebut yang disertai dengan praktik doxing dengan memojokkan wartawan atau penulisnya

“Doxing adalah kegiatan membongkar atau menyebarkan informasi pribadi seseorang yang dilakukan oleh orang tidak berwenang atau tanpa izin dari pihak yang bersangkutan. Di media sosial, nama wartawan atau penulis berita tersebut, RP telah tersebar luas, beserta akun media sosialnya. Hal ini berpotensi merugikan pribadi ataupun lingkungan terdekatnya.”

Maka AJI Jakarta mengimbau media massa agar menghentikan praktik seksisme dan subordinasi terhadap atlet perempuan dalam pemberitaan olahraga, apalagi dengan menggunakan alasan demi mendulang klik.

Lalu mengimbau media massa agar memastikan jurnalisnya mematuhi pedoman pemberitaan media siber dan kode etik jurnalistik dalam setiap koreksi berita atau produk jurnalistik lainnya.

“AJI Jakarta juga mendorong publik memantau berita-berita yang bermasalah secara etik serta melaporkannya ke Dewan Pers dengan prosedur pelaporan dan publik perlu memahami, karya jurnalistik di media massa terbit melalui proses keredaksian yang tidak hanya dilakukan oleh satu orang saja. Jika ingin mengkritik pemberitaan, silakan melaporkan media massa yang bertanggung jawab atas pemberitaan tersebut ke Dewan Pers dan tidak menyerang secara personal reporter dengan praktik doxing dan hal yang merugikan lainnya.”

(Foto/ ilustrasi: Freepik)

Tika Adriana

Jurnalis yang sedang memperjuangkan ruang aman dan nyaman bagi semua gender, khususnya di media. Tertarik untuk mempelajari isu kesehatan mental. Saat ini managing editor Konde.co.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!