Curhat PRT: Pernah Dipecat Karena Kampanye di Medsos

Tekad saya adalah: tetap melakukan kampanye untuk perbaikan nasib pekerja rumah tangga (PRT), meski saya pernah diberhentikan sepihak karena kampanye di media sosial.

Nama saya Suryati biasa dipanggil Bu Sur. Usia saya saat ini 46 tahun dan tulisan ini saya buat di Semarang, 30 Oktober 2021 lalu.

Saya bekerja menjadi pekerja rumah tangga (PRT) sejak usia 14 tahun, jadi saya sudah lebih 30 tahun bekerja sebagai PRT. Awalnya saya bekerja di Jakarta, namun setelah menikah saya bekerja di Semarang, ibukota provinsi Jawa Tengah.

Saya bergabung di organisasi Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Merdeka pada tahun 2012. Sejak itu saya aktif di berbagai kegiatan organisasi, bahkan di organisasi ini saya dipercaya menjadi salah satu pengurus. 

Di SPRT Merdeka ini saya berkesempatan mengikuti berbagai pelatihan. Salah satunya adalah melakukan kampanye di media sosial. Waktu belum bergabung di organisasi saya tidak bisa menggunakan HP Android. Waktu itu saya hanya bisa menggunakan ponsel biasa yang saya gunakan untuk pesan pendek (sms) dan telepon.

Setelah bergabung dengan SPRT dan mendapatkan pelatihan kampanye di media sosial, saya tertarik dan ingin bisa lebih aktif mengampanyekan perbaikan nasib PRT.

Untuk itu, saya lantas memberanikan diri untuk mengutang agar bisa membeli HP Android. Kemudian saya dilatih untuk membuat akun Facebook. Aktif di media sosial, membuat saya bertemu dengan banyak teman baru, khususnya teman-teman PRT, tidak hanya di Semarang tetapi juga PRT se-Indonesia bahkan dari luar negeri.

Mereka bergabung di organisasi PRT. Dalam kampanye ini semua anggota terutama pengurus harus ikut berpartisipasi berkampanye di medsos.

Selama ini PRT dipandang sebelah mata oleh orang banyak. Melalui kampanye, kita dapat mengabarkan nasib dan suara PRT. Sekaligus memperlihatkan ke masyarakat tentang kegiatan organisasi, sekolah PRT, dan perjuangan untuk memperbaiki nasib PRT.

Kadang kami juga mengunggah pekerjaan, bahkan kasus-kasus yang dialami PRT. Bahkan tidak jarang saya mengunggah kegiatan yang agak narsis, selain untuk kampanye tentang PRT agar lebih banyak orang yang tahu, juga untuk hiburan.

Hingga saat ini, saya lebih banyak melakukan kampanye di Facebook. Sedangkan, untuk Instagram saya belum begitu aktif karena belum mahir. Mungkin karena belum terbiasa ya. Tapi akan saya terus mencoba. Kalau tidak bisa, biasanya saya minta tolong anak atau teman di organisasi PRT.

Selama berkampanye di media sosial, saya suka membaca respon atau komentar dari masyarakat. Dari sana saya menyadari, lama-kelamaan masyarakat tahu tentang kegiatan yang selama ini saya dan teman-teman PRT lakukan.

Kampanye ini juga mampu membangun kesadaran teman-teman PRT bahwa berorganisasi itu penting agar keberadaan kami sebagai pekerja bisa diakui. Dan, hak-hak kami sebagai pekerja juga dipenuhi.

Saya juga akan terus berjuang agar suara PRT bisa didengarkan pengambilan keputusan. Salah satu perjuangan kami adalah agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan menjadi UU.

Lewat tulisan ini, saya ingin mengajak masyarakat untuk ikut mendukung upaya kami, walaupun hingga saat ini pemerintah dan DPR belum serius membahas RUU PPRT yang sangat penting bagi nasib kami.

Saya pernah berkampanye di media sosial tentang pekerjaan saya. Niat saya waktu itu  hanya ingin memberi tahu kepada masyarakat bahwa kalau hari Senin pekerjaan PRT lebih berat dibandng hari-hari biasa. Pekerjaan menumpuk karena habis ditinggal libur.

Waktu itu, saya mengunggah foto cucian dan setrikaan yang segunung. Ehh, tak lama kemudian, saya langsung diberhentikan oleh majikan saya.

Majikan tidak terbuka apa alasan atau kesalahan apa yang saya berbuat hingga diberhentikan secara sepihak. Majikan menolak memberi tahu. Kemudian saya terbuka, kalau memang karena kampanye saya di Facebook ya tidak apa-apa. Di organisasi memang ada kegiatan rutin yakni kampanye.

Saya sampaikan ke majikan waktu itu bahwa pekerjaan di sini tidak begitu berat, saya justru kerasan (betah) karena diperlakukan baik dan diijinkan ikut kegiatan organisasi. Gajinya juga lumayan dibandingkan di tempat lain. Saya tidak bermaksud menyinggung pekerjaan saya di rumah ini, saya hanya menginformasikan kepada masyarakat kalau pekerjaan PRT begitu berat dan berisiko, itu saja.

Tetapi majikan tetap dengan keputusannya, sehingga mau tidak mau saya harus mencari pekerjaan di tempat lain. Demikian sedikit pengalaman saya.

Lewat tulisan ini, saya ingin mengajak teman-teman untuk tidak takut untuk berkampanye di media sosial. Selama tujuannya baik dan dilakukan dengan cara baik-baik, saya yakin hasilnya akan baik juga. Terus mencoba lebih baik daripada tidak sama sekali.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisan. Tulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)

Suryati

Aktif di Organisasi Jala PRT
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!