Natal Bukan Hanya Cerita Tentang Yesus, Tapi Juga Tentang Maria Yang Feminis

Natal bukan hanya cerita tentang kelahiran Yesus. Natal juga cerita tentang Maria yang berani memutuskan jalan hidup yang sulit, tidak menikah dan tiba-tiba harus hamil dan melahirkan bayi yang dikandungnya. Bagi saya, Maria, ibu Yesus adalah perempuan feminis pertama yang pernah saya baca kisahnya

Setiap Natal datang, saya tidak pernah lupa membuka kisah Maria, ibu Yesus ketika hamil dan kemudian melahirkan Yesus.

Maria, putri Heli, adalah perempuan yang berasal dari suku Yehuda di Israel. Ia pertamakali disebutkan dalam Alkitab sehubungan dengan suatu peristiwa yang luar biasa.

Seorang malaikat mengunjungi dia dan mengatakan, ”Salam, hai, engkau yang sangat diperkenan, Tuhan menyertai engkau.”

Awalnya, Maria merasa bingung dan mulai memikirkan apa maksud salam itu.

Maka, malaikat itu memberi tahu bahwa dia telah dipilih untuk tugas yang luar biasa sangat serius, yakni hamil, melahirkan, dan membesarkan Putra Allah.

Bayangkan bagaimana perasaan Maria, perempuan muda dan belum menikah, namun harus hamil dan melahirkan seorang anak?

Bagaimana tanggapannya? Maria bisa jadi bertanya-tanya apakah ada yang akan percaya pada ceritanya. Tidakkah kehamilan seperti itu akan menyebabkan dia kehilangan cinta kasih Yusuf, tunangannya, atau mencoreng mukanya di mata masyarakat? Sebuah konstruksi yang tak mudah diterima perempuan kala itu.

Sewaktu Maria memberi tahu Yusuf bahwa ia hamil, Yusuf berniat memutuskan pertunangan mereka. Pada waktu itu, keduanya pastilah merasa sangat tertekan. Alkitab tidak mengatakan berapa lama keadaan yang sulit itu berlangsung. Meskipun pada akhirnya Yusuf menerima dan bersedia menjadikan istrinya.

Bagi saya Maria adalah perempuan feminis pertama yang pernah saya baca kisahnya, yang berani menghadapi tantangan dengan kehamilannya.

Kelahiran Yesus sungguh suatu misteri, yang sangat sulit dipahami oleh akal dan pikiran. Untuk memahami kisah ini diperlukan banyak langkah, salah satunya membaca dalam kisahnya, melakukan interpretasi secara mendalam. Paling tidak ini yang saya lakukan selama ini.

Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perjuangan Maria waktu itu. dia harus menghadapi semuanya seorang diri.

Sebagai perempuan di zaman itu dengan budaya patriakhi yang masih sangat kental tidaklah mudah. Bahkan di zaman sekarang saja, perempuan hamil diluar pernikahan akan mendapatkan stigma dan hukuman sosial yang sangat kuat. Padahal bisa saja, perempuan yang hamil di luar nikah di zaman sekarang adalah perempuan yang hamil karena menjadi korban kekerasan seksual. Namun Maria berani menghadapi situasi sulit ini

Philip C. Almond, Emeritus Professor in the History of Religious Thought, The University of Queensland dalam Theconversation.com menulis tentang cerita penting tentang Maria. Ia menulis, Maria adalah seorang perempuan perawan yang tidak disengaja. Injil Matius adalah satu-satunya Injil yang memberitahu kita bahwa Maria hamil sebelum dia dan Yusuf berhubungan seks. Dia dikatakan “mengandung anak dari Roh Kudus”. Sebagai buktinya, Matius mengutip sebuah nubuat dari Perjanjian Lama bahwa “seorang perawan akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan ia akan disebut Imanuel”.

Dalam doktrin Kristen awal, Maria tetap perawan selama dan setelah kelahiran Yesus. Ini mungkin hanya cocok untuk seseorang yang dianggap “bunda Tuhan” atau “pembawa Tuhan”. Santo Ambrose dari Milan (c.339-97 M) dengan antusias membela doktrin keperawanan abadi Maria:

Maria yang Terberkati adalah pintu gerbang, di mana ada tertulis bahwa Tuhan telah masuk melaluinya, oleh karena itu akan ditutup setelah lahir; karena sebagai perawan dia mengandung dan melahirkan.

Hal lain, konsekuensi dari kenaikan tubuh Maria adalah tidak adanya relik tubuh. Meskipun ada air susu ibu, air mata, rambut dan guntingan kuku, peninggalannya sebagian besar “urutan kedua” – pakaian, cincin, kerudung dan sepatu. Tapi dia lebih dari sekedar orang suci. Dalam pengabdian populer dia adalah dewi langit yang selalu berpakaian biru. Dia adalah dewi bulan dan bintang laut (stella maris).

Sesungguhnya Natal tidak hanya kisah Yesus yang lahir di Betlehem khan?, namun juga cerita tentang Maria yang berani untuk memutuskan sesuatu di tengah zaman yang tidak melazimkan hal ini.

Maria kemudian menjadi jalan untuk menyebarkan cinta kasih dan penyelamatan. Menyentuh hati manusia dengan kasih Yesus yang dilahirkannya dan menjadi pelayan bagi manusia lain.

Jadi makna Natal bagi saya bukanlah seremonial yang gegap gempita, apalagi mendatangkan ribuan umat merayakan Natal di tempat-tempat besar.

Tetapi bagaimana Maria, bisa melahirkan makna Natal, memberikan damai bagi diri sendiri, orang lain dan masyarakat, membagikan cinta kasih tanpa memandang apa agamanya, sukunya, jenis kelaminnya, kelas sosialnya atau apapun.

Merayakan Natal adalah memaknai Maria yang feminis, kelahiran Yesus yang sederhana penuh cinta kasih dan pengorbanannya untuk manusia. Agar kita bisa membagikan cinta kasih dan membuat dunia menjadi damai bagi seluruh umat manusia.

Selamat Natal untuk kelahiran Yesus, sekaligus merayakan Maria, seorang feminis muda yang menjadi jalan cinta kasih bagi manusia. Semoga damai selalu menyertai kita semua.

Poedjiati Tan

Psikolog, aktivis perempuan dan manager sosial media www.Konde.co. Pernah menjadi representative ILGA ASIA dan ILGA World Board. Penulis buku “Mengenal Perbedaan Orientasi Seksual Remaja Putri.”
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!