Pengesahan RUU TPKS Ditunda, Korban Harus Menunggu Lebih Lama

DPR menunda penetapan RUU TPKS. Ketua DPR, Puan Maharani menyebut ini hanya masalah waktu dan berjanji RUU ini akan disahkan di masa sidang yang akan datang. Aktivis berharap Puan tidak ingkar janji.

Kegelisahan sekaligus rasa geram tak bisa dihindarkan, setelah Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) gagal diagendakan  dibahas dalam Sidang Paripurna DPR yang menutup masa sidang DPR tahun 2021 pada hari Kamis (16/12/2021). 

Ini artinya, para aktivis dan para korban kekerasan seksual yang selama ini sangat mengharapkan pengesahan rancangan beleid yang bisa menjadi payung hukum bagi penyelesaian kasus kekerasan seksual ini harus menunggu lebih lama lagi.

Simpang siur mengenai penundaan ini sudah beredar sejak Rabu (15/12/2021) siang dan baru terkonfirmasi pada Rabu petang lewat surat bernomor B/16798/LG.01.03/12/2021, mengenai undangan rapat Paripurna DPR RI tanggal 16 Desember 2021.

Dalam undangan itu disebutkan bahwa Rapat Paripurna yang menutup masa sidang DPR tahun 2021 hanya akan membahas dua agenda, yaitu, Pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan atar RUU Perubahan atas UU nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan, serta penyampaian Pidato Ketua DPR pada penutupan masa persidangan II tahun sidang 2021/2022.

Dimintai pendapatnya terkait batalnya pengesahan RUU TPKS menjadi inisiatif DPR di paripurna, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan bahwa hal ini hanya soal waktu. Menurutnya, saat ini waktunya belum pas untuk dilakukan rapat Badan Musyawarah (Bamus).

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini beralasan, DPR tidak ingin RUU TPKS yang sudah ditunggu-tunggu banyak aktivis perempuan ini memicu masalah di kemudian hari, sehingga pembahasannya harus dilakukan semaksimal mungkin.

Puan berjanji, rancangan beleid ini bisa disahkan menjadi inisiatif DPR pada masa sidang yang akan datang untuk selanjutnya dibahas bersama eksekutif.

“Ini hanya masalah waktu dan tentunya pimpinan  beserta DPR, insyaa Allah akan secepatnya memutuskan ini,” ujar Puan di Kompleks DPR, Senayan Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU TPKS, Willy Aditya mengatakan batalnya RUU TPKS dibahas di paripurna karena belum ada kata sepakat dari pimpinan fraksi saat menggelar rapat.

Seperti diketahui, rapat pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR yang digelar pada Rabu (8/12/2021) telah mengambil keputusan terkait RUU ini, dengan hasil 7 fraksi (PDIP, Nasdem, Gerindra, PAN, PPP, PKB, dan Demokrat) mendukung, 1 fraksi menolak (PKS) dan 1 fraksi (Golkar) minta ditunda dengan alasan akan menampung usulan dari tokoh agama terlebih dahulu.

Menanggapi hal ini, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual yang terdiri dari 1.115 lebih individu dan 140 lembaga menyambut baik komitmen anggota dewan yang telah berupaya mengatur regulasi untuk perlindungan korban anak, perempuan dan masyarakat dari tindak kekerasan seksual. RUU TPKS.

Dalam pernyataan sikap yang diterima Konde.co pada Kamis (16/12/2021), jariangan menyatakan mendukung perjuangan anggota dewan yang ada di dalam Baleg DPR yang telah membahas, menyelesaikan tugasnya dan menyetujui RUU TPKS untuk disahkan dalam Sidang Paripurna DPR.

Dalam pernyataan yang ditanda-tangani Ratna Bantara Munti (Asosiasi LBH APIK Jakarta), Bivitri Susanti (Pakar Hukum STH Jentera) dan Vivi Mahardika (Perempuan Mahardika) ini jaringan mendorong pimpinan DPR untuk segera melakukan rapat bamus dan mengesahkan RUU TPKS menjadi inisiatif DPR dan selanjutnya menetapkan  pembahasan tetap dilakukan oleh Baleg.

“Kami mendorong transparansi alat kelengkapan Badan Musyawarah DPR RI, sehingga masyarakat dapat memantau proses legislasi disemua tahapan pengambilan keputusan,” demikian pernyataan tersebut. 

Ditegaskan, RUU TPKS mendesak untuk segera disahkan mengingat kekerasan seksual di Indonesia sat ini sudah dalam status darurat.

Mengutip data yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), dalam kurun waktu 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan. Dari angka ini 73,7% di antaranya  merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sedangkan, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7% atau lebih dari separuhnya.

“Kasus kekerasan seksual yang makin marak terjadi menandakan makin sempitnya ruang aman bagi perempuan, termasuk di dunia pendidikan maupun di institusi keagamaan,” terang Ratna Batara Munti.

Ditambahkan, fakta dan peristiwa tersebut di atas sudah cukup menggambarkan betapa perempuan, anak perempuan dan juga laki-laki sangat tidak terlindungi secara hukum dan sudah saatnya segera disahkan Undang-undang yang melindungi dari kekerasan seksual dan menjauhkannya dari kriminalisasi atas kekerasan seksual yang dialaminya.

Negara didesak untuk memastikan tidak ada lagi korban kekerasan seksual. Kekerasan seksual berdampak serius terhadap kehidupan korban dan perilaku pelaku kekerasan seksual menjadi musuh bersama sebagai bangsa yang bermartabat.

“Kami sangat berharap dan percayakan putusan yang memihak perempuan dengan kepemimpinan perempuan di DPR oleh Ibu Puan Maharani,” ujar Ratna.

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!