Seberapa Penting Laki-laki Terlibat Dalam Stop Kekerasan Perempuan? Penting Banget!

Seberapa penting laki-laki terlibat dalam kampanye stop kekerasan perempuan? Jelas penting banget, karena sampai saat ini lebih banyak laki-laki yang punya posisi penting dalam pengambilan kebijakan dibandingkan perempuan

Sejumlah selebritis dan figur publik berkampanye daring stop kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan dalam #16HariTukSelamanya di Instagram 25 November-10 Desember 2021 lalu.

Mereka adalah Amanda Gratiana, Angga Sasongko, Bebeto Leutualy, Chicco Jerikho, Janna Soekasah, Kelly Tandiono, Rio Dewanto, Shafira Umm, Shalom Razade, Dhea Seto, dan Wulan Guritno.

Aktor Chicco Jerikho menyatakan pentingnya mengajak publik berkampanye bersama stop kekerasan seksual terhadap perempuan

“Saya ingin ajak masyarakat berpartisipasi untuk aware tentang 16 HAKTP, karena kita semua percaya dan mendukung bahwa semua orang memiliki hak yang sama serta berhak mendapatkan perlakuan yang baik dan terbebas dari segala jenis kekerasan. Kali ini saya bermaksud menyatakan dukungan saya untuk anti kekerasan seksual di dunia online. Di momen 16 HAKTP, saya mengajak masyarakat untuk bersama-sama menghentikan kekerasan seksual di dunia online.”

Kampanye ini sebagai puncak dan penutupan dari seluruh rangkaian kampanye #16HariTukSelamanya yang diadakan bersama Plan Indonesia melalui proyek Raise the Bar.

Acara ini sekaligus sebagai upaya Pelibatan Laki-Laki Dalam Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Dialog bertujuan meningkatkan kesadaran kaum muda tentang peran setara, bahwa laki-laki juga dapat berperan aktif dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Hingga saat ini, laki-laki masih menempati berbagai posisi strategis, seperti pengambil kebijakan negara, pemimpin di insitusi pendidikan dan di tengah masyarakat. Sehingga peranan laki-laki penting untuk menyuarakan, mencegah dan mendukung upaya menghapus kekerasan terhadap perempuan.

Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia menyatakan, dalam momentum 16 HAKTP ini, Plan Indonesia bersama 17 kelompok kaum muda dari berbagai provinsi menggencarkan kampanye publik untuk penghapusan segala bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual, kekerasan berbasis gender online (KBGO), perkawinan anak dan kekerasan di dunia kerja.

“Kami juga menyerukan kepada seluruh pemangku kepentingan terutama pembuat kebijakan dan penegak hukum agar berperan lebih tegas untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap anak khususnya anak perempuan yang paling rentan.”

Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu dibenahi untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan. Payung hukum menjadi elemen penting dalam melindungi korban kekerasan terutama anak, kaum muda, dan perempuan serta memberikan tindakan hukum tegas bagi pelaku. Selain itu, kesadaran masyarakat dan kolaborasi antar lembaga dan individu juga berperan penting untuk memastikan konsistensi perlawanan kekerasan terhadap anak dan perempuan dalam berbagai bentuk

Kekerasan merupakan isu yang kerap menghantui anak dan perempuan di Indonesia yang menjadi korban kekerasan seksual paling banyak menurut data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA).

Dalam momentum 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung dari 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) kembali menyerukan urgensi adanya payung hukum yang tegas untuk penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap anak, khususnya remaja perempuan.

Menurut data Simfoni PPA pada 9 Desember 2021, tercatat 18.946 kasus kekerasan dengan 16.360 atau 86% korbannya adalah perempuan. Dari sisi kelompok usia, korban usia 13-17 adalah tertinggi yaitu 6,882 dari 20,436 kasus atau setara dengan 33%. Di ranah daring, berdasarkan catatan tahunan Komnas Perempuan, terdapat 940 kasus KBGO sepanjang 2020. Jumlah tersebut meningkat signifikan dari 241 kasus pada 2019. Terkait dengan perkawinan anak, 1 dari 8 anak di Indonesia mengalami perkawinan di masa anak-anak

16 HAKTP ini menjadi pengingat bahwa perlindungan, pencegahan, dan penanganan korban kekerasan terutama anak dan perempuan masih jauh dari optimal. Kampanye di akhir tahun ini juga bertepatan dengan momentum maraknya perdebatan tentang Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual RUU TPKS.

Lebih lanjut Dini dalam pernyataan pers yang diterima Konde.co menyampaikan bahwa RUU TPKS perlu segera disahkan.

“RUU TPKS dapat menjadi instrumen hukum yang kuat dengan mengangkat enam elemen kunci yaitu: tindak pidana, pemidanaan, pencegahan, pemulihan bagi korban, keluarga korban dan saksi, hukum acara khusus penanganan perkara tindak pidana kekerasan seksual yang meliputi penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan persidangan, dan yang terakhir adalah koordinasi dan pengawasan.”

“Payung hukum yang saat ini ada masih belum cukup untuk menangani berbagai bentuk kekerasan termasuk kekerasan seksual pada anak dan KBGO. Sehingga dalam 16 HAKTP ini, kami menyerukan pada DPR RI untuk melakukan pengesahan RUU TPKS dengan mengedepankan perspektif korban.“ tambah Dini. 

Pentingnya Keterlibatan Laki-laki dalam Stop Kekerasan Perempuan

Pentingnya keterlibatan laki-laki ini jelas jadi bagian yang penting banget. Menjadi laki-laki feminis atau laki-laki yang peduli pada persoalan perempuan, salah satunya persoalan kekerasan yang menimpa perempuan, adalah sesuatu yang harus dilakukan saat ini

Laki-laki yang feminis bukan berarti dia akan kehilangan kelaki-lakiannya dan menjadi perempuan atau tidak lagi maskulin. Tetapi laki-laki feminis adalah laki-laki yang mau memperjuangkan kesetaraan dan menghilangkan penindasan dan kekerasan terhadap perempuan.

Laki-laki feminis adalah laki-laki yang berani ambil bagian dan melakukan tindakan dalam kesetaraan gender, menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan, dan menyelesaikan persoalan sosial dengan menjadikan persoalan perempuan sebagai bagian yang tak terpisahkan.

Bila laki-laki menjadi feminis, niscaya keadilan gender akan terbentuk dengan sendirinya. Maka kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan akan berkurang dan begitupula dengan kekerasan seksual.

Bila kita mengajarkan anak laki-laki kita menjadi feminis dia tidak lagi melihat perempuan sebagai objek seksual saja, dia tidak akan melihat perempuan sebagai objek penguasaan tetapi
melihatnya sebagai perempuan seutuhnya setara dengan dirinya dan bisa berlaku adil.Laki-laki feminis, laki-laki yang peduli dan ikut memperjuangkan kesetaraan dan keadilan gender.

Laki-laki yang feminis bukanlah hal yang tabu tetapi suatu kesadaran untuk
kebaikan bersama.

(Foto: Arsipfestivalfilm.id)


 

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!