Terlalu Terobsesi untuk Belajar? Mungkin Kamu Mengidap Studyholism

Studyholism adalah kondisi klinis untuk menggambarkan obsesi seseorang untuk belajar secara berlebihan, seperti semacam workaholic dalam dunia kerja

Dalam dunia kerja kita mengenal orang yang gila atau kecanduan bekerja, yang biasa disebut workaholic.

Dalam dunia pendidikan, kini ada istilah baru studyholism, kondisi klinis untuk menggambarkan obsesi seseorang untuk belajar secara berlebihan.

Studi terbaru Yura Loscalzo dan Marco Giannini dari Universitas Florence Italia tentang Studyholism Inventory, dengan responden 1.047 mahasiswa, menunjukkan ada sekitar 45 item gejala yang memuat tiga faktor hipotesis atas terjadinya studyholism: obsesi, kompulsif (bersifat memaksa), dan gangguan sosial.

Kondisi ini mempengaruhi satu dari setiap enam generasi muda dan telah dikaitkan dengan stres yang tinggi, kualitas hidup yang rendah, gangguan tidur, dan kinerja akademik yang buruk.

Seseorang yang memiliki studyholism disebut studyholic. Namun demikian, seorang studyholic mungkin tidak menyadari bahwa mereka adalah seorang studyholic. Apakah kamu seorang studyholic? Kita telusuri tanda-tandanya.

Giat belajar vs gila belajar

Beberapa orang merasa bahwa belajar adalah kegiatan yang menyenangkan.

Banyak orang yang suka belajar ingin memuaskan rasa ingin tahunya atau ingin mengejar suatu cita-cita. Terkadang untuk mencapai tujuan itu, seseorang harus giat belajar. Hal ini terutama terlihat pada generasi muda di Indonesia.

Pesatnya perkembangan Indonesia membuat persaingan semakin menantang. Banyak generasi muda berlomba-lomba menjadi yang terbaik agar bisa lolos masuk sekolah dan universitas terbaik, perusahaan terbaik dan karir yang terbaik.

Para siswa belajar keras termasuk ikut kursus dan bimbingan belajar untuk masuk ke sekolah impian melalui ujian nasional dan seleksi masuk universitas, beasiswa, dan kemudian seleksi kerja. Bahkan banyak yang mengorbankan waktu keluarga.

Namun, banyak dari mereka mungkin mengalami depresi karena terlalu banyak ekspektasi yang harus dipenuhi. Hal ini dapat berdampak pada cara mereka belajar. Mereka akan belajar secara berlebihan (overstudy) sehingga dapat mempengaruhi kesehatan mereka. Kondisi ini baru-baru ini mendapat perhatian dan telah diusulkan sebagai kondisi klinis: studyholism.

Kapan mengidap studyholic

Siapa pun dapat memiliki studyholism, terutama mereka yang memiliki harapan tinggi pada tingkat pendidikan tertentu. Namun, tidak semua orang yang suka belajar dianggap sebagai studyholic. Sampai sejauh mana seseorang yang giat belajar dianggap sebagai studyholic?

Studi Loscalzo dan Giannini pada 2020 mengidentifikasi beberapa ciri seseorang yang cenderung memiliki studyholism.

1. Anda khawatir tentang masalah yang berhubungan dengan belajar meski Anda tidak sedang belajar. Seseorang yang khawatir tentang masalah studi meski mereka tidak belajar mungkin cenderung memiliki studyholism. Kekhawatiran ini bisa muncul kapan saja, seperti saat berlibur, berolahraga, bermain, dan aktivitas lain yang tidak berkaitan dengan belajar.

2. Anda tidak bisa bersantai karena Anda khawatir tentang belajar. Seseorang yang tidak terus-menerus peduli dengan belajar bisa menjadi gelisah. Perasaan tidak nyaman ini dapat terjadi terus menerus dan mengganggu aktivitas.

3. Anda selalu merasa cemas atau gugup karena masalah yang berkaitan dengan belajar. Seseorang yang sering memiliki kecemasan berlebihan tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan belajar dapat cenderung memiliki studyholism. Kecemasan ini biasanya datang terus menerus dan berulang-ulang. Seseorang tidak dapat mengatur emosinya sendiri dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan belajar.

4. Anda merasa terbebani dengan semua hal yang harus Anda lakukan. Seseorang yang merasa terbebani oleh tanggung jawabnya dapat cenderung memiliki studyholism. Seseorang yang tidak bisa mengatur waktu dan dibebani dengan tumpukan masalah belajar dapat menurunkan produktivitasnya.

Ini dia giat belajar

Loscalzo dan Giannini juga mengidentifikasi ciri-ciri seseorang yang giat belajar. Seseorang yang giat belajar berbeda dengan studyholism karena tidak akan merasa tertekan atau terbebani dengan kegiatan belajarnya.

1. Anda bangga dengan kualitas pembelajaran Anda. Seseorang yang bangga dengan kualitas belajarnya merupakan orang yang giat belajar. Mereka tidak akan merasa cemas atau tertekan dengan cara mereka belajar. Mereka bangga dan terus memperbaiki diri.

2. Anda belajar sangat keras untuk mendapatkan nilai terbaik. Seseorang yang belajar untuk mendapatkan nilai terbaik termasuk orang yang giat belajar. Mereka tidak akan belajar berlebihan sehingga mereka merasa cemas. Mereka akan belajar cukup tapi tetap memberikan yang terbaik.

3. Keinginan Anda untuk mendapatkan nilai terbaik memotivasi Anda untuk belajar. Seseorang yang giat belajar dapat memotivasi dirinya sendiri. Mereka akan belajar dengan giat karena itulah yang mereka inginkan. Tidak ada paksaan yang mengharuskannya untuk mencapai targetnya.

4. Anda melakukan yang terbaik untuk mendapatkan nilai terbaik. Seseorang yang giat belajar akan melakukan yang terbaik untuk mencapai tujuannya. Nilai bukanlah tujuan utama, tapi dia akan berusaha sebaik mungkin untuk itu.

Dampak buruk studyholism

Studyholism adalah suatu kondisi yang perlu dinilai oleh klinisi sehingga karakteristik seseorang bisa dinilai dan diperbaiki. Namun, kesadaran terhadap studyholism diperlukan karena seseorang dengan studyholism yang tidak segera mendapat penanganan yang tepat dapat menimbulkan beberapa dampak negatif dalam hidupnya.

Stres tinggi. Seseorang dengan studyholism dapat memiliki tingkat stres yang tinggi. Stres ini biasanya muncul dari dalam diri karena ketidakpuasan terhadap diri sendiri. Mereka akan cenderung menyalahkan diri sendiri atas apa yang tidak dapat mereka capai.

Kualitas hidup yang rendah. Seseorang dengan studyholism memiliki kualitas hidup yang rendah karena berbagai tekanan yang diterimanya. Sayangnya, orang dengan studyholism cenderung melihat kegiatan belajar sebagai jalan keluar. Hal ini membuat mereka terus berada di bawah tekanan yang luar biasa jika tujuan mereka tidak terpenuhi lagi.

Gangguan tidur. Seseorang dengan studyholism memiliki gangguan tidur. Hal ini biasanya terjadi bukan karena mereka meluangkan waktu untuk belajar dengan giat tapi karena pikiran mereka tidak tenang akibat tekanan dan masalah belajar. Hal ini membuat mereka tidak dapat beristirahat dan malah mencoba untuk tetap terjaga untuk memikirkan situasinya.

Prestasi akademik yang buruk. Seseorang dengan studyholism cenderung memiliki prestasi akademik yang buruk. Hal ini terjadi karena mereka melihat kegiatan belajar sebagai beban. Oleh karena itu, mereka tidak dapat menerima berbagai ilmu dengan baik dan berdampak pada prestasi akademik yang buruk.

Mencegah studyholism

Studyholism memiliki dampak yang luas, terutama pada generasi muda. Namun, bukan berarti kondisi ini tidak bisa dicegah. Ada beberapa hal sederhana yang dapat Anda lakukan.

Untuk lembaga pendidikan. Anda dapat menciptakan iklim belajar yang mendukung. Lingkungan belajar yang terlalu kompetitif di sekolah berkaitan dengan studyholism, terutama pada generasi muda yang punya harapan tinggi.

Untuk orang tua. Anda dapat menciptakan iklim belajar yang menyenangkan dengan belajar bersama anak Anda. Pastikan Anda juga memberikan pujian dan pengakuan atas prestasi anak Anda. Di sisi lain, pastikan Anda juga hadir untuk menemani anak Anda saat mereka mengalami kegagalan di sekolah. Jangan salahkan anak Anda atas cara mereka belajar, tapi Anda dapat berkomunikasi untuk menentukan cara terbaik untuk belajar dan menghindari tekanan.

Untuk siswa. Anda bisa memulainya dengan introspeksi. Apakah Anda merasa nyaman belajar? Jika tidak, coba kenali hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman. Bisa jadi, hal tersebut berasal dari pikiran Anda sendiri.

Elvan Wiyarta, Research Fellow, Universitas Indonesia

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Elvan Wiyarta

Research Fellow, Universitas Indonesia
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!