Menjadi Korban KDRT, Hidupku Berubah 180 Derajat

Belum genap setahun menikah, Citra (bukan nama sebenarnya) sudah mengalami serangkaian kekerasan. Dibully, intimidasi, pembatasan serta penyanderaan harus dihadapinya. Adiknya, Gracia, kini sedang berjuang untuk membebaskan kakaknya

Citra, bukan nama sebenarnya, tak pernah menyangka pernikahannya dengan lelaki pilihannya bernama Fadli (juga bukan nama sebenarnya) akan memenjarakan hidupnya. Pernikahan itu sudah mengubahnya 180 derajat.

Citra mengalami dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Dirundung, diintimidasi atau bahkan dugaan kekerasan fisik menjadi santapan harian bagi Citra.

Sebulan sesudah menikah, Citra ‘terpenjara’ di rumah keluarga fadli, ia juga terputus hubungan dengan orang-orang yang dulu dekat dengannya, dibatasi jika mau berhubungan dengan keluarga: kedua orang tua dan adiknya, Gracia, bukan nama sebenarnya

Kisah Citra dikisahkan sang adik, sebut saja Gracia kepada Konde.co secara daring pada Senin (29/11/2021) lalu. Menurut Gracia, kasus yang terjadi pada kakaknya ini ia lihat ketika banyak kejanggalan yang terjadi. Awalnya, Gracia sudah melihat kejanggalan sebenarnya sudah terjadi sejak keduanya masih pacaran yang berlangsung sekitar lima tahun. Namun, saat itu Citra menepis prasangka buruk yang sempat muncul di pikirannya.

Setelah beberapa kali sempat ditunda, Citra akhirnya memutuskan menikah dengan Fadli, pada awal Februari 2021. Saat hari pernikahan kian dekat, gelagat tidak beres dari keluarga Fadli kian terasa. 

“Mereka menilai keluarga kami sombong, banyak bergaya saja padahal tidak punya apa-apa. Padahal saya belum pernah bertemu, tapi saya sudah dicap sombong,” ujar Gracia gemas.

Dua bulan menjelang hari pernikahan, ketidakberesan itu kembali terjadi. Citra beradu mulut dengan Fadli saat bersama di mobil milik keluarga Fadli. Akibat pertengkaran ini Citra ‘diusir’ dan diperintah untuk turun dari mobil. Cekcok wajar saja jelang pernikahan, imbuh Gracia, tapi apakah sampai harus diturunkan dari mobil?

Pada akhirnya, pernikahan terjadi. Setelah sah jadi istri, Citra tinggal di rumah mertua dan iparnya. Dari sinilah kekerasan demi kekerasan dari keluarga Fadli dialami Citra.

Hanya dua pekan setelah resepsi pernikahan, Fadli pun meninggalkan Citra, kembali ke tempat kerjanya di luar negeri. Saat ditanya mengapa tidak mengikuti suaminya ke tempat tugasnya, Citra mengatakan dia memang tidak diajak karena Fadli berjanji akan segera kembali ke Indonesia

Keanehan semakin dirasakan keluarga Citra, karena setelah menikah baik Citra dan suaminya hampir tidak pernah menghubungi atau bahkan mengunjungi keluarga Citra. Padahal rumah mereka berdekatan dan jaraknya bisa ditempuh dalam waktu kurang satu jam saja.

“Kala itu, mama cuma menghibur saya dengan berkata biasanya orang yang baru menikah itu perlu adaptasi apalagi tinggal bersama mertua,” terang Gracia.

Memasuki bulan April 2021, keluarga mulai mengetahui kondisi Citra tidak sedang baik-baik saja. Sebagai menantu, Citra tidak diperlakukan sebagaimana mestinya. Ia diperlakukan selayaknya pekerja rumah tangga yang mendapatkan pembatasan sosial, dibatasi pergaulannya bahkan dengan keluarganya sendiri dan sering dilimpahi kata-kata kasar.

Sementara Fadli yang sudah tinggal jauh dari rumah, tak pernah membela istrinya. Ia diam saja bersikap seolah tidak tahu dan membiarkan kekerasan menimpa Citra. Bahkan tidak jarang, Fadli lah yang menjadi penyebab tindakan kekerasan yang harus dialami Citra.

Bukan sekali dua kali Fadli mengadukan pertengkaran kecil dengan Citra yang bisa menyulut kemarahan ibunya yang kemudian menyalahkan Citra.

Perjanjian yang menyandera

Masih di bulan April 2021, atau hanya dua bulan setelah menikah, Citra yang saat itu sedang hamil muda dipaksa menandatangani surat perjanjian. Surat itu mewajibkan Citra untuk taat kepada suami dan mertuanya sebagaimana taat kepada Tuhan. 

Gracia menceritakan, ada video yang merekam saat Citra menangis saat dipaksa menandatangani surat perjanjian yang belakangan sangat menyandera kemandiriannya. Fadli yang menyaksikan kejadian itu melalui panggilan video call, diam saja atau membiarkan itu semua terjadi.

“Surat perjanjian itu berisi jika dia berani menemui orang tua kami, anak yang dikandungnya (saat itu) akan diambil paksa. Ini artinya, Kak Citra tak akan bisa menemui anaknya sendiri, yang sudah dikandung 9 bulan dan dilahirkan dengan taruhan nyawanya sendiri,” lanjut Gracia.

Ancaman akan diceraikan ini, ternyata efektif menciutkan nyali Citra untuk melawan perlakuan tidak adil yang dialaminya. Ia tetap bertahan, meski perlakuan yang diterimanya semakin tidak manusiawi.

Beragam ‘teror’ harus dihadapi Citra, mulai harus atau wajib memiliki anak laki-laki untuk meneruskan marga suaminya, harus melahirkan secara normal, harus menghasilkan ASI, harus tetap bugar saat mengandung jabang bayinya, dan banyak hal lain yang membuat hidupnya makin tertekan

Tak hanya kekerasan verbal, kekerasan fisik juga makin sering dilakukan keluarga Fadli. Ia harus berjuang sendiri, karena link dengan keluarga dan teman-temannya di masa lalu sudah diblock oleh keluarga Fadli.

Keluarganya juga tak segan memata-matai semua aktivitasnya, termasuk hubungannya dengan keluarga, teman kerja maupun teman-temannya di masa lalu. Bahkan untuk kebutuhan pribadi pun, Citra harus melakukannya dengan sembunyi-sembunyi.

Saat Gracia coba mengonfirmasi kondisi ini, Citra membenarkan dan ia hanya berujar pendek, “Iya, tapi doain aja aku.”  

Gracia mengisahkan ia sempat sekali bertemu Citra saat sedang hamil. Ia melihat bagaimana kakaknya telah berubah 180 derajat. Kakaknya yang dulu kuat dan tahu apa yang dituju kini terlihat lemah, depresi dan menderita paranoid akut.

“Dia bukan Citra yang saya kenal dulu,” cetusnya.

Gracia mengatakan, kasus kekerasan yang dialami Citra ini, sebenarnya sudah dilaporkan ke Komisi Nasional Perlindungan Perempuan (Komnas Perempuan) pada April 2021 dan sudah ditindaklanjuti oleh Komnas Perempuan. 

Namun, pembatasan yang dialami Citra membuatnya tidak leluasa menjalani prosedur yang harus dilakukan. Akhirnya pendampingan terhenti sampai akhirnya Citra melahirkan pada pertengahan November 2021 lalu, 

Saat dimintai konfirmasinya soal laporan korban ini, komisioner Komnas Perempuan Siti aminah Tardi mengatakan bahwa kasus ini sudah diverifikasi oleh Komnas Perempuan dan sudah diketahui kebutuhan korban. 

“Korban sudah dirujuk ke P2TP2A Depok,” ujar Siti Aminah dalam pesan tertulisnya kepada Konde.co.

P2TP2A merupakan pusat pelayanan terpadu untuk pemberdayaan perempuan dan anak yang menyediakan konseling, pendampingan hingga rumah aman jika korban membutuhkannya

Melahirkan dan Selalu Berjuang Sendiri Tanpa Suami

Citra melahirkan bayinya secara normal pada Minggu (14/11/2021) atau dua minggu lalu. Untuk tahu kelahiran cucu pertamanya, orang tua Citra harus aktif mengontak sebuah rumah sakit bersalin, tempat Citra selama ini memeriksakan kandungannya.

“Keluarga kami baru bisa berkunjung pada dua hari setelah bayi lahir. Saat itu pun, kami tidak berkesempatan menggendong si bayi,” ujar Gracia dengan suara bergetar.

Meski dia yang mengandung dan melahirkan, Citra tidak bisa leluasa menyentuh apalagi menggendong anaknya sendiri. Mertuanya melarang dengan alasan cara menggendongnya tidak benar.

Tugas Citra sebagai ibu hanyalah menyusui. Belakangan tugas itu juga disortir oleh mertuanya dengan alasan air susu ibu (ASI) yang diproduksi Citra sedikit, sehingga mertua boleh menggantinya dengan susu formula.

Yang membuat Gracia heran, dua pekan setelah Citra lahir, Fadli juga tak kunjung pulang dengan alasan cutinya sudah habis. Jadi dari menikah hingga anaknya lahir, Fadli tak pernah sekalipun menengok Citra.

Saking tidak percayanya akan perlakuan ini, Gracia pun melakukan investigasi kecil-kecilan, dan ternyata kantor tempat iparnya bekerja, selalu memberikan hak cuti hamil bagi karyawannya, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, kenapa Fadli tak mengambilnya dan menyelamatkan nasib Citra?

Setelah Citra melahirkan, kekerasan yang dialaminya Citra tidak mereda, bahkan justru kian berat. Sehingga Citra yang belum sepenuhnya pulih dari depresi pasca-melahirkan akhirnya tak kuat, dan mengadukan kepada keluarganya. Ia mengirim rekaman suara kekerasan yang dialaminya disertai foto KTP agar pihak keluarga bisa mengadukan kasusnya ke Komnas Perempuan. Ataupun menyewa pengacara untuk mewakilinya.

Hingga akhirnya pada Selasa (23/11/2021) lalu, karena sudah tidak kuat dengan perlakuan mertuanya, Citra meminta keluarganya untuk datang menjemput. Namun, saat kedua orang tuanya datang dengan didampingi pengacara. Sikap Citra sudah berubah.

“Saat itu dia hanya diam seperti orang yang ketakutan, seperti orang depresi,” ujar Gracia.

Sementara sang mertua segera menggendong cucunya seolah-olah takut cucunya akan diambil dan dibawa pergi.

“Ia bahkan bilang, “Kalau bukan gara-gara anak laki-laki ini (cucunya, red), enggak taulah gimana dunianya”’. Berarti tidak masalah kalau kakak saya meninggal di meja operasi?,” Gracia tak mampu menutupi kekesalannya.

Citra sendiri akhirnya berubah sikap, ia tetap bertahan di rumah mertuanya. Sikap Citra ini yang justru membuat Gracia tak habis pikir, sampai kapan kakaknya akan menanggung derita ini. Ia mempertanyakan sikap kakak iparnya yang terkesan lepas tangan.

“Jika dia (Fadli, red) stand up dan membela istrinya, maka semua ini tidak akan terjadi,” ujarnya.

“Saya berpikir, apa akan terus menunggu sampai kakak saya pulang nama? Apa yang terjadi padanya seperti mengantarkannya pada dua pilihan, gila atau mati,” lanjutnya.

Namun ia coba memahami sikap kakaknya yang maju mundur. Pun demikian orang tua Citra, mereka merasa tak bisa terlalu banyak campur tangan. Kami, ujarnya, tidak bisa menekan dia terus karena dia berada di posisi tidak menguntungkan. Namun sekeras apapun kami berupaya menolong, dia sendiri harus mau ditolong.

Menurut Gracia, kakaknya masih belum siap untuk diceraikan. Ia belum siap menjadi janda dan lebih dari itu, ia tidak mau dipisahkan dari putranya.  

“Kalau aku pulang jadi janda, apa kamu enggak malu?” kata dia. Saya bilang dengan tegas: “Enggak dan enggak akan pernah”,” ujar Gracia.

Gracia mengaku, apa yang menimpa kakaknya memicu trauma pada dirinya. Ia memutuskan hubungan dengan kekasihnya, karena khawatir hal yang sama juga akan menimpa dirinya kelak.

Apa yang diinginkan Gracia saat ini adalah kakaknya bisa segera terbebas dari ‘neraka’ ini. Saya, ujarnya, cuma ingin dia pulang ke rumah, tempat teraman buat dia. Gracia ingin Citra tidak memikirkan konsekuensi jadi janda, Mengabaikan ‘cap’ gagal membina rumah tangga yang mungkin akan disandangnya.

Lewat Gracia, Citra menyatakan kuatir jika harus keluar dari rumah itu, maka ia akan dicerai dari Fadli. Ia tak kuat menanggung beban harus menjawab pertanyaan bahwa ia telah bercerai. Ini yang paling merisaukan Citra.

Gracia hanya bisa berharap kakaknya segera sadar. Bagaimanapun, ujarnya, perasaan kami sebagai  keluarganya hancur melihat dia sekarang.

“Saya takut terlambat. Terbayang hari di mana kakak sudah tiada atau dipukuli sampai habis napas kemudian dibuang di jalan tanpa ada dari kami tahu. Semoga kak Citra segera tergerak pulang, mungkin di mata orang dia tidak berharga tapi di mata kami dia sangat berharga,” ujar Gracia mengakhiri perbincangan kami pada Senin petang itu. 

Esti Utami

Selama 20 tahun bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media nasional di Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!