Teman Bantu Teman: Solidaritas Penulis dan Musisi Lewat Ekosistem Perbukuan

Pandemi juga berdampak berat bagi kalangan penulis dan musisi. Namun, kebanyakan mereka tak 'tersentuh' kebijakan institusi atau pemerintah secara layak. Melalui inisiasi gerakan #TemanBantuTeman, mereka saling membantu teman terdekat hingga senasib.

Aan mansyur tidak menyangka aktivitas sederhana, menanyakan kabar teman-teman terdekat di dunia penulisan, mengantarkannya bersama pegiat gerakan #TemanBantuTeman bisa memupuk gotong royong yang lebih luas. Kala itu, sekitar pertengahan tahun 2021, Aan mulai terlibat mendata kondisi teman-teman terdekatnya, hingga saling bersolidaritas. 

#TemanBantuTeman merupakan platform yang merekomendasikan penulis/editor/penerjemah/pegiat perbukuan yang butuh bantuan selama pandemi. Masyarakat pun juga bisa berdonasi untuk membantu mereka. https://www.instagram.com/bantutemanteman/

Penulis kumpulan puisi ‘Tidak Ada New York Hari Ini’ (2016) itu, mengatakan dari pendataan yang dia lakukan secara online dan lewat sosial media tersebut, disambut semarak: cerita-cerita teman-teman di dunia perbukuan kala pandemi begitu beragam, sekaligus menggetarkan. 

“Betapa rentan teman-teman yang bekerja di perbukuan. Setiap hari kami dapat pengajuan, bukan hanya menggalang donasi tapi kami juga mulai berpikir bahwa isu-isu soal rentannya pekerja buku bukannya catatan kami saja. Jadi, lahirlah gagasan-gagasan,” ujar Aan dalam Temu Media #FestivalBantuTeman di Live IG, Jumat (10/9/2021). 

Selama sekitar dua bulan, per 8 September 2021 ini, menurut catatan Aan, telah terkumpul sekitar 109 jutaan, yang telah disalurkan kepada sekitar 145 orang. 

“Dari fakta ini, kami berpikir bagaimana donasi ini (tetap) jalan, dan bisa mengajak lebih banyak pekerja buku (terdampak pandemi),” imbuhnya. 

Musisi Reda Gaudiamo menceritakan kisahnya saat pandemi, tak dipungkiri sempat membuatnya panik karena mandeg-nya pemasukan dari profesi musisinya. Dia pun lantas ‘memutar otak’ untuk mencari peluang lain seperti menulis hingga membuka kelas, agar tetap bisa bertahan di masa pandemi. Seperti, mengisi kelas menari hingga menggambar bagi anak-anak yang ternyata dia nikmati. 

Perempuan yang seringkali berduet musikalisasi puisi bersama suaminya, almarhum Ari Malibu itu, bahkan mengakui, inisiasi #TemanBantuTeman ini bukan saja membantunya secara material, namun menumbuhkan semangat dan perspektif baru: meminta bantuan itu hal yang wajar.  

Terlebih, di masa pandemi, yang memukul sektor kehidupan termasuk musisi dan seniman karena adanya pembatalan konser dan sepinya pertunjukkan. Dan di saat yang serba sulit dan penuh kecemasan itu, Reda bilang begitu berterima kasih atas hadirnya teman-teman yang membantu. 

“Kita mengakui bahwa kita butuh bantuan, adalah hal penting. Kita jalan terus. Berkolaborasi dengan teman dan meminta bantuan dari teman,” terang musisi sekaligus penulis kelahiran 1962 itu. 

Dunia Perbukuan yang Terpinggirkan

Penulis, Eka Kurniawan mengatakan bahwa ekosistem perbukuan selama ini memang begitu rentan. Sebelum pandemi datang bahkan, dirinya telah merasakan minimnya jaminan dan perlindungan atas kelangsungan hidup para penulis.

“Hampir sebagian besar orang yang bekerja di perbukuan kan tidak terikat, mereka biasanya menulis untuk (disalurkan) ke penerbit atau media. Itu sangat rentan, kita freelance,” kata dia. 

Di tengah situasi sulit itu, penulis ‘Cantik itu Luka’ tersebut mengungkapkan ‘jaring pengaman’ bagi pegiat di dunia perbukuan juga belum optimal. Misalnya saja, penulis harus mengurus sendiri soal jaminan kesehatan BPJS hingga tidak masuknya dalam mekanisme penerima bantuan terdampak pandemi dari institusi atau pemerintah. 

“Ketika pandemi datang, ini seperti membuka yang sebelumnya menjadi problem. Hampir gak ada ‘jaring pengamannya’ sama sekali, ini harus jadi pikiran kita bersama,” ujar Eka. 

Baik Eka, Aan dan Reda sepakat, bahwa inisiasi #TemanBantuTeman memang penting digalakkan. Selain donasi sukarela, gerakan ini juga memunculkan inovasi sumber pendanaan lain seperti penjualan tiket dan donasi dari festival. Beberapa teman yang terlibat seperti Ananda Badudu, Ardhito Pramono & Oom Leo, Gabriela Fernandez, Kabar Burunx, Kapal Udara, Louise Monique, dan banyak lainnya. 

Nurul Nur Azizah

Bertahun-tahun jadi jurnalis ekonomi-bisnis, kini sedang belajar mengikuti panggilan jiwanya terkait isu perempuan dan minoritas. Penyuka story telling dan dengerin suara hujan-kodok-jangkrik saat overthinking malam-malam.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!