Tes Keperawanan Dihapus, Komnas Perempuan Apresiasi Kebijakan TNI AD

Komnas Perempuan dan Human Rights Watch menyambut baik rencana TNI AD menghapus tes keperawanan. Tes keperawanan calon prajurit perempuan adalah bentuk kekerasan berbasis gender lewat praktik invasif

Komnas Perempuan mengapresiasi kebijakan TNI Angkatan Darat yang akan menghapus pemeriksaan keperawanan atau selaput dara calon prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD), yang sudah puluhan tahun menjadi kontroversi

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jendral TNI Andika Perkasa hari Selasa (10/8/2021) memastikan bahwa ia telah menyudahi kontroversi puluhan tahun tentang “tes keperawanan” yang dilakukan TNI Angkatan Darat pada calon prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD).

“Soal hymen atau selaput dara.. Tadinya merupakan satu penilaian. Hymen-nya utuh, ruptured (sobek.red) sebagian, atau ruptured sampai habis. Sekarang tidak ada lagi penilaian itu karena memang tujuannya (pemeriksaan kesehatan.red) lebih ke kesehatan, menghindari adanya masalah yang menimbulkan insiden yang menghilangkan nyawa. Jadi tidak perlu lagi,” tandas Andika.

Lebih jauh Andika mengatakan ia menginginkan agar proses pemeriksaan kesehatan terus diperbaiki agar efektif, fokus dan tepat.

Isyarat penghapusan “tes keperawanan” ini telah disampaikan Andika sebelumnya ketika memberikan arahan pada seluruh panglima komando daerah militer (pangdam) lewat telekonferensi tentang pemeriksaan dan persyaratan kesehatan dalam rekrutmen prajurit KOWAD, dan pengajuan persyaratan pernikahan personel angkatan darat.

Video arahan itu diunggah pada 18 Juli lalu dan sontak langsung menjadi pembicaraan hangat.

Komnas Perempuan Minta Kebijakan Dituangkan dalam Dokumen Resmi

Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriani kepada VOA mengatakan mengapresiasi sikap KSAD Jendral Andika Perkasa dan berharap kebijakan itu dapat segera dituangkan dalam bentuk dokumen resmi tidak saja dalam soal “tes keperawanan” untuk calon prajurit KOWAD, tetapi juga untuk calon istri prajurit.

“Kami sungguh mengapresiasi sikap KSAD tentang “tes keperawanan”, tapi kami berharap sikap ini segera dituangkan dalam dokumen resmi yang juga berlaku untuk lintas matra di seluruh TNI. Dokumen kebijakan ini kami harap bisa menghapus “tes keperawanan”, termasuk praktik-praktik serupa lainnya seperti pemeriksaan untuk sekedar pencatatan,” ujarnya.

Ditambahkannya, “Selain tidak relevan dengan aspek kesehatan dan integritas calon prajurit atau calon pasangan prajurit, tes serupa ini jelas bersifat diskriminatif berbasis gender, karena hanya diarahkan kepada perempuan, dan juga bersifat intrusif karena menimbulkan rasa malu, takut, bahkan trauma bagi yang pernah menghadapinya.”

Human Rights Watch Ungkap “Tes Keperawanan” di Militer dalam Laporan Tahun 2014

Human Rights Watch, yang pertama kali memaparkan soal “tes keperawanan” dalam militer Indonesia dalam laporan tahun 2014, juga menyambut baik kebijakan TNI Angkatan Darat.

Peneliti senior Human Rights Watch Andreas Harsono dalam tulisannya 3 Agustus 2021 lalu ketika baru membaca isyarat Andika, mengatakan bahwa TNI Angkatan Darat sudah melakukan hal yang benar dengan mengakhiri praktik ini.

Menurutnya, “tes keperawanan” adalah bentuk kekerasan berbasis gender lewat praktik invasif dengan memasukkan dua jari ke vagina untuk menilai apakah seorang perempuan sudah pernah melakukan hubungan seks sebelumnya.

Sejak Lama WHO Minta “Tes Keperawanan” Diakhiri

Pada November 2014, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman yang mengatakan, “Tidak ada tempat bagi “tes keperawanan”, yang tidak memiliki validitas ilmiah.”

Dalam pernyataan tertulisnya ketika itu, WHO menyerukan seluruh negara “untuk mengakhiri “tes keperawanan” yang merendahkan, diskriminatif, dan tidak ilmiah terhadap perempuan dan anak perempuan.”

WHO kemudian mengeluarkan buku pedoman tentang perawatan kesehatan bagi perempuan yang mengalami kekerasan pasangan atau kekerasan seksual yang menggarisbawahi “penghormatan terhadap hak dan kenyamanan perempuan” dan bahwa “pemeriksaan fisik apapun harus dilakukan hanya dengan persetujuan yang bersangkutan dan fokus pada penentuan sifat perawatan medis yang diperlukan.”

Ironisnya rekomendasi WHO dan seruan sejumlah badan pemerhati isu perempuan dan kesetaraan gender tidak pernah didengar karena praktik itu masih terus berlanjut.

Komnas Perempuan: Seluruh Bentuk Tindakan Diskriminatif Harus Diakhiri

Andy Yentriani mengatakan sejak tahun 2014 Komnas Perempuan secara konsisten menyuarakan penghentian tindakan invasif dan diskriminatif ini, termasuk dalam pertemuan terakhir dengan Mabes TNI April lalu.

“Hal ini, baik sikap mengenai “tes keperawanan” maupun rekomendasi kami bagi TNI sudah pernah kami sampaikan saat audiensi dengan Mabes TNI pada April lalu sehingga kami sangat optimis ini akan segera menjadi dokumen kebijakan dan sekaligus tonggak sejarah bagi upaya menghapus segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan,” ujarnya.

KSAD Jendral Andika Perkasa mengatakan pihaknya mendengar semua seruan ini dan setiap tahun akan memperbaiki diri, “karena organisasi yang mau maju maka ia harus mau memperbaiki diri.”

Khusus dalam hal rekrutmen prajurit, Andika mengatakan evaluasi dan perbaikan terus dilakukan dalam soal akademik, psikologi, fisik, dan administrasi di semua tingkatan, baik tamtama, bintara dan perwira; baik laki-laki maupun perempuan. [em/jm]

(Foto/ Ilustrasi: Canva)

(Sumber: Voice of America)

Eva Mazrieva

Jurnalis Voice of America/ VOA
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!