Judul Dan Pasal Yang Hilang Dalam RUU PKS: Aktivis Perempuan Pertanyakan DPR

Media sosial jaringan aktivis perempuan ramai sejak kemarin ketika Baleg DPR RI mengubah judul RUU PKS, mengubah 9 jenis kekerasan seksual menjadi 4 jenis kekerasan seksual dan menghilangkan jaminan hak korban kekerasan

Media sosial @JakartaFeminist memposting kritik atas apa yang terjadi di DPR dalam proses perjuangan RUU PKS menjadi undang-undang.

Sejumlah perubahan seperti judul yang diganti, pasal yang hilang dan juga jaminan pada korban yang hilang, menandakan bahwa perjuangan menghadirkan keadilan bagi korban kekerasan seksual di Indonesia bukan perjuangan yang mudah. 9 jenis kekerasan seksual juga hilang dan hanya tinggal 4 jenis kekerasan seksual saja yang disetujui, antaralain: pemaksaan hubungan seksual, pelecehan seksual (fisik dan non fisik), eksploitase seksual dan pemaksanaan kontrasepsi.

Sebelumnya, pada 30 Agustus 2021, perjuangan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) memasuki babak baru dengan munculnya draf RUU PKS baru yang disusun oleh Badan Legislatif (BALEG) DPR RI, namun para aktivis mendapati ada judul RUU yang diganti, 85 Pasal dipangkas, dan jaminan hak korban yang hilang

Jaringan lembaga dan organisasi perempuan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) menyatakan dalam pers release yang diterima Konde.co 2 September 2021, setelah 622 hari berlalu sejak didaftarkan pada 17 Desember 2019 silam dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024, penantian panjang ini berujung pada dipangkasnya 85 pasal, termasuk dihapuskannya pasal yang berhubungan dengan hak-hak korban.

Draf baru RUU PKS dihadirkan dengan beberapa perubahan, dari judul yang diubah menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual hingga ketentuan-ketentuan di dalamnya.

Perubahan judul ini memiliki dampak serius terhadap materi muatan RUU secara keseluruhan.

Dengan terminologi ‘penghapusan’ RUU PKS memuat elemen-elemen penting penanganan kekerasan seksual secara komprehensif yang bertujuan menghapus kekerasan seksual, sementara RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual versi BALEG DPR RI, sesuai dengan namanya, menitikberatkan pada penindakan tindak pidana sehingga mengabaikan unsur kepentingan korban seperti pemulihan, perlindungan, dan akses terhadap keadilan secara umum.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) mengapresiasi langkah konkret dan upaya BALEG DPR RI dalam memperjuangkan pengesahan RUU PKS.

Namun sangat disesalkan bahwa pengubahan judul RUU yang berimbas pada substansi pasal-pasal di dalamnya justru menunjukkan kurangnya komitmen negara dalam penanganan kasus kekerasan seksual beserta kompleksitasnya secara komprehensif.

Draf baru RUU PKS telah menghilangkan ketentuan-ketentuan penting yang sebelumnya sudah diusulkan oleh perwakilan masyarakat sipil dari lembaga pendamping korban dan organisasi perempuan melalui naskah akademik dan naskah RUU PKS pada September 2020.

“Proses pembahasan ini adalah sebuah progres yang baik, tapi perubahan judul dan penghapusan elemen-elemen kunci RUU PKS adalah kemunduran bagi pemenuhan dan perlindungan hak-hak korban kekerasan seksual. Sebagai masyarakat sipil kita perlu menguatkan kembali solidaritas kita pada korban kekerasan seksual dengan mendesak BALEG DPR RI untuk menyesuaikan materi RUU PKS dengan kebutuhan korban,” seru Naila, selaku perwakilan KOMPAKS.

Marina Nasution

Jurnalis televisi yang murtad dan kini mualaf di Konde.co Pengagum paradoks semesta, gemar membeli buku tapi lupa membaca.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!