10 Hal Penting Kenapa Kamu harus Dukung Permendikbud Kekerasan Seksual di Kampus

Jadi trending topic nomer 1 di Twitter dan dikritik keras oleh Partai Keadilan Sejahtera, ini tak boleh menggentarkanmu untuk tidak mendukung Permendikbud Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus

Kenapa kamu harus dukung Permendikbud Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus? Isu ini 11 November 2021 hari ini ramai jadi trending topic di Twitter #Nadiemoleng dan #kekerasanseksual

Kampanye ini juga ramai di wall para aktivis perempuan: “Dukung dan Pertahankan Permen PPKS! Peraturan ini sangat mendukung gerakan orang muda kampus dalam melawan kekerasan seksual, terutama karena Permen PPKS menyediakan pedoman bagi Perguruan Tinggi untuk membudayakan praktik pencegahan dan penanganan KS yang pro korban.”

Gak usah ragu jika ada penolakan-penolakan ini karena justru Permendikbud ini penting untuk mencegah kekerasan seksual yang bisa kamu alami di kampus.

Jaringan Muda Setara mencatat, ada 10 hal penting kenapa kamu harus dukung Permendikbud Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Permen PPKS):

1. Permen ini Mengenal konsep relasi kuasa dan gender dalam mendefinisikan kekerasan seksual

Permen ini menuliskan konsep relasi kuasa dan gender dalam mendefinisikan kekerasan seksual(Bab I Ketentuan Umum), hal ini membantu perguruan tinggi untuk secara tegas melihat definisi dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang seringkali tidak diakui terjadi di kampus. Dalam banyak kasus pelaporan kekerasan seksual, acapkali korban kembali menjadi korban karena disudutkan dengan pertanyaan terkait dengan penampilan, ekspresi, hubungan dengan pelaku, dsb.

Pemahaman mengenai ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender serta bentuk-bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi di kampus akan mencegah keberulangan/reviktimisasi pada korban juga ada dalam Permen PPKS ini

2.Mekanisme pencegahan yang komprehensif dan melibatkan setiap unsur civitas akademika

Hal ini terlihat dalam kalimat: melalui penguatan tata kelola seperti pembentukan satuan tugas, penyusunan pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, penyediaan layanan pelaporan kasus, sosialisasi, pemasangan tanda informasi serta jaminan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas (BAB II Pencegahan). Dengan demikian tidak perlu lagi ada kekhawatiran bahwa aturan ini hanya mengakomodasi kelompok tertentu dan meninggalkan kelompok rentan lainnya.

3.Menjamin pemulihan korban

Ini terlihat dalam bab Penanganan bagian kelima dengan intervensi yang sesuai dengan apa yang diperlukan dan disetujui oleh korban. Orientasi dari aturan ini bukan hanya penghukuman terhadap pelaku namun juga memperhatikan pemulihan yang korban perlukan baik akibat dari kekerasan seksual yang dialaminya atau pun yang diakibatkan dari proses investigasi.

4.Mencegah kriminalisasi korban dan pembela

Pencegahan terjadidalam penanganan kasus yang sedang berlangsung (Bab Penanganan Bagian Ketiga). Sebagai bagian dari pelindungan korban dan pembela, Permen PPKS ini menjamin keberlanjutan hak serta perlindungan dari ancaman fisik, non-fisik hingga kriminalisasi, bagi korban dan saksi yang melaporkan peristiwa kekerasan seksual.

5.Sanksi yang tegas dalam penanganan kekerasan seksual di kampus

Dalam bab Penanganan Bagian keempat, sanksi yang diatur terbagi menjadi tiga bagian yaitu ringan, sedang dan berat. Sanksi ringan mewajibkan pelaku untuk menyatakan permohonan maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa. Selain itu, pelaku yang mendapatkan sanksi ringan dan sedang juga diwajibkan untuk mengikuti pembinaan konseling untuk memberikan efek jera sehingga tidak terjadi keberulangan.

6.Menjamin ruang partisipasi warga kampus untuk mendukung korban melalui pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual

Ini bisa dibaca dalam bab IV Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Partisipasi dari setiap unsur civitas akademika yang berpihak pada korban seperti mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan lainnya adalah kunci dalam implementasi Permen PPKS ini. Dengan menetapkan syarat-syarat yang ketat seperti pernah mendampingi korban kekerasan seksual serta proporsi anggota yang melibatkan partisipasi mahasiswa sebesar 50%, membuat satgas yang dibentuk mampu untuk menjangkau dan mengamati situasi terkini di kampus. Hal ini sekaligus memberikan rasa aman dan nyaman pada korban mahasiswa, karena yang menerima laporan kasusnya adalah teman sebaya mereka.

7.Memberikan perlindungan hak korban dan saksi

Tercatat dalam bab III Penanganan Bagian Ketiga Perlindungan). Aturan ini memberikan jaminan perlindungan bukan hanya kepada korban, melainkan juga kepada saksi. Perlindungan tersebut di antaranya adalah perlindungan akademis dan/atau pekerjaan sebagai pendidik maupun tenaga pendidik, perlindungan dari ancaman fisik maupun non-fisik, perlindungan akan kerahasiaan identitas, perlindungan dari ancaman pidana atau perdata hingga penyediaan rumah aman bila korban dan saksi memerlukan.

8.Memastikan tanggung jawab perguruan tinggi

Perguruan tinggi harus memastikan tanggungjawabnyadalam meningkatkan keamanan kampusnya dari kekerasan seksual. Permen PPKS ini mewajibkan kampus menjadi salah satu kunci yang mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Apabila perguruan tinggi tidak melaksanakannya, maka akan berakibat pada pengurangan-pengurangan hak yang dimiliki perguruan tinggi tersebut.

9.Mengakomodasi kebutuhan disabilitas

Mengakomodasi kebutuhan disabilitasdalam tiap proses pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Hal ini merupakan bentuk perlindungan Permen PPKS terhadap hak-hak disabilitas yang sering kali diabaikan. Selain itu, pengakomodasian kebutuhan disabilitas juga menunjukkan inklusivitas Permen PPKS terhadap ragam kerentanan korban kekerasan seksual.

10.Mengakomodasi keragaman kondisi kampus di Indonesia

Sehingga Pemimpin Perguruan Tinggi diberi wewenang untuk mengatur lebih lanjut hal-hal yang belum diatur di Permen PPKS (Pasal 50) dan kepastian hukum untuk meminta bantuan dari Mendikbud Ristek dalam penanganan kasus-kasus yang berat (Pasal 56).

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!