Roehana Koeddoes, Pahlawan Yang Tak Banyak Disebut Dalam Literatur Pers

Nama Roehana Koeddoes tak pernah lepas dari sejarah pers perempuan di Indonesia. Namun karena tak banyak disebutkan dalam literatur-literatur sejarah pers di Indonesia, nama Roehana tenggelam dalam hiruk-pikuk tokoh-tokoh pers lainnya di Indonesia.

Nama Roehana Koeddoes kerap tenggelam dalam hiruk-pikuk tokoh pers yang rata-rata adalah laki-laki.

Tidak banyaknya penulis yang menuliskan nama-nama tokoh pers atau jurnalis perempuan di masa lalu yang berjuang mengelola media perempuan dan menggelorakan perjuangan perempuan melalui media

Lia Anggia Nasution, adalah jurnalis dan peneliti sejarah pers perempuan Sumatera Utara yang kemudian menelusuri ini. Pers perempuan di Sumatera Utara mempunyai kontribusi besar dalam meletakkan media dari kacamata para jurnalis perempuan di kala itu, salah satunya yang dilakukan Roehana Koeddoes. Di masa itulah, tulisan soal perempuan dari perspektif perjuangan perempuan lahir dan dituliskan.

Nama Roehana Koeddoes masuk di Google Doodle, Senin 8 November 2021 kemarin, ini membuktikan bahwa tulisannya sudah banyak mendapatkan sorotan, padahal jauh sebelumnya, namanya tenggelam.

Pada tanggal 8 November 2019 atau 2 hari sebelum peringatan hari pahlawan 10 November 2019, Roehana, perempuan pendiri Koran “Soenting Melajoe” mendapatkan gelar pahlawan nasional dari pemerintah. Jadi Roehana merupakan jurnalis perempuan pertama yang menjadi pahlawan nasional Indonesia

Roehana merupakan salah satu peletak pers berperspektif perempuan yang memperjuangkan kesetaraan dalam berbagai tulisannya di awal tahun 1900 lalu, jauh sebelum Indonesia merdeka.

Koran yang dipimpinnya, “Soenting Melajoe” terbit pada 10 Juli 1912 setelah Koran Poetri Hindia. Poetri Hindia merupakan koran pertama yang diperuntukkan perempuan di Indonesia yang terbit pada 1 Juli 1908. Koran ini dibuat oleh perintis pers Indonesia, Tirto Adhi Soerjo.

Soenting Melajoe terbit di Padang pada 10 Juli 1912 dan didirikan oleh Roehana dan Ratna Djoeita. Lia Anggia Nasution, yang melakukan penelitian Studi Analisis Wacana Kritis Perspektif Feminis dalam Konten Koran ‘Perempoean Bergerak’ di Sumut dan ditulis di Jurnal Simbolika, 1 April 2019 menulis, bahwa media massa di masa itu, termasuk Soenting Melajoe menjadi wadah bagi perempuan untuk menyebarluaskan gagasan kesetaraan gender, menggugat sistem sosial yang berlaku di mana laki-laki telah menguasai dan menghambat kemajuan kaum perempuan.

Lia Anggia juga menulis bahwa kemajuan tidak akan diperoleh apabila perempuan ditinggalkan. Tulisan-tulisan seperti ini yang menjadi ciri khas perjuangan perempuan di media kala itu.

“Isi pemberitaan dalam koran ini dipengaruhi terhadap situasi di masa itu, dimana pengaruh politik etis yang diberlakukan Belanda yang menjajah Indonesia di kala itu juga berdampak pada perempuan. Termasuk terbukanya akses bagi perempuan untuk berhimpun baik dalam organisasi. Kondisi ini membuat media perempuan tidak hanya menggugat budaya patriarki namun juga membangkitkan semangat nasionalisme, membela tanah air dengan mengkritisi kebijakan Belanda terutama dalam hal yang merugikan kaum perempuan.”

Slogan koran yang didirikan Roehana yaitu,“Soerat Chabar Perempoean di Alam Minangkabau”.

Koran yang terbit tiga kali dalam seminggu ini kemudian menjadi inspirasi bagi perempuan di Sumut untuk mendirikan koran yang bernama Koran Perempoean Bergerak yang terbit setelahnya yaitu pada Mei 1919- Desember 1920.

Lia Anggia Nasution juga menulis bahwa Rohana Koeddoes dalam tulisannya edisi September 1920 pernah mengecam perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang eksploitatif dan tidak berpihak pada perbaikan masyarakat Indonesia terutama kaum perempuan.

“…dimana kemelaratan dan kesoesahan jang diderita oleh kaoem dan bangsanja Hindia soedah hampir meliwati jang moetinja ditanggoeng sebagai hidoepnja sesoeatoe bangsa jang berada dalam djajahannja (kolonie) jang soeboer dan dapat perlindoengan jang halal dari Radja2 dan pemerintahnja atoe jang berwajib melondoengi mereka sebagai ra’jat jang membajar bea padjak dan belastingnja oentoek pemeliharaan dirihak milik dan keselamatan kehidoepanja.”

Pergerakan Roehana pada masa itu, juga didukung oleh semua organisasi yang mendirikan surat kabar yang bertujuan untuk meningkatkan martabat perempuan dengan memberikan pendidikan. Dalam penelitiannya, Lia Anggia menyebut bahwa organisasi perempuan di masa itu membuka ‘sangkar’ perempuan bangsawan atau perempuan dari golongan atas dan menengah yang biasanya dipingit di dalam rumah. Melalui organisasi perempuan dapat bertemu dengan teman-teman sekaumnya dan mereka akhirnya memperjuangkan emansipasi bersama-sama.

Roehana Koeddoes lahir di Kotogadang, Sumatera Barat pada 20 Desember 1884 dan meninggal pada usia 87 tahun pada 17 Agustus 1972.

Fitriyanti seorang jurnalis perempuan juga pernah menuliskan tentang apa yang dilakukan Rohana Kudus di masa itu dalam buku yang diterbitkan Jurnal Perempuan.

Fitriyanti menulis, tak hanya Koran Soenting Melajoe, Roehana juga mengurus sekolah kerajinan Amai Setia. Di sekolah yang didirikan pada tahun 1911 ini mereka mengajarkan ketrampilan bagi para perempuan dengan tujuan bahwa perempuan di Melayu kala itu harus mempunyai ketrampilan yang baik agar perempuan mandiri secara ekonomi.

Gelar pahlawan bagi Roehana merupakan sesuatu yang penting dimana tulisan para jurnalis diakui sebagai pembuka ruang untuk memperjuangkan kesetaraan perempuan dan melawan kolonialisme Belanda masa itu.

(Tulisan pernah dimuat pada 12 November 2019 dan mengalami penyuntingan ulang. Disarikan dari tulisan Lia Anggia Nasution, jurnalis dan peneliti peraih dana hibah Cipta Media Ekspresi dari Ford Foundation dan Wikimedia 2019, Penelitian Studi Analisis Wacana Kritis Perspektif Feminis dalam Konten Koran ‘Perempoean Bergerak’ di Sumut dan ditulis di Jurnal Simbolika, 1 April 2019)

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!