Menolak Lingkungan Desanya Dirusak: Perempuan Wadas Terkepung, Puluhan Warga Ditangkapi

Hari ini setidaknya 40 warga desa Wadas ditangkap polisi karena dituduh menghalangi pengukuran tanah yang dilakukan aparat. Sementara puluhan perempuan Wadas terkepung di sebuah masjid tempat digelarnya acara doa bersama bagi upaya mempertahankan bumi dan air di desa mereka.

Hingga Selasa (8/2/2022) petang ini suasana desa Wadas, Purworejo Jawa Tengah masih mencekam. Warga tidak berani keluar rumah, menyusul penangkapan terhadap puluhan warga setempat. Hingga berita ini diturunkan, polisi telah menangkap setidaknya 40 warga Wadas.

Warga yang ditangkap sebagian besar adalah laki-laki dewasa. Mereka digelandang ke Mapolsek Bener untuk dimintai keterangan. Menurut informasi yang diterima Konde.co, saat ini tinggal lima penduduk laki-laki yang tersisa.  Mereka tidak ditangkap, karena telah berusia lanjut atau masih anak-anak.

Sementara itu sekitar 50an warga perempuan dipaksa bertahan di Masjid Krajan yang dikepung aparat bersenjata lengkap. Mereka tidak diizinkan meninggalkan lokasi berlangsungnya mujahadah (doa bersama) yang digelar warga sejak pagi. Sebaliknya, warga lain yang tidak mengikuti mujahadah juga tidak diizinkan masuk ke masjid.

Penangkapan warga laki-laki dan pengepungan terhadap warga perempuan di Masjid Krajan ini diprotes keras oleh aktivis perempuan solidaritas Perempuan/ SP Kinasih di Yogyakarta yang selama ini mendampingi warga.

“Ini kan tidak benar, karena sebagai perempuan ada peran strategis dalam keluarga yang tidak bisa mereka lakukan karena pengepungan ini. Kondisi lebih buruk akan dirasakan anak yang bapaknya juga ditangkap,” ujar Sana Ullaili Ketua Badan Eksekutif SP Kinasih Yogyakarta yang selama ini mendampingi warga Wadas, melalui sambungan telepon, 8 Februari 2022

Sana yang saat ini berada di Desa Winong mengatakan, ia mendapatkan informasi mengenai penangkapan warga sejak Selasa (8/2/2022) pagi sekitar pukul  07.30 WIB. Info yang diterimanya menyebutkan, M Saudi atau Uud ditangkap di Kaliboto ketika sedang makan di warung. Dia diangkut paksa ke Mapolsek setempat. Sementara polisi meyebut Uud ditangkap karena menyebarkan informasi yang bernada provokasi ke WhatsApp/ WA grup.

Warga Wadas, hari ini memang merencanakan akan menggelar mujahadah di Masjid Krajan mulai pukul 08.00. Setidaknya 100 orang warga mengikuti doa bersama yang digelar bersamaan dengan pelaksanaan pengukuran tanah untuk kepentingan pembangunan bendungan di daerah itu.  Usai Uud, beberapa warga yang sebelumnya mengikuti mujahadah satu per satu ditangkap.

“Mereka ditangkap saat hendak shalat. Awalnya 2-3 orang, lalu terus bertambah sehingga hingga sore ini total sudah ada 40 orang warga Wadas yang ditangkap,” imbuh Sana.

Sikap aparat tidak berhenti di situ, semua posko yang selama ini digunakan ibu-bu untuk berjaga, juga diduduki oleh polisi. Informasi yang diterima Sana juga menyebutkan kalau aparat mengambil paksa alat pertanian dan pisau-pisau yang biasa digunakan untuk menganyam besek. Tak bisa melawan, warga hanya bisa pasrah saat aparat meneror mereka.

Sana membantah informasi dari kepolisian yang menyebut warga menghalangi pengukuran tanah yang dilakukan aparat. Menurutnya, warga yang tidak mengikuti mujahadah tetap melakukan kegiatannya seperti biasa yakni ke kebun.

“Bagaimana bisa menghalangi. Aparat yang dikerahkan ribuan, sementara jumlah warga tak sebanyak itu. Menghalangi itu kalau warga menghadang aparat, atau memasang barikade untuk menghalangi gerak petugas,” cetusnya.

Ia meminta semua aparat segera ditarik, sehingga warga berkesempatan melanjutkan aktivitasnya seperti sediakala.  Dan warga yang ditangkap segera dibebaskan.

Permintaan Pemprov

Sebelumnya pihak kepolisian mengatakan penangkapan dilakukan, karena warga menghalangi proses pengukuran lahan untuk pembangunan proyek Bendungan Bener di wilayah Desa Wadas. Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Iqbal Alqudussy mengatakan, menurutnya puluhan warga ditangkap lantaran bertindak anarkis dan menghalangi petugas.

M Saudi ditangkap polisi karena membagikan foto kegiatan Polres Purworejo di lokasi dengan narasi bersifat provokatif ke WhatsApp Group. Menurut Iqbal, selama proses pengukuran, terjadi ketegangan antara kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap kegiatan tersebut. Sempat terjadi konflik yang membuat petugas kepolisian mengamankan sejumlah orang. Beberapa diantaranya membawa senjata tajam.

Bahkan dua warga yang merupakan wartawan dari media komunitas yang diizinkan masuk juga tidak bisa leluasa meliput. Mereka diizinkan berkeliling di Krajan, tapi tidak boleh mengambil foto dan video yang mengabadikan situasi ataupun mewawancarai penduduk setempat.

Proses panjang

Seperti diketahui konflik di desa wadas ini sudah berlangsung sejak lama. Warga Wadas menolak penambangan batu andesit di desa mereka karena dinilai akan mengancam kelestarian lingkungan desa mereka. Penambangan ini dikhawatirkan akan menghilangkan puluhan sumber mata air yang selama ini menjadi gantungan warga setempat baik untuk memenuhi kebutuhan air bersih maupun untuk kebutuhan pertanian.

Warga Wadas sudah mengajukan gugatan ke PTUN. Namun gugatan warga ditolak. Warga yang tidak puas lalu mengajukan banding, sekali lagi warga dikalahkan. Lantas pada September 2021, warga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang hingga kini belum ada keputusan.

Selama September 2021 hingga Januari 2022, aparat keluar masuk desa Wadas dengan berbagai alasan seperti vaksinasi, pengarahan dan sebagainya. Namun, warga tidak bergeming dan tetap pada pendirian mereka yakni menolak tambang batu andesit yang dilakukan untuk kepentingan pembangunan Waduk Bener.

Lantas pada Januari lalu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melakukan mediasi dengan perwakilan dan pendamping warga. Namun, tawaran ini ditolak, karena peserta dibatasi dan temanya juga diputuskan sepihak oleh pihak pemerintah.

Setelah pertemuan ini gagal, Komnas HAM yang bertindak sebagai mediator lantas datang ke Wadas, dan mengabarkan Ganjar yang akan berkunjung ke Wadas. Namun hingga kejadian hari ini, Ganjar belum pernah bertemu dengan warga desa Wadas.  

Penambangan batu andesit yang ditolak warga, sejatinya akan digunakan untuk pembangunan Waduk Bener. Waduk ini merupakan salah satu program unggulan pemerintah. Dikutip dari laman resmi kppip.go.id, total investasi untuk membangun bendungan yang diklaim akan menyuplai air di kabupaten Purworejo, Kebumen serta Kulon Progo itu mencapai Rp 2,060 triliun.

Bendungan ini direncanakan memiliki kapasitas sebesar 100,94 meter kubik. Targetnya, bendungan ini dapat mengairi lahan seluas 1.940 hektare, menyediakan air baku sebesar 1.500 liter per detik yang sebagian akan digunakan untuk mendukung operasional Bandara Yogyakarta International Airport. Bendungan ini juga ditargetkan bisa menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 6 Megawatt (MW). 

Penanggung jawab proyek adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Proyek mulai konstruksi 2018 dan rencananya mulai beroperasi 2023. Sementara, sejumlah perusahaan pelat merah yang terlibat dalam proyek ini mulai dari PT Waskita Karya (persero) Tbk, PT PP (persero) Tbk, dan PT Brantas Abipraya (persero). 

Tanah bagi Perempuan Wadas

Bagi perempuan Wadas, tanah adalah ibu, darah daging mereka: sumber kebahagiaan, sumber keselamatan dan sumber kebijaksanaan hidup. Maka, proyek penambangan batuan andesit dan Bendungan Bener yang ditopang oleh UU Omnibus Law yang membuka keran investasi besar-besaran, bisa menjadi petaka.

Puluhan sumber mata air yang tersebar di Desa Wadas terancam hancur. Penopang kehidupan warga setempat itu, bisa saja tergusur. Tak hanya merusak kekayaan alam seperti bambu yang berlimpah, ancaman gangguan pernapasan, kebisingan hingga bencana alam pun tak terelakkan. 

Itulah mengapa, sedari awal para perempuan Wadas menyatakan sikap keberatan dan menolak pembangunan atas nama proyek strategis nasional itu. Namun, upaya para perempuan termasuk melalui rekomendasi Komnas Perempuan pun, diabaikan. Hal ini disampaikan pada awal September 2021 lalu yang dihadiri Konde.co, ketika para perempuan di Wadas, melakukan open mic secara online bersama para perempuan aktivis lingkungan, mereka menolak pembangunan tambang dan bendungan

Jatam tidak menemukan izin usaha pertambangan batuan andesit sebagai quarry. Pembahasannya proyek tersebut digabung dengan dokumen Amdal bendungan, padahal seharusnya terpisah dan berbeda. Selain itu, penambangan di lokasi yang berisiko bencana wajib mencantumkan dokumen analisis risiko bencana. Sesuai Undang-Undang Penanggulangan Bencana No 24 Tahun 2007, pihak yang melanggar mendapatkan denda, pidana penjara, dan pencabutan izin. 

Berdasar catatan Jatam, proyek penambangan dan bendungan Bener ini sebetulnya bukan satu-satunya proyek strategis nasional yang bermasalah karena masih banyak proyek pemerintah yang lekat dengan konflik, koruptif dan merusak lingkungan hidup. 

Jatam menghitung 131 proyek strategis nasional yang bermasalah, misalnya rencana 56 proyek pembangkit energi kotor dan berbahaya batubara dengan total kapasitas rencana pembangkitan mencapai 13.615 megawatt. Contoh lainnya adalah penambangan pasir laut di kepulauan Kodingareng dan reklamasi Makassar New Port (MNP) di Sulawesi Selatan. Proyek itu membuat nelayan mengalami kriminalisasi, ruang hidup mereka dirampas, ekosistem laut rusak dan tercemar. Izin tambang bermasalah karena ada dugaan korupsi dan praktek ijon politik. 

Berbagai proyek strategis nasional bermasalah seperti kasus Wadas mendapat payung hukum, yakni Perpres 109 tahun 2020 Tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang dikeluarkan sejak tahun lalu. Proyek ini sejalan dengan UU Cipta Kerja Omnibus Law yang banyak ditentang oleh para buruh, petani dan kelompok marjinal lainnya

Tim Konde.co

Konde.co lahir pada 8 Maret 2016 untuk mengelola ruang publik dari sudut pandang perempuan dan minoritas sebagai bagian dari kesadaran dan daya kritis, menghadirkan penerbitan artikel di website, produksi video/ film, dan informasi/ pengetahuan publik.Kini dikelola oleh individu-individu yang mempunyai kesamaan dalam memandang perempuan dan minoritas.
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!