Film ‘A Fall from Grace’: Kenali Kekerasan di Lingkungan Kerjamu

Kenali kekerasan di lingkungan kerjamu, ini catatan penting dari sebuah film berjudul "A Fall From Grace." Perilaku kekerasan yang seringkali dialami oleh para pekerja di lingkungan kerja pada umumnya berupa sikap meremehkan atau merendahkan dari yang dilakukan sang atasan.

Kekerasan terhadap perempuan menjadi pesan utama yang ingin disampaikan dalam film A Fall from Grace. Film yang disutradarai Tyler Perry ini menyuguhkan cerita dengan pesan moral menarik beserta plot twist yang apik, film ini menceritakan seorang pengacara muda bernama Jasmine Bryant (Bresha Webb) yang berjuang membongkar kebenaran dari kasus yang menjerat Grace Waters (Crystal Fox).

Grace dituduh membunuh suaminya, Shannon DeLong (Mehcad Brooks). Uniknya kedua tokoh utama di film ini sama-sama menderita akibat gempuran kekerasan, namun perbedaan terletak pada Jasmine yang mengalami kekerasan di lingkungan kerjanya, sedangkan Grace mengalami kekerasan di hubungan asmaranya.

Kita perlu mengingat bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak hanya bisa berupa penganiayaan secara fisik atau bentakan caci-maki secara verbal saja, namun juga dapat berupa tindakan meremehkan, mengancam, intimidasi, serta perilaku manipulatif yang sanggup mengacaukan kesehatan mental korban.

Perilaku Kekerasan di Lingkungan Kerja

Perilaku kekerasan yang seringkali dialami oleh para pekerja di lingkungan kerja pada umumnya berupa sikap meremehkan atau merendahkan dari sang Atasan. Seringkali pula perilaku tersebut dianggap wajar, padahal dampak buruk yang diberikan dari perilaku ini tidak bisa dianggap enteng. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi Jasmine.

Pada awal cerita, kita akan memahami bahwa kemampuan Jasmine selalu diremehkan oleh Atasannya. Ia selalu memberikan kasus-kasus remeh yang dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat karena terdakwa yang dibela telah terbukti melakukan tindakan kriminal, kepada Jasmine. Begitu pula dengan kasus Grace yang ia sendiri mengakui perbuatannya dan rela masuk ke jeruji besi.

Pertemuan dengan Grace menyadarkan Jasmine pada keanehan dari kisahnya, yang membuatnya percaya bahwa Grace sebenarnya tidak bersalah.

Mencoba melawan arus, respon yang diberikan sang Atasan malah menyulitkan upaya Jasmine. Ia semakin ganas melakukan kekerasan dengan kerap merendahkan, menyalahkan, mengejek, mengintimidasi, hingga yang lebih parah mengancam akan memecat dan menghancurkan karir Jasmine di bidang hukum.

Beruntung Jasmine memiliki kemauan yang kuat untuk menegakkan keadilan bagi Grace, walau kekerasan yang ia alami sempat memengaruhi keteguhannya.

Sayangnya tidak banyak korban kekerasan di lingkungan kerja yang seberuntung Jasmine. Berdasarkan parapuan.co, korban kekerasan di lingkungan kerja dapat mengalami reaksi psikologis seperti rasa bersalah, perasaan takut dan tidak percaya, gangguan kecemasan, depresi berat, rentan mengisolasi diri, hingga bahkan bunuh diri.

Perilaku Manipulatif di Hubungan Asmara

Pengalaman Grace bahkan lebih parah dari Jasmine. Berduka karena perceraian akibat perselingkuhan mantan suami, lewat arahan sahabatnya, Sarah (Phylisia Rashad), Grace dipertemukan dengan Shannon. 

Melalui perbincangan mereka, Shannon tampil sebagai seorang pria yang selalu didambakan hati Grace. Walau sempat ragu dan curiga dengan kesempurnaan Shannon, hati yang kesepian membuat Grace mengabaikan logika. Grace dengan cepat memantapkan hati bahwa Shannon merupakan seseorang yang ditakdirkan untuk hidup dengannya melalui ikatan pernikahan.

Hubungan asmara yang dijalankan secara tergesa-gesa demi menyembuhkan hati yang terluka, malah berujung kepada penderitaan tak terduga. Malang bagi Grace, Shannon merupakan seseorang yang manipulatif sejak pertemuan pertama mereka

Pasangan yang manipulatif menggambarkan realita toxic relationship yang sering dialami perempuan. Melansir dari alodokter.com, seseorang yang manipulatif biasanya menggunakan trik-trik yang membuat korbannya tanpa sadar mengikuti kehendak sang manipulator.

Perilaku kekerasan manipulatif Shannon di film ini, agaknya bisa menjadi pembelajaran dan bahan pertimbangan untuk memastikan tanda bahaya apabila juga dilakukan oleh pasangan kita.

Trik manipulasi yang dilakukan Shannon salah satunya mengajak Grace untuk selalu kencan di tempat-tempat pilihan yang merupakan zona nyaman yang membuat Shannon dapat bertindak leluasa dalam mengelabui Grace. 

Shannon juga selalu memancing untuk saling mengungkapkan kegelisahan dan rahasia masing-masing, sehingga membuat Grace merasakan ikatan kepercayaan diantara keduanya. Meskipun segala hal yang dikatakan Shannon hanyalah sebuah kebohongan belaka.

Lebih lanjut Shannon melakukan manipulasi dengan trik guilt tripping yang merupakan tindakan memanipulasi fakta demi membuat korban merasa bersalah. Dapat dilihat di adegan Shannon yang menghilang untuk selingkuh, malah berbohong sedang menolong anak-anak pengidap kanker, yang tentu saja membuat Grace merasa bersalah karena sempat mencurigainya.

Trik lainnya yang dilakukan Shannon adalah victim blaming, yang berarti menyalahkan korban dalam kerugian yang dialami korban. Sepanjang film kita akan melihat kekerasan yang dilakukan oleh Shannon, namun ia malah menyalahkan Grace yang menurutnya seharusnya berterima kasih karena Shannon sempat membawa kebahagian di hidup Grace. Walau faktanya penderitaan Grace lebih kuat daripada kebahagiaan semu yang ia dapatkan.

Pentingnya Kesehatan Mental

Kisah kekerasan yang dialami Jasmine dan Grace agaknya dapat menjadi renungan bagi kita. Kekerasan yang mereka alami secara perlahan memperlemah kesehatan mental mereka. Ada yang beruntung seperti Jasmine, namun ada juga yang kalah kuat sehingga mengalami mental breakdown seperti Grace.

Hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi perilaku kekerasan ini adalah meminta pertolongan orang terpercaya kita yang tidak memiliki hubungan apapun dengan sang pelaku kekerasan. Kita juga bisa memutuskan hubungan sepenuhnya dengan pelaku kekerasan. 

Kekerasan yang dialami oleh siapapun itu, tentu saja harus menjadi perhatian bersama, karena kesehatan mental seseorang bukanlah perkara yang dapat disepelekan.

(Sumber: Plainmovement.id/Foto: subtitlejam.com)

Prabu H. Pamungkas

Penulis di Plainmovement.id
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!