Yuk, Waspadai 4 Siklus Lingkaran Setan Kekerasan Dalam Pacaran

Waspada terhadap siklus atau “lingkaran setan” pada kekerasan dalam pacaran. Yang pertama kamu akan menemui siklus atau periode tenang, lalu siklus ketegangan, siklus perilaku kekerasan, siklus bulan madu, dan ini akan terjadi terus-menerus, berulang-ulang yang membuat kita sesak dan sulit untuk keluar

Kekerasan dalam pacaran (KDP) adalah masalah serius bagi semua keragaman gender dan seksualitas, termasuk kekerasan yang terjadi pada orang yang mengekspresikan orientasi seksualnya. Semua mengalaminya.

Di kelompok lesbian misalnya ketika mengalami KDP, mereka mendapatkan kekerasan berulang, misalnya berbagai kalimat diskriminatif yang dilontarkan pada mereka seperti:

“Salah sendiri jadi lesbian, azab kena kekerasan karena menyalahi kodrat.”

“Lesbian emang posesif dan kejam.”

“Kembali ke ‘normal’ makanya, jangan jadi lesbian.”

Kalimat ini semakin menandaskan bahwa isu utamanya bukan isu tentang kekerasan dalam pacaran yang sering dibahas, namun justru isu tentang pilihan orientasi seksual beserta segala stigmanya

Kekerasan dalam pacaran juga dialami kelompok heteroseksual juga dengan semua kerumitannya.

Catatan Tahunan Komnas Perempuan per tahun 2020 menyebut, ada sebanyak 1.309 kasus kekerasan dalam pacaran yang terjadi. Sedangkan sebelum adanya pandemi, kekerasan dalam pacaran secara langsung per tahun 2019 relatif lebih tinggi dilaporkan yaitu sebanyak 2.079 kasus.

Salah satu catatan saya adalah sebuah peristiwa kekerasan dalam pacaran yang dialami perempuan lesbian terjadi di Manado pada bulan September 2021. Pada pukul 20.30 WITA, kejadian itu bermula dari seringnya pelaku mendapatkan telepon dari seseorang. Korban merasa cemburu dengan pelaku yang merupakan pasangan korban tersebut, mereka lantas bertengkar. Tak lama kemudian, pelaku mengambil gunting dan menusukkannya ke korban. 

Warga yang mengetahui kejadian tersebut langsung melaporkan dan membawa korban ke rumah sakit. Namun, dalam perjalanan menuju rumah sakit, nyawa korban tidak dapat diselamatkan.

Bagaimana Kekerasan dalam Pacaran Bisa Terjadi?

The University of Michigan Sexual Assault Prevention and Awareness Center in Ann Arbor (Murray, 2007) mendefinisikan kekerasan dalam pacaran sebagai suatu taktik yang dilakukan dengan menggunakan kekerasan secara fisik yang disengaja untuk dapat memperoleh, memelihara kekuasaan dan mengontrol atas pasangannya. 

Murray (2007) menjelaskan bahwa terdapat 3 bentuk kekerasan dalam pacaran, yaitu kekerasan secara fisik, kekerasan seksual, serta kekerasan secara psikis dan verbal. 

Hasil penelitian yang telah dilakukan Ginting (2016) juga menunjukkan bahwa kekerasan dalam pacaran dapat menimbulkan luka, baik luka psikis atau luka fisik pada korban yang mengalami kekerasan. 

Seperti yang terjadi pada beberapa teman lesbian yang mengalami kekerasan dalam pacaran, mereka mengalami kekerasan berupa kekerasan fisik seperti menendang, menggigit dan memukul, kekerasan secara psikis seperti merendahkan pasangan, menuduh pasangan tanpa bukti, cemburu secara berlebihan hingga membuka orientasi seksual pasangan kepada orang lain. 

Waspadai 4 Siklus “Lingkaran Setan” Kekerasan dalam Pacaran

Mengapa tidak diakhiri saja hubungannya? Kekerasan dalam pacaran tidak semudah itu untuk diakhiri. Dikarenakan, kekerasan dalam pacaran terdapat siklus atau yang biasa disebut dengan “lingkaran setan” kekerasan. 

Apa saja siklusnya? Awal mula, kekerasan seakan tidak pernah terjadi (periode tenang), saat konflik mulai muncul dan memuncak membuat korban merasa tidak nyaman (periode ketegangan), akibat memuncaknya ketegangan dapat menimbulkan perilaku kekerasan (periode perilaku kekerasan), pada puncaknya pelaku menyadari bahwa kondisi semakin memburuk dan akhirnya muncul perasaan bersalah serta pelaku akan meminta maaf (periode bulan madu). 

Salah satu strategi koping yang dapat dilakukan oleh korban yaitu dengan cara memaafkan pelaku. Namun, dalam proses memaafkan juga tidak mudah bagi korban sehingga membutuhkan waktu. McCullough (2003) menjelaskan bahwa pemaafan merupakan suatu perubahan motivasi yang terjadi pada diri individu. 

Sedangkan, menurut Enright (dalam Worthington, 2005), pemaafan merupakan kompleksitas mengenai integrasi dari kognisi, afeksi dan perilaku. Pemaafan dapat membuat individu lebih menerima apa yang sudah terjadi, membuat diri merasa lebih baik dan dapat menahan diri dari amarah yang berlebih. 

Penelitian yang dilakukan oleh Worthington, dkk (2005) menunjukkan hasil bahwa sikap tidak memaafkan pelaku dapat berdampak buruk pada kesehatan dikarenakan individu dapat merasakan stres. 

Secara konsep, pemaafan yang diberikan seseorang berlangsung dalam beberapa tahapan yang berurutan. Enright (2002) membagi empat tahap pemaafan. Pertama, suatu tahap saat seseorang merasa sakit hati dan dendam. Kedua, pada tahap kedua ini seseorang mulai memikirkan kemungkinan untuk memaafkan. Pemahaman akan ajaran agama, ajaran moral, serta umpan balik dari orang lain akan banyak membantu seseorang untuk memikirkan kemungkinan memaafkan. 

Selanjutnya, tahap ketiga terjadi ketika suatu tahap secara rasional seseorang yang menyadari penting untuk memaafkan dan tidak menyimpan dendam. Tahap terakhir, suatu tahap terdapat internalisasi kebermaknaan dari memaafkan. Kekerasan dalam pacaran akan selalu ada disekitar kita, dapat terjadi pada siapapun tanpa melihat gender atau orientasi seksual, kekerasan yang terjadi dapat berdampak buruk pada korban. 

Strategi koping yang dapat dilakukan korban ialah pemaafan pelaku. Yuk mulai dari sekarang kenali tanda-tanda terjadinya kekerasan dalam pacaran. 

Apabila mulai merasakan tanda-tanda kekerasan, maka segera mencari bantuan atau menghubungi teman-teman, namun jika sudah mengalami kekerasan maka segera menghubungi lembaga yang melayani para penyintas kekerasan.

Putu Wahyuni

Mahasiswi Magister Psikologi Sains, Universitas Surabaya
Republikasi artikel ini, klik tombol di bawah

Creative Commons License

1. Silakan lakukan republikasi namun tidak boleh mengedit artikel ini, cantumkan nama penulis, dan sebut bahwa artikel ini sumbernya dari konde.co, tautkan URL dari artikel asli di kata “konde.co”. Anda bebas menerbitkan ulang artikel ini baik online maupun cetak di bawah lisensi Creative Commons.

2. Artikel kami juga tidak boleh dijual secara terpisah atau menyebarkannya ke pihak lain demi mendapatkan keuntungan material.

Let's share!