Stop Kekerasan Seksual Di Dunia Pendidikan: Catatan Aktivis Perempuan di Hari HAM

Situasi kekerasan seksual terus memburuk menimpa perempuan, para aktivis perempuan mengeluarkan catatan kekerasan di hari HAM 10 Desember

Aliansi Perempuan Bangkit, networking individu dan organisasi perempuan, di Hari Hak Asasi Manusia (HAM) 10 Desember 2021 mengeluarkan sejumlah catatan tentang kondisi buruk yang menimpa perempuan di Indonesia

Belajar dari hampir 2 tahun situasi pandemi dan meningkatnya angka kekerasan perempuan Indonesia di kampus dan dunia pendidikan yang terus-menerus, aliansi meminta semua pihak untuk hentikan kekerasan seksual di Indonesia

Data terakhir menunjukkan terjadinya tingkat kekerasan di sektor pendidikan, baik di universitas maupun sekolah-sekolah serta madrasah atau pesantren-pesantren yang telah menimpa banyak perempuan serta anak perempuan.

Aliansi Perempuan Bangkit dalam statemennya yang diterima Konde.co, melihat masih melihat lambannya penegakan hukum bahkan mengarah pada impunitas yang dilakukan dalam menangani berbagai kasus kekerasan berbasis gender serta masih kosongnya hukum akibat macetnya pembahasan berbagai RUU berbasis gender di tingkat nasional maupun daerah

Dari sektor pekerja, Aliansi Perempuan Bangkit (APB) menyatakan bahwa sekitar 4,2 juta PRT di Indonesia  bekerja  dalam  situasi tidak layak mengalami berbagai bentuk kekerasan  dan pelanggaran hak-haknya sebagai pekerja, sebagai warga negara, dan manusia. 17 Tahun RUU PPRT menjadi Rancangan di DPR-RI dan proses pembahasannya masih  stagnan. Hal ini mencerminkan betapa diskriminatifnya negara  terhadap Pekerja Rumah Tangga (PRT).

RUU Masyarakat Adat serta RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual juga lama disahkan DPR-RI padahal kedua RUU ini  selalu menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun tidak ada political will dan lambat dalam membahas serta mengesahkan RUU PKS serta RUU Masyarakat Adat.

APB mendesak percepatan proses pembahasan serta pengesahan tiga draft Rancangan Undang-Undang/ RUU yang sangat urgen untuk disahkan  pada periode legislasi 2021 dan 2022 yaitu RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Adat serta RUU Perlindungan pekerja Rumah Tangga

APB juga mendesak DPRD tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota agar segera melakukan pembahasan serta pengesahan berbagai Rancangan Peraturan Daerah terkait dengan keadilan gender termasuk Rancangan Perda/ Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan Wilayah Adatnya, ranperda Perlindungan PRT, Ranperda Bantuan Hukum bagi masyarakat miskin dan rentan termasuk bagi Perempuan, serta Ranperda keadilan gender lainnya

APB mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Ristek mendorong percepatan implementasi Permendikbud No 30/2021 di setiap Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia, serta melakukan pengawasan terhadap penanganan kekerasan seksual yang terjadi di institusi pendidikan, dengan memastikan hak pemulihan bagi korban, serta hak untuk tetap menikmati akses atas pendidikan yang berkualitas.

Persoalan kekerasan berbasis gender termasuk kekerasan seksual semakin meningkat utamanya di dunia pendidikan, bukan hanya di perguruan tinggi tapi juga di pendidikan dasar menengah maupun sekolah berbasis agama seperti pesantren.

Kasus bunuh diri yang terjadi pada korban NWR di Mojokerto dan terungkapnya perkosaan belasan anak pesantren Cibiru di Bandung merupakan gunung es dari ratusan atau ribuan kasus kekerasan seksual di bidang pendidikan.

Hari HAM tahun ini juga ditandai dengan semakin meningkatnya kekerasan berbasis tanah dan sumber daya alam dimana perempuan, utamanya perempuan adat menjadi korban utama karena perempuan adat bukan hanya mengurus dirinya tetapi juga mengurus keluarga nya.

Kasus rencana pembangunan Waduk Lambo di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur/ NTT dimana banyak perempuan adat menjadi korban kekerasan baik secara fisik maupun psikis adalah salah satu bukti bagaimana Pemda menggunakan aparat kepolisian untuk melakukan teror, intimidasi bahkan penyerangan baik fisik maupun psikis pada perempuan adat.

Aliansi Perempuan Bangkit mendesak Aparat Penegak Hukum(APH) untuk melakukan proses penyidikan, penuntutan serta penyelesaian melalui pengadilan semua kasus kasus kekerasan berbasis gender serta melakukan penegakan hukum dan penerapan pemberatan hukuman pidana ditambah 1/3 dari hukuman pidana biasa.

Dan bagi Advokat untuk melakukan probono sebagaimana dimandatkan dalam UU Advokat guna melakukan pendampingan serta pembelaan terhadap perempuan dan anak perempuan korban kekerasan berbasis gender

Karena keadaan yang darurat ini, Aliansi Perempuan Bangkit menuntut semua pihak untuk memenuhi semua seruan serta tuntutan demi terwujudnya pengakuan, penghormatan, perlindungan serta hak-hak asasi perempuan sebagai bagian dari  dari Hak Asasi Manusia.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!