Riset: Perempuan Punya Peran Besar dalam Industri Dangdut Koplo

Peneliti Amerika, Andrea Decker mengungkap: perempuan punya peran besar dalam industri musik dangdut koplo. Ini dikatakan Andrea Decker setelah berhasil meraih gelar doktor pasca mempertahankan disertasinya yang berjudul, “Desire and Dangdut Koplo: Women’s Aspiration and Mobility in Indonesia’s Most Popular Music” atau “Nafsu dan Dangdut Koplo: Aspirasi dan Mobilitas dalam Musik Paling Populer di Indonesia.”

Berbeda dengan penilaian sebagian masyarakat yang sering kurang mengapresiasi musik dangdut koplo, seorang periset perempuan Amerika jatuh cinta dengan sub-genre musik dangdut ini sejak pertama kali mendengarnya.

Dia kemudian melakukan penelitian secara etnografis jangka panjang dan mendapati bahwa selain memiliki irama yang khas, lirik yang kreatif dan suasana pentas yang selalu meriah, dangdut koplo hadir sebagai hasil kerja keras para pelakunya, terutama perempuan.

Andrea Decker berhasil meraih gelar doktor setelah mempertahankan disertasi berjudul, “Desire and Dangdut Koplo: Women’s Aspiration and Mobility in Indonesia’s Most Popular Music” atau “Nafsu dan Dangdut Koplo: Aspirasi dan Mobilitas dalam Musik Paling Populer di Indonesia.”

Berdasarkan keterlibatan etnografi jangka panjang dan observasi partisipan di kalangan profesional dangdut koplo, Andrea mendapati bahwa perempuan berperan sentral dalam industri dangdut. Peran mereka bukan hanya sebagai artis penyanyi, tetapi juga sebagai produser, manajer, MC, pengasuh acara radio, penggemar, dan pemain instrumen musik.

Andrea mengatakan, kata desire atau nafsu di sini berarti banyak. “Jadi, nafsu di sini tidak hanya nafsu erotis, tetapi juga nafsu bekerja keras demi keluarga. Juga, kata mobilitas di sini berarti mobilitas tingkat sosial ekonomi, dan juga mobilitas penyanyi di jalan raya Pantura, dari konser ke konser, berkeliling, dari mobilitas sosial, ekonomi dan mobilitas fisik di jalan,” jelasnya.

Oleh karena itu, kata Andrea, pada dasarnya disertasi ini tentang kerja keras perempuan dalam bidang dangdut koplo, baik sebagai penyanyi maupun sebagai pemusik, pemimpin orkes, pembawa acara dan berbagai personel pendukung lainnya.

Berawal dari kunjungannya ke Indonesia sekitar 10 tahun lalu, Andrea mulai tertarik dan akhirnya memilih sub-genre musik ini sebagai bidang penelitiannya. “Saat pertama kali saya mengunjungi Indonesia 10 tahun yang lalu, saya hanya tahu tentang karawitan, tentang gamelan Jawa dan tiba-tiba saya diundang ke pesta dan di sana ada penyanyi organ tunggal dan saya langsung jatuh cinta dengan musiknya. Kenapa? Karena musiknya langsung membuat suasana pesta itu gembira,” ujarnya.

Musik yang identik dengan artis perempuan

Menurut Andrea, dangdut koplo adalah aliran musik yang identik dengan rakyat yang sering disalahpahami oleh orang kelas sosial menengah ke atas. Selain itu, musik ini identik dengan penyanyi perempuan.

Tentang penyanyi perempuan, ia mengatakan ada dua stereotip buruk dalam masyarakat dan yang menarik, baginya “kedua stereotip itu kontras sekali.” Pertama, penyanyi perempuan dieksploitasi oleh manajer yang buruk atau dieksploitasi karena kemiskinan. Kedua, penyanyi perempuan menjadi lebih kaya dibandingkan dengan masyarakat di sekitarnya, dan itu berarti penyanyinya sendiri yang mengeksploitasi masyarakat karena menggoda dengan suara merdu, goyang seksi dan pakaian seronok.

“Sebelum saya memulai riset, saya ingin tahu stereotip mana yang benar, dan sebetulnya saya mengira keduanya salah, dan di mana perspektif perempuan dalam stereotip itu. Jadi, pertanyaan itu merupakan inspirasi saya untuk memulai riset,” tambah Andrea.

Terobosan berkenalan dengan banyak artis

Secara resmi, Andrea memulai penelitian pada tahun 2015 dan berlangsung sampai sekarang. Tetapi, penelitian dengan partisipasi langsung dilakukan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dari 2017 sampai 2018, dengan mendatangi sebanyak mungkin konser di daerah Jogja dan Surabaya.

Bagaikan pucuk dicita ulam tiba, Andrea kemudian mendapat banyak kontak dan berkenalan dengan para penggemar, pemusik dan penyanyi dangdut koplo. “Ada satu breakthrough (terobosan) di Surabaya ketika saya diundang menghadiri acara televisi stasiun dangdut,” ujarnya. Dia kemudian ikut serta dalam perjalanan dan pentas beberapa grup terkenal di Jawa Timur.

“Setelah itu saya diundang mengikuti orkes dan penyanyi langsung, misalnya orkes melayu Monata, Rere Amora dan kami jalan bersama ke beberapa konser. Nah, ini betul-betul etnografi participant observation karena saya tidur semobil dengan penyanyi di pom bensin, ganti pakaian dan dandan di dalam mobil dan kami naik panggung bersama, mewawancarai dan memotret mereka dalam banyak situasi.”

Andrea mengaku paling dekat dengan OM Monata dengan artis bernama Sodiq sebagai lead vocal grup itu. Dia juga mengaku paling akrab dengan artis Nasha Aqila, salah seorang artis papan atas di Jawa Timur. Bersama Nasha, Andrea mengatakan sering mengikuti konsernya.

Dihubungi VOA secara terpisah, Nasha Aqila yang berkenalan dengan Andrea ketika dirinya menjadi bintang tamu di sebuah stasiun televisi di Surabaya membenarkan pengakuan tersebut. Nasha pun mendukung penelitian itu dan selalu mengajak dosen di University of California Riverside tersebut ikut bersamanya dalam konser-konser di berbagai kota dan desa.

“Andrea adalah sosok peneliti yang sangat hebat. Andrea sendiri langsung terjun dari desa ke desa, dari pelosok ke pelosok yang lain dengan jalanan yang luar biasa ekstrem, dari kepanasan, kehujanan. Itu tidak mematahkan semangatnya untuk meneliti musik dangdut di Indonesia, dan Andrea sendiri langsung mempraktikkan kondisi di lapangan di atas panggung. Beliau menyanyi di panggung dengan bahasanya yang luculah pokoknya tapi luar biasa, berjoget, apalagi disawer karena Andrea ikut di salah satu orkes ternama di Jawa Timur,” tutur Nasha.

Selain melakukan observasi partisipan langsung bersama penyanyi Nasha Aqila dan OM Monata, Andrea mengatakan, “Sering mengikuti beberapa grup lain, misalnya OM Arkadewi Music, OM Palapa dan lain-lain. “(Tapi) Nasha Aqila menjadi artis yang paling dekat dengan saya. Jadi, kami sudah menjadi seperti keluarga, paling sering jalan-jalan bersama,” imbuhnya.

Tantangan dalam penelitian

Dari observasi partisipan secara langsung, Andrea mendapati bahwa para profesional industri dangdut koplo adalah pekerja keras. Dia sendiri merasa kelelahan ketika “membenamkan diri” secara langsung bersama para artis dan grup-grup itu. Dia merasakan kehidupan yang sangat keras.

“Kehidupan penyanyi-penyanyi di jalan itu keras sekali. Mereka tidur di dalam mobil, makan di pinggir jalan, ganti pakaian dan mandi di stasiun pom bensin dan tidak punya waktu istirahat yang cukup karena keinginan bekerja keras. Saya sangat tidak biasa dengan kehidupan sehari-hari sekeras itu. Saya ingin tidur sepanjang malam. Penyanyi perempuan, penyanyi dangdut koplo tidak bisa (seperti itu). Kami misalnya ada konser di Pati (Jawa Tengah) dan setelah konser selesai kami langsung pergi ke Surabaya (Jawa Timur) sepanjang malam karena ada konser jam delapan pagi di sana. Selalu seperti itu, dan itu sangat susah,” terangnya.

Namun, Andrea mengatakan, “yang menyenangkan itu pasti musiknya dan suasana konser. Bagi saya tidak ada duanya, seperti ada perasaan ingin fly, free, melupakan diri, melupakan masalah. Musik ini luar biasa dan (menciptakan) suasana yang luar biasa.”

Sebagai artis terkenal di daerahnya, Nasha membenarkan kesibukan yang dialaminya, dan bahwa dia harus memenuhi undangan pentas di berbagai lokasi dangan jeda waktu yang sempit. “Karena di sini saya seperti artis menengah ke atas, maka diundang sebagai bintang tamu di setiap lokasi (untuk menyanyikan) empat lagu, terus kita cabut (ke lokasi lain). Jadi, Andrea ke manapun selalu ikut saya, di mobil saya, dari desa ke kota dari kota ke desa, dalam perjalanan tiga-empat jam, misalnya dari Pekalongan ke tempat lain, (dia) selalu ikut,” tukasnya.

Kesimpulan dari penelitian musik dangdut koplo

Dari penelitian itu, Andrea bisa menarik dua kesimpulan. Pertama, dalam industri dangdut koplo, perempuan mempunyai peran besar selain menjadi penyanyi. Dia mencontohkan ada banyak orkes Melayu yang dipimpin oleh perempuan, pasangan suami-istri, dan seringkali perempuan lah yang memimpin dan memutuskan kalau ada masalah, misalnya istri dalam pasangan suami istri yang berwenang mengurus keuangan dan mengatur pembayaran untuk semua.

“Sering sekali di stasiun televisi, banyak sekali produser perempuan yang mengadakan acara dangdut dan memilih pakaian yang sebaiknya seperti ini, lagunya seperti ini, dan juga produser sering berpikir tentang penonton perempuan, ibu-ibu dan mencoba menarik lebih banyak penonton perempuan. Ini jauh dari stereotip bahwa penyanyi dieksploitasi oleh laki-laki atau penyanyi mengeksploitasi penonton laki-laki karena produsernya perempuan, penontonnya juga banyak perempuan,” ujarnya.

Kedua, menurut Andrea, “penyanyi yang mencapai kesuksesan pasti didukung oleh keluarga dan teman-temannya. Mereka saling membantu. Misalnya, dengan hasil pentas, sang penyanyi akan membuat perusahaan baru dan memberikan pekerjaan kepada seluruh keluarganya. Penyanyi dan komunitasnya pasti saling mendukung dan penyanyi bekerja dengan keras supaya bisa membantu masyarakat di sekitarnya karena kalau tidak didukung oleh masyarakat dia pasti akan kalah dan tidak bisa berhasil karena stereotip yang buruk tentangnya.”

Masa depan musik dangdut koplo

Ada stereotip bahwa dangdut koplo itu musik murahan, tetapi Andrea menyimpulkan, “sudah jelas bahwa dangdut koplo itu kuat sendiri, mungkin karena irama yang khas, lirik yang kreatif dan suasana yang meriah.” Dia menambahkan, aliran musik ini menjadi semakin menarik lagi karena artis seperti Happy Asmara yang membuat lagu dan video baru dengan tema-tema universal dan menarik untuk kawula muda.

“Musik ini lagi booming di seluruh Indonesia dan meskipun penyanyi dan musiknya belum dihormati oleh masyarakat pada umumnya, menurut saya dangdut koplo punya potensi besar karena seperti yang saya sebutkan tadi, irama, lirik, suasana. Jadi, yuk masyarakat Indonesia, hormatilah musiknya dan jangan melihat musik Barat atau musik-musik luar sebagai musik yang lebih bagus. Dangdut koplo itu khas dan hebat dan sudah mulai mendunia.”

Sementara itu, sebagai artis, Nasha Aqila merasa terhormat musik dangdut koplo menjadi bahan disertasi di sebuah universitas di Amerika. “Perasaan saya sebagai seniman penyanyi dangdut sangat bangga karena musik dangdut dapat merambah dan menempati hati semua orang, apalagi bisa go internasional di universitas terkenal di Amerika. Itu suatu kebanggaan tersendiri.”

Mengenai, masa depan dangdut koplo, Nasha, yang sudah sering diundang untuk pentas di berbagai kota di seluruh pelosok Indonesia, mengatakan tetap optimistis bahwa jenis musik ini tidak akan kekurangan penggemar, terutama karena permainan gendang yang menjadi ciri khasnya.

“Peran gendang kan penting sekali dalam musik dangdut. Gendang menjadi logo utama dari musik dangdut. Kalau nggak ada gendang nggak goyang, jadi musiknya flat aja gitu. Yang membuat heboh itu ya musik gendangnya sendiri. Saya tetap optimis dan selalu positive thinking (bahwa) sampai kapanpun musik dangdut akan terus naik takhta, karena tidak dipungkiri alunan gendang musik dangdut sendiri sangat disukai oleh semua kalangan. Jadi dangdut is never dead karena jika nggak ada musik dangdut kita nggak bisa enjoy, nggak bisa goyang.”

Nasha – yang mulai menjadi artis dangdut sejak usia 17 tahun – mengaku menguasai banyak genre musik. “Sebenarnya saya all round, dangdut bisa, musik Barat bisa, campur sari, sinden, semuanya bisa, tapi di Jawa Timur sini terkenalnya penyanyi dangdut dan alhamdulillah rezeki saya itu banter dari situ, istilahnya itu seperti air terjun, luar biasa berkah buat saya karena dengan musik dangdut, dari titik nol, dari yang nggak punya apa-apa, sekarang derajat saya seperti diangkat.” [lt/uh]

(Sumber: Voice of America)

Leonard Triyono

Jurnalis Voice of America (VOA)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!