Pertama dalam 100 Tahun, Perempuan Berada dalam Kepengurusan PBNU

Pertama dalam kurun waktu 100 tahun, perempuan masuk dalam kepengurusan Pengurus Besar Nadatul Ulama (PB NU). Ada 11 perempuan yang masuk dalam kepengurusan periode 2022-2027. Peluang baru ini menjanjikan bagi perjuangan perempuan

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2022-2027 menempatkan sejumlah perempuan dalam struktur tertingginya. Ini adalah gebrakan tokoh muda NU, KH Yahya Cholil Staquf yang baru saja terpilih dalam Muktamar ke-34 di Lampung, Desember 2021.

Istri mendiang Presiden Gus Dur, Sinta Nuriyah, aktivis perempuan Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, hingga Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, adalah sebagian tokoh perempuan yang masuk dalam kepengurusan PBNU kali ini. Selain itu ada pula nama Nafisah Sahal Mahfud, Maryati Solihah dan Mahfudoh.

Ketua Umum PBNU yang baru, Yahya Cholil Staquf, menegaskan tidak pernah ada larangan bagi NU menempatkan perempuan dalam jajaran kepengurusannya. Meski harus diakui, dalam seratus tahun kiprah organisasi tersebut, ini adalah yang pertama.

“Ini hanya soal waktu sebenarnya, karena sejak awal, sejak pertama, memang tidak pernah ada pembatasan bahwa PBNU tidak boleh ada perempuan,” ujar Yahya dalam konferensi pers di Kantor PB NU, Jakarta, Rabu (12/1).

Dia juga mengatakan, keputusan memasukkan perempuan dalam struktur baru adalah karena NU melihat kebutuhan untuk itu cukup mendesak.

“Bahwa harus ada perempuan-perempuan yang ikut serta mengelola PBNU ini, karena ada masalah-masalah besar terkait dengan perempuan,” tegasnya.

Yahya menyebut, tokoh perempuan yang tergabung dalam PBNU adalah mereka yang paling tangguh dalam kiprahnya selama ini. Khofifah Indar Parawansa misalnya, akan diandalkan NU untuk mengelola berbagai agenda pemberdayaan perempuan. Sementara Alissa Qotrunnada Wahid, yang kiprahnya luas hingga ke luar negeri, akan diberi kepercayaan untuk menangani kerja sama internasional. Selain itu, Alissa juga dinilai aktif berkiprah dalam isu-isu kemanusiaan dan pemberdayaan perempuan.

Dilansir dari nu.or.id, pada akhirnya, dalam struktur kepengurusan PBNU periode 2022-2027, perempuan masuk dalam jajaran pengurus harian tanfidziyah, mustasyar, dan a’wan.

“Baru kali ini, setelah 96 tahun usia NU menurut kalender masehi atau 99 tahun menurut kalender hijriah, kaum perempuan diakomodasi di dalam susunan pengurus harian PBNU,” jelas Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf saat memperkenalkan struktur kepengurusan PBNU 2022-2027, Rabu (12/1/2022) di kantor PBNU Jakarta.

Perempuan yang masuk jajaran pengurus harian tanfidziyah PBNU ialah Hj Alissa Wahid (Ketua PBNU), Hj Khofifah Indar Parawansa (Ketua PBNU), dan Ai Rahmayanti (Wakil Sekjen PBNU).  

Perempuan di struktur mustaysar (dewan penasihat) ialah Nyai Hj Sinta Nuriyah, Nyai Hj Nafisah Sahal Mahfudh, dan Nyai Hj Mahfudhoh Aly Ubaid. Sedangkan di struktur a’wan (dewan pakar) ialah Nyai Hj Nafisah Ali Maksum, Nyai Hj Badriyah Fayumi, Nyai Hj Faizah Ali Sibromalisi, Nyai Hj Ida Fatimah Zainal, dan Nyai Hj Masriyah Amva.

Masuknya 11 perempuan dalam jajaran struktur PBNU periode 2022-2027 merupakan terobosan sejak jam’iyah itu berdiri tahun 1926. Selama ini para perempuan lebih fokus berkiprah dalam badan otonom NU, seperti Fatayat dan Muslimat.

Perbesar Kiprah Perempuan

Alissa Wahid, yang turut dalam pengumuman kepengurusan PBNU baru in, menyebut penyertaan perempuan dalam kepengurusan adalah terobosan sangat penting dalam perjalanan NU.

“Saya yakin bagi kami ini amanah, bukan hanya untuk diri kami pribadi, tetapi karena ini adalah gerbang untuk para perempuan NU memperbesar khidmatnya bagi NU, bagi umat Islam, dan juga bagi bangsa dan negara, dan tentu saja bagi perdaban dunia,” kata Alissa.

Dia juga menegaskan, sejak awal NU berdiri, ruang kiprah bagi perempuan sudah sangat besar. Di lingkungan pondok pesantren NU misalnya, peran Bu Nyai tidak saja sebagai pendamping bagi seorang Kyai. Bu Nyai juga bertugas mengurus pondok putri, mengelola pengajian sendiri, dan juga mengurus berbagai kegiatan keagamaan di ruang publik.

Khofifah Indar Parawansa juga menegaskan kiprah perempuan di NU ke depan semakin penting, terkait dengan pemberdayaan perempuan itu sendiri. Untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia, kata Khofifah, ada tiga sektor yang harus diperhatikan dalam isu perempuan, yaitu pendidikan, kesehatan, dan pendapatan.

Gubernur Jawa Timur ini memberi gambaran sederhana mengenai bagaimana kondisi perempuan NU yang harus diberdayakan itu.

“Jadi, kalau misalnya ada sepuluh ibu di Jawa Timur naik mobil, mungkin di antaranya tujuh adalah warga muslimat NU. Dan dari tujuh warga yang berorganisasi langsung atau yang tidak, sangat mungkin lima di antaranya itu masuk kategori kurang mampu,” tegas Khofifah.

Karena itulah, kiprah perempuan dalam kepengurusan PBNU ke depan penting dalam kondisi semacam itu. Proses pemampuan di sektor ekonomi misalnya, harus memberi ruang lebih luas bagi perempuan, terutama di pedesaan.

Pendidikan, baik formal maupun non-formal dan vokasi, kata Khofifah, juga menjadi persoalan sangat penting. Sektor ini harus berjalan beriringan dengan penguatan ekonomi perempuan.

Dalam bidang kesehatan, persoalan stunting misalnya, juga sangat bergantung pada peran perempuan.

“Stunting ini dekatnya sama ibu-ibu, mereka dari remaja putri, menikah, hamil sampai melahirkan, artinya ini adalah isu kesehatan reproduksi perempuan,” tambah Khofifah.

Konsisten Soal Radikalisme

Dalam kesempatan yang sama, Yahya Cholil Staquf juga menekankan pentingnya agenda NU ke depan dalam melawan radikalisme. Yahya mengatakan, selama ini diskursus radikalisme lebih banyak berada di ruang dalil atau dasar hukum keagamaan saja, sehingga menjadi perdebatan teologis. Namun, ada dimensi sangat penting di dalam soal radikalisme yang terlupa, yaitu bahwa gerakan ini adalah pilihan politik.

“Orang memang memilih untuk menjadi radikal sebagai pilihan politik. Maka kita harus diskusikan masalah ini, juga di dalam perpektif pilihan politik,dan dengan mengedepankan pertimbangan mengenai konsekuensi realistis dari pilihan politik ini,” ujarnya.

Dalam kepengurusan kali ini, Yahya masih menempatkan para kyai sepuh, khususnya di Mustasyar. Beberapa di antaranya adalah Ahmad Mustofa Bisri, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Watimpres Lutfi bin Yahya, dan mantan ketua umum periode sebelumnya, Said Aqil Siradj. [ns/ah]

(Sumber Voice of America dan nu.or.id)

Nurhadi Sucahyo

Jurnalis Voice of America (VOA)
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!