Saya PRT, Saya Turut Menunjang Karier Majikan

Bayangkan jika tidak ada perempuan yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga, bagaimana para pekerja formal menjalani kesibukannya? Jutaan rumah tangga di Indonesia tertolong oleh adanya Pekerja Rumah Tangga (PRT)

Tulisan ini menceritakan pengalaman saya saat bekerja di rumah ibu Belinda (bukan nama sebenarnya) dan suaminya, sebut saja Pak Rudi. Keluarga ibu Belinda dan Pak Rudi tinggal di sebuah komplek perumahan di daerah Pondok Cabe, Tangerang Selatan.

Ibu Belinda adalah perempuan karir, begitu juga suaminya. Ia dan suami sama-sama sibuk bekerja di kantor dan setiap pagi hari harus meninggalkan anak -anak mereka yang masih kecil hingga saat pulang kantor pada sore hari.

Ibu Belinda dan Pak Rudi mempunyai 4 (empat) orang anak yang masih kecil-kecil. Puteri sulung mereka berusia 10 tahun kelas 5 SD. Dan Puteri ke dua berusia 8 tahun, kelas 3 SD. Anak ketiga laki – laki, berusia 3 tahun 5 bulan dan belum sekolah. Sedangkan si bungsu masih berusia 2 tahun.

Ibu Belinda sendiri, saat tulisan ini dibuat, sedang mengandung anak kelima dan kandungannya sudah berusia 6 bulan.

Saya akan memulai cerita saya pada saat pertama masuk kerja. Pagi itu hari pertama saya masuk kerja. Ibu Belinda dan Suami sedang bersiap -siap hendak berangkat kerja ke kantor. Tiba-tiba si kecil sebut saja Awan, yang saat itu akan dimandikan mbak Santi menangis minta digendong mamanya.

Suara tangisannya itu membuat si Abang terbangun dari tidurnya, dan keluar dari kamar sambil ikut menangis juga.

Melihat papa-mamanya sudah berpakaian rapi hendak berangkat kerja, Abang langsung berlari sambil menangis memeluk kaki mamanya. Suasana rumah jadi ramai oleh tangis anak- anak yang tidak mau ditinggal kerja.

“Mama aku mau ikut ke kantor,” kata si Abang, di sela isak tangisnya.

Ibu Belinda memeluk dan menciumi anak-anaknya untuk meredakan tangis mereka. Ada rasa berat untuk meninggalkan anak-anak untuk bekerja. Tapi ini tuntutan dan konsekwensi yang harus diterimanya sebagai ibu rumah tangga yang bekerja.

Ibu Belinda  juga kebingungan, satu pihak takut terlambat ngantor, belum lagi terjebak kemacetan di perjalanan .

Si Awan kecil  akhirnya digendong mbak Santi pekerja rumah tangga (PRT) yang sudah bekerja 5 bulan di rumah itu. Dia diajak ke belakang rumah agar tidak melihat mama mereka berangkat kerja.

Saya sendiri menggendong Abang, walaupun merontak-rontak sambil menangis. Saya terus membujuknya agar Abang berhenti menangis.

Tangis Abang semakin besar dan menjadi-jadi, dia belum mengenal saya dan takut karena saya memang baru masuk kerja hari itu. Akhirnya Abang juga dituntun mbak Santi.

Ibu Belinda dan Pak Rudi akhirnya berangkat kerja, terburu-buru diiringi dengan tangisan anak- anak mereka. Akhirnya setelah dibujuk dan diberi coklat anak-sudah tidak menangis lagi.

Mbak Santi memandikan mereka. Dan menyuapi sambil mengajak jalan-jalan ke taman komplek yang kebetulan jaraknya tidak jauh dari rumah mereka. Beruntung sekali kedua puteri ibu Belinda tidak manja. Mereka bisa menyiapkan dan memakai baju sendiri sebelum berangkat sekolah.

Saya sendiri hari itu baru mulai kerja di keluarga ini. Pekerjaan saya adalah membantu Mbak Santi yang selama ini bekerja sendirian dan memegang semua pekerjaan rumah tangga, mulai dari bangun tidur membersihkan rumah, menyiapkan sarapan, memasak, mengurus anak-anak, dan nencuci baju.

Karena kelelahan akibta terlalu banyak menanggung pekerjaan dan kurang istirahat, ia akhirnya sakit. Karena mbak Santi sakit, ibu Belinda tidak bisa masuk kerja sehingga akhirnya dia mengambil PRT satu orang lagi. Dan, kebetulan saya yang bekerja bersama mba Santi.

Di hari pertama itu, Mbak Santi banyak bercerita pengalamannya saat bekerja di rumah ini. Dia mengaku sangat lelah dengan pekerjaan – pekerjaan yang tidak pernah ada rapih-rapihnya. Bagaimana tidak, jika rumah sudah bersih, anak-anak bermain dan tidak merapihkan mainan mereka ketempatnya semula.  Baik yang besar maupun dengan anak-anak yang kecil.

Saat  pulang sekolah setelah ganti baju seragam dan juga sepatu, tas mereka berserakan di lantai dan tidak ditaruh di tempatnya dengan rapih.

Kakak sulung dan adiknya punya hobi bermain masak -masakan di dapur. Dan bukan main! Dapur yang sudah bersih menjadi berantakan. Seperti, terigu, mentega, minyak, coklat, bahan- bahan makanan dan perabotan yang mereka pakai menjadi berantakan dan dapur menjadi kotor lagi.

Belum lagi takut bahaya kebakaran kalau tidak diawasi, karena kadang-kompor apinya kebesaran dan masakan yang dimasak anak-anak gosong .

Sebenarnya mbak Santi sudah tidak betah kerja di situ, tapi karena kasihan dengan anak -anak dia masih mencoba bertahan kerja.

Cuti dan tak kembali

Dua Minggu setelah saya bekerja di rumah itu, tepatnya setelah gajian Mbak Santi minta ijin mau pulang kampung, karena anaknya sakit.

Awalnya ibu Belinda tidak mengijinkan tapi karena mbak Santi mendesak terus dan ingin menengok anaknya yang sedang sakit akhirnya  diijinkan juga tapi hanya satu minggu. Tidak boleh lebih dan harus cepat balik lagi. Mbak Santi pun berjanji akan cepat kembali untuk bekerja.

Karena mbak Santi pulang kampung akhirnya Ibu Belinda juga cuti kantor. Jika tidak siapa yang akan menjaga anak -anaknya. Sedangkan saya hanya PRT yang tugasnya membersihkan rumah, mencuci dan menggosok baju. Setelah rapih pulang. Tapi karena mbak Santi pulang kampung saya juga disuruh membersihkan dan mengepel lantai.

Hari yang dijanjikan telah berlalu tetapi mbak Santi  belum balik juga, ditelpon juga gak diangkat-angkat. Cuti kantor juga sudah habis dan pekerjaan kantor sudah menumpuk, Ibu Belinda harus masuk kantor lagi.

Hari itu saya disuruh berangkat lebih cepat dari sebelumnya. Pukul 06.30 pagi saya harus sudah sampai kerjaan, karena Ibu akan ngantor. Ibu akan kerja setengah hari dan saya disuruh menjaga anak -anak.

Sesampainya di tempat kerja saya menyiapkan susu untuk kedua anak yang masih kecil itu. Abang sudah bangun dia tidak tahu kalau mamanya saat ini sudah akan bekerja kembali.

“Abang sama ibu dulu ya, mama ada perlu sebentar nanti mama pulang Abang dibelikan es krim,” kata Ibu membujuk  anaknya.

Abang mengangguk sambil mencium mamanya yang sedang memangkunya. Karena sudah mulai mengenal saya, Abang sudah mau diajak mandi dan disuapi. Si kecil Awan juga kelihatannya sudah mulai menyukai saya.

Saya sering mengajaknya bermain bersama, bernyanyi dan bercerita. Saat ibu berangkat kerja kebetulan Awan masih tidur.

Ibu berangkat kerja tanpa tangis anak-anak lagi. Abang yang saat itu sedang saya pangku dan menyusu botol memberi salam saat mamanya akan berangkat kerja.  Awan bangun dan menangis langsung aku gendong dan bujuk kalau mama pergi tidak lama.

Setelah mandi, makan dan bermain di taman, anak –anak saya ajak pulang dan bermain di rumah sampai akhirnya tidur siang. Setelah bangun sempat  menangis menunggu mamanya yang belum pulang juga. Saya bujuk dan saya ajak bermain sambil bercerita.

Akhirnya jam 14.00 Mama mereka pulang. Saya pulang kerja sampai jam 16.00 hari itu. Karena setelah mama mereka pulang, saya juga harus membersihkan rumah. Dan mulai hari itu, rutinitas seperti inilah yang harus saya jalani.

Saya bersyukur dengan pekerjaan saya. Karena keberadaan saya sebagai pekerja rumah tangga bisa mendukung perempuan lain yang ingin bekerja di tempat formal. Saya suka membayangkan, jika tidak ada orang yang mau bekerja sebagai PRT seperti kami bagaimana kira-kira perempuan-perempuan seperti Ibu Belinda dalam menjalani karirnya.

KEDIP atau Konde Literasi Digital Perempuan”, adalah program untuk mengajak perempuan dan kelompok minoritas menuangkan gagasan melalui pendidikan literasi digital dan tulisanTulisan para Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan kerjasama www.Konde.co yang mendapat dukungan dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)

Dewi Korawati

Aktif di Serikat Pekerja Rumah Tangga (SPRT) Tangerang Selatan
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!