Walau Hidup di Masyarakat Religius, Orangtua di Indonesia Dukung Pendidikan Kesehatan Reproduksi

Banyak sekolah di dunia ragu dalam memberikan pelajaran terkait kesehatan seksual karena khawatir akan respons negatif dari orang tua. Berbagai kekhawatiran ini ternyata keliru. Orangtua di Indonesia tetap dukung pendidikan kesehatan reproduksi walau hidup di masyarakat yang religius

Sekolah punya peran penting untuk memastikan anak muda mendapatkan pendidikan yang menyeluruh terkait hubungan dan kesehatan seksual.

Berdasarkan riset dari berbagai negara selama tiga dekade terakhir, kita tahu bahwa pendidikan semacam ini di sekolah sangat efektif. Muatan kesehatan seksual mendukung anak muda menjadi orang dewasa yang lebih sehat dan bahagia, serta mampu menghindari berbagai risiko kesehatan.

Sayangnya, banyak sekolah di seluruh dunia kerap ragu dalam memberikan pelajaran terkait kesehatan seksual karena khawatir akan respons negatif dari orang tua. Sekolah pada akhirnya menghindari topik-topik penting ini, yang sebenarnya sangat mendukung tumbuh kembang para siswa.

Berbagai kekhawatiran ini ternyata keliru.

Banyak orang tua di seluruh dunia ternyata sangat mendukung pendidikan kesehatan seksual. Bahkan, orang tua dari negara yang terkenal religius seperti Malaysia, Oman, Iran, dan Bangladesh menunjukkan dukungan yang besar untuk pengajarannya di sekolah.

Meskipun demikian, riset terkait hal ini masih sangat terbatas di Indonesia – negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Tim kami mencoba menjawab hal ini dalam penelitian kami.

Kami menemukan bahwa 98,4% dari orang tua di survei kami – 38,2% laki-laki, 61,4% perempuan, dan 0,4% lainnya – mendukung pengajaran pendidikan kesehatan seksual oleh sekolah. Bahkan, sebanyak 80% merasa pendidikan ini sebaiknya dimulai sedini mungkin di tingkat taman kanak-kanak (TK) atau sekolah dasar (SD).

Mayoritas sampel kami adalah individu yang religius (97,6%), dengan 40% di antaranya mengaku muslim.

Meski studi kami menggunakan convenience sampling (pengambilan sampel berbasis kemudahan) dan belum tentu mewakili perasaan seluruh orang tua, hasil awal yang kami dapatkan menentang anggapan umum bahwa orang tua di Indonesia menjadi faktor penghambat penerapan pendidikan kesehatan seksual di sekolah.


Baca juga: Akademisi sarankan cara tepat mengajarkan pendidikan seks untuk anak di Indonesia


Isu yang menantang, tapi pandangan orang tua mulai berubah

Kesehatan seksual adalah salah satu isu penting yang perlu mendapat perhatian serius di Indonesia. Ada banyak bukti bahwa anak muda di Indonesia masih minim wawasan tentang kesehatan seksual dan reproduksi.

Dalam Survei Kesehatan dan Demografi tahun 2017 yang dilakukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap anak muda berusia 15-24, misalnya, hanya 12% perempuan dan 6% laki-laki tahu di mana mencari informasi tentang kesehatan reproduksi.

Ini membuat mereka rentan melakukan aktivitas seksual yang berisiko, sehingga lebih mudah terpapar HIV, penyakit menular seksual (PMS), mengalami kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi yang tidak aman, perkawinan anak, serta kekerasan seksual.

Sayangnya, pendidikan kesehatan seksual dalam sistem pendidikan Indonesia sangat terbatas dan tidak seragam. Pengajarannya juga kerap kali dipertentangkan, baik karena alasan budaya maupun politik, selama bertahun-tahun.

Kabar bahagianya adalah ternyata orang tua dalam survei kami menganggap bahwa muatan tentang keamanan diri (mencegah pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak), penyakit menular, dan juga etika dalam hubungan yang bersifat seksual, sangat penting untuk diajarkan. Mereka juga ingin sekolah mengajarkan muatan lain terkait ilmu biologi seperti pubertas, reproduksi, dan praktik seksual yang aman.

Semua hal di atas adalah topik penting yang perlu dipelajari oleh anak muda.

Namun, kita juga harus berhati-hati supaya sekolah tidak sekadar mengajarkan materi berbasis ketakutan, dengan fokus berlebihan pada akibat buruk seks seperti PMS, kehamilan, serta ancaman kekerasan.

Idealnya, sekolah perlu memberikan informasi yang membantu anak muda mengembangkan kemampuan sosial, emosional, dan kognitif supaya bisa meraih kesejahteraan dan kebahagiaan diri – terutama terkait tubuh, hubungan, dan seksualitas mereka.

Para orang tua dalam survei kami bahkan mendukung pemberian materi terkait hubungan seksual yang baik dan menyenangkan. Meskipun demikian, mereka merasa topik ini tidak sepenting topik kesehatan seksual lainnya yang dianggap lebih mendesak.

Ini menunjukkan bahwa kita perlu berupaya lebih untuk menggandeng dan mendidik orang tua maupun sekolah tentang pentingnya membahas kesehatan seksual dengan cara yang positif, tanpa rasa tabu maupun ketakutan.

Apa terobosan yang bisa dilakukan sekolah di Indonesia?

Meskipun ada dukungan yang besar dari para orang tua dalam survei kami, lebih dari sepertiga tidak tahu atau merasa tidak yakin apakah anak mereka sudah pernah mendapat pendidikan kesehatan seksual di sekolah mereka saat ini.

Artinya, sekolah harus berusaha keras untuk tetap berkomunikasi dengan orang tua supaya kedua pihak bisa bekerja sama dalam mewujudkan pendidikan ini.

Bagi orang tua yang mengetahui tentang program di sekolah anak mereka, kebanyakan menganggap kualitas pendidikan kesehatan seksual yang ada sudah cukup baik. Namun, sekitar 6% masih menganggap upaya sekolah anak mereka cukup buruk.

Saat ini, komunikasi yang erat adalah kunci dari kebijakan baru yang sedang diterapkan di seluruh sekolah di Inggris.

Pendidikan tentang hubungan dan seksualitas kini menjadi materi wajib bagi seluruh sekolah – baik sekolah negeri, swasta, maupun sekolah berbasis agama. Tiap sekolah di Inggris wajib menyusun dokumen kebijakan yang menjelaskan secara rinci bagaimana mereka akan mengajarkan pendidikan hubungan dan kesehatan seksual. Mereka juga harus berkonsultasi dengan orang tua dalam penyusunan dokumen ini.


Baca juga: Relationships and sex education is now mandatory in English schools – Australia should do the same


Selain itu, berbagai sumber akademik juga menyebutkan bahwa melibatkan seluruh elemen sekolah (school-wide approach) adalah pendekatan terbaik dalam mengajarkan pendidikan kesehatan seksual.

Ini berwujud pengajaran di ruang kelas yang menyeluruh – diberikan oleh tim pengajar yang sudah dilatih dengan baik dan punya semangat tinggi – dan didukung oleh para keluarga siswa serta lembaga atau organisasi kesehatan setempat. Di model yang diterapkan di Inggris, ini juga mencakup konsultasi dengan kelompok orang tua konservatif maupun pemuka agama.

Melibatkan seluruh elemen sekolah juga membantu mewujudkan staf sekolah dan atmosfer belajar yang menghargai dan mempraktikkan pendidikan kesehatan seksual di seluruh lingkungan sekolah.

Setiap siswa di Indonesia semestinya punya akses pada pendidikan hubungan dan kesehatan seksual yang terkini, diajarkan oleh guru yang baik dan didukung sekolah. Apabila ini terwujud, mereka bisa lebih nyaman menjalani hidup di luar kelas dan punya wawasan yang baik tentang menghargai orang lain, cara berkomunikasi yang baik, and pentingnya mengenali dan mendiskusikan isu kesehatan seksual – entah di taman bermain, acara sekolah, maupun lingkungan lainnya.

Harapannya, hasil dari survei ini menjadi sinyal yang kuat bagi sekolah bahwa orang tua cukup mendukung diajarkannya pendidikan hubungan dan kesehatan seksual.

Semoga ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah untuk memperluas pengajarannya, memperbarui muatannya berdasarkan panduan internasional yang berbasis riset, dan benar-benar menyajikan pendidikan kesehatan seksual yang baik di seluruh Indonesia.


Sanyulandy Leowalu berkontribusi pada riset kami di atas, serta membantu penyusunan artikel ini.

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Jacqueline Hendriks

Research Fellow and Lecturer, Curtin University
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!